Rania, seorang barista pecicilan dengan ambisi membuka kafe sendiri, bertemu dengan Bintang, seorang penulis sinis yang selalu nongkrong di kafenya untuk “mencari inspirasi.” Awalnya, mereka sering cekcok karena selera kopi yang beda tipis dengan perang dingin. Tapi, di balik candaan dan sarkasme, perlahan muncul benih-benih perasaan yang tak terduga. Dengan bumbu humor sehari-hari dan obrolan absurd, kisah mereka berkembang menjadi petualangan cinta yang manis dan kocak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zylan Rahrezi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menemukan Jalan Baru
Bab 34: Menemukan Jalan Baru
Beberapa hari setelah perbincangan yang menegangkan itu, Rania dan Bintang mulai menjalani hari-hari mereka dengan ketenangan yang baru. Mereka sepakat untuk memberi diri mereka ruang, memberi kesempatan untuk menemukan jalan masing-masing tanpa tekanan. Meskipun begitu, keduanya tetap menjaga komunikasi yang baik dan saling mendukung dalam perjalanan yang berbeda ini.
---
Pagi yang Sibuk
Rania membuka laptop di mejanya, mencoba menyelesaikan beberapa pekerjaan yang tertunda. Walaupun ia tampak fokus, pikirannya sering melayang. Setiap kali Bintang melintas dalam benaknya, ia merasa ada rasa kehilangan yang samar. Namun, rasa itu tidak lagi memaksanya untuk memilih jalan yang sama seperti sebelumnya. Kini, ia belajar untuk menerima ketidakpastian dengan lebih lapang.
Di luar, cuaca cerah, dan suara riuh di luar kantor mengingatkan Rania akan kesempatan baru yang terbuka. Ia memutuskan untuk menghabiskan beberapa jam di kafe favoritnya, tempat yang sering ia kunjungi untuk menenangkan diri.
---
Kafe yang Dikenal
Saat memasuki kafe, Rania langsung menuju ke meja pojok yang menghadap keluar, tempat di mana ia sering menghabiskan waktu dengan buku-buku dan ide-idenya. Namun kali ini, tanpa disangka, ia melihat Adrian duduk di sana, sedang menatap layar ponselnya.
Adrian mengangkat kepala begitu melihat Rania. "Ran, lo kayaknya lagi butuh waktu sendiri."
Rania terkejut, tapi ia tersenyum. "Iya, gue lagi mikirin banyak hal. Tapi nggak masalah, gue senang ketemu lo di sini."
Adrian mengangguk dan mempersilakan Rania duduk. Mereka berbincang ringan, seperti teman lama yang tidak pernah benar-benar terpisah. Namun ada sesuatu yang berbeda dalam percakapan mereka kali ini. Rania merasa lebih tenang, lebih dewasa dalam memahami dirinya sendiri.
"Ran," kata Adrian pelan, "Gue bisa lihat perubahan di diri lo. Gue senang liat lo makin kuat."
Rania tersenyum tipis. "Terima kasih, Adrian. Gue mulai sadar bahwa hidup ini lebih dari sekadar pilihan yang tampak jelas. Ada banyak jalan yang bisa ditempuh."
"Lo bener, Ran. Dan lo berhak memilih jalan yang lo rasa paling tepat." Adrian menatapnya dengan pengertian yang mendalam. "Gue nggak pernah menyesal memilih lo dulu, dan gue juga nggak berharap lo menyesali keputusan apapun."
Rania terdiam sejenak, meresapi kata-kata Adrian. Meskipun hubungan mereka sudah berakhir, ia merasa ada kedamaian yang datang dari percakapan ini. Mungkin, ini adalah bagian dari prosesnya—menerima dan melepaskan, dengan harapan yang tetap ada untuk masa depan.
---
Malam yang Berbeda
Setelah beberapa minggu berlalu, Rania merasa bahwa ia mulai menemukan bentuk baru dari kehidupannya. Pekerjaannya berjalan lancar, dan proyek seni yang semula penuh tantangan kini mulai mendapatkan respons positif. Ia merasa seolah-olah potongan-potongan puzzle hidupnya mulai tersusun dengan rapi, meskipun masih ada ruang kosong yang ingin ia isi dengan hal-hal baru.
Suatu malam, Bintang menghubunginya, mengundangnya untuk makan malam. Meskipun keduanya sudah sepakat untuk memberi ruang, mereka tahu bahwa hubungan mereka masih punya ikatan yang kuat. Rania setuju, dan mereka bertemu di restoran kecil yang mereka suka.
"Gue cuma mau bilang, Ran," kata Bintang, sambil mengaduk minumannya. "Gue nggak tahu apa yang akan terjadi ke depannya, tapi gue merasa kita udah menjalani perjalanan yang luar biasa. Kita nggak perlu terburu-buru."
Rania mengangguk, melihat betapa Bintang berubah menjadi sosok yang lebih matang. "Iya, Bintang. Gue juga ngerasa gitu. Kita berdua butuh waktu untuk benar-benar memahami apa yang kita mau."
Bintang tersenyum, meletakkan gelasnya dan menatap Rania dengan penuh arti. "Lo tahu kan, apapun yang terjadi, gue selalu ada untuk lo?"
Rania merasakan ketulusan dalam kata-kata Bintang. "Gue tahu, Bintang. Gue juga akan selalu ada, cuma... mungkin dalam cara yang berbeda."
Malam itu, mereka berbicara banyak hal—tentang impian, harapan, dan masa depan. Tanpa ada tekanan untuk membuat keputusan besar, mereka menikmati setiap detik kebersamaan yang mereka miliki. Ini adalah titik di mana mereka menyadari bahwa meskipun mereka tidak tahu apa yang akan terjadi, mereka sudah cukup untuk saling mengerti.
---
Mencari Makna Baru
Beberapa bulan berlalu, dan Rania merasa kehidupannya mulai lebih jelas. Ia mendapatkan kesempatan untuk berbicara di beberapa seminar tentang pengembangan diri, dan itu membuatnya merasa bahwa ia sedang berada di jalur yang tepat. Proyek seni yang ia jalani bersama Bintang juga berkembang pesat, dengan beberapa kolaborasi baru yang membuka lebih banyak pintu kesempatan.
Namun, Rania merasa ada satu hal yang belum ia selesaikan: dirinya sendiri. Meskipun ia telah menemukan banyak hal baru, ia merasa bahwa ia perlu lebih mengenal dirinya, lebih dari sekadar peran sebagai pekerja atau kekasih. Ia memutuskan untuk mengikuti sebuah kursus di luar negeri—sebuah perjalanan yang ia rasa akan membantunya menemukan makna yang lebih dalam tentang hidup.
"Gue memutuskan untuk pergi, Bintang," kata Rania suatu malam setelah berbicara dengan Bintang tentang keputusannya.
Bintang menatapnya, matanya penuh pengertian. "Lo nggak perlu minta izin ke gue, Ran. Gue tahu lo butuh waktu buat diri lo sendiri."
Rania tersenyum dengan haru. "Ini bukan tentang izin, Bintang. Ini tentang menemukan siapa gue sebenarnya."
---
Akhir yang Baru, Awal yang Berbeda
Saat Rania menaiki pesawat yang membawanya ke tempat yang jauh, ia merasa lega. Keputusan untuk pergi bukan berarti mengakhiri semuanya, melainkan memberi ruang bagi dirinya untuk tumbuh lebih besar lagi. Ia tahu bahwa perjalanan ini akan membantunya menemukan banyak jawaban, dan yang lebih penting, menemukan siapa dirinya dalam dunia yang penuh kemungkinan.
Bintang, di sisi lain, melanjutkan jalannya sendiri. Ia masih memainkan musiknya, masih merencanakan proyek-proyek seni, tetapi dengan hati yang lebih terbuka. Ia tahu bahwa hidup ini adalah tentang perjalanan yang tak pernah benar-benar berakhir, dan setiap langkah yang mereka ambil—bersama atau sendiri—adalah bagian dari cerita yang lebih besar.
Rania dan Bintang mungkin tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, tapi mereka tahu bahwa mereka akan selalu membawa kenangan indah yang telah mereka ciptakan bersama, sambil terus maju ke arah yang tak pasti dengan keyakinan bahwa setiap langkah membawa mereka lebih dekat kepada siapa mereka sebenarnya.
---
To be continued...
Meskipun perjalanan mereka terpisah, apakah Rania dan Bintang akan menemukan kembali jalan mereka menuju satu sama lain di masa depan? Hanya waktu yang akan menjawab, namun mereka tahu bahwa perjalanan hidup ini tidak pernah benar-benar selesai.