Letnan Hiroshi Takeda, seorang prajurit terampil dari Kekaisaran Jepang selama Perang Dunia II, tewas dalam sebuah pertempuran sengit. Dalam kegelapan yang mendalam, dia merasakan akhir dari semua perjuangannya. Namun, ketika dia membuka matanya, Hiroshi tidak lagi berada di medan perang yang penuh darah. Dia terbangun di dalam sebuah gua yang megah di dunia baru yang penuh dengan keajaiban.
Gua tersebut adalah pintu masuk menuju Arcanis, sebuah dunia fantasi yang dipenuhi dengan sihir, makhluk fantastis, dan kerajaan yang bersaing. Hiroshi segera menyadari bahwa keterampilan tempur dan kepemimpinannya masih sangat dibutuhkan di dunia ini. Namun, dia harus berhadapan dengan tantangan yang belum pernah dia alami sebelumnya: sihir yang misterius dan makhluk-makhluk legendaris yang mengisi dunia Arcanis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sapoi arts, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Duel Jendral alaric
Setelah tiba di rumah Kira, Hiroshi melangkah memasuki lingkungan baru yang belum pernah ia lihat sebelumnya.
Dinding-dinding rumah yang megah dan taman yang tertata rapi menampilkan kehidupan yang jauh berbeda dari medan perang yang biasa ia jalani.
Hiroshi: “Tempat ini... jauh lebih tenang daripada yang aku bayangkan.”
Dia mengamati sekelilingnya. Pelayan-pelayan berpakaian rapi berlarian dengan sopan, membawa makanan dan barang-barang lainnya.
Meskipun tidak ada yang memahami bahasa Hiroshi, mereka mengangguk dan tersenyum, menunjukkan keramahan yang tulus.
Kira: “Ini adalah tempat tinggal yang nyaman. Mari kita lihat di dalam.”
Hiroshi mengikuti Kira masuk ke dalam. Di dalam rumah, ruangan luas dengan langit-langit tinggi dan lukisan-lukisan indah menghiasi dinding. Kira menunjukkan berbagai ruangan—dari ruang tamu yang hangat hingga perpustakaan yang penuh dengan buku-buku.
Hiroshi: “Wow, banyak buku. Apa mereka berisi tentang... sihir?”
Kira menatap Hiroshi, sepertinya sedikit bingung. Dia menjelaskan dengan gerakan tangan, berusaha menggambarkan isi buku-buku itu. Hiroshi berusaha mengerti, meskipun bahasa mereka tidak sejalan.
Sambil berjalan, mereka melewati dapur, di mana aroma makanan yang menggugah selera memenuhi udara. Salah satu pelayan, seorang pria tua, mengangguk kepada Hiroshi dan memberikan sebuah mangkuk dengan hidangan steaming.
Kira: “Itu adalah makanan khas kerajaan. Cobalah!”
Hiroshi menerima mangkuk itu dengan ragu, namun menghirup aroma lezatnya. Dia merasakan rasa lapar yang sudah lama terpendam. Mengambil satu suap, dia tertegun dengan kelezatannya.
Hiroshi: “Mmm, ini enak!” (meski tak ada yang mengerti, senyumnya menyampaikan rasa puasnya)
Setelah makan, Kira mengajak Hiroshi untuk beristirahat di kamarnya. Kamar itu dilengkapi dengan jendela besar yang menghadap ke taman, memberikan pemandangan yang menyejukkan.
Kira: “Di sini, kamu bisa beristirahat dan memulihkan tenaga. Besok kita akan mulai pelatihan.”
Hiroshi merasa semangat, meskipun di dalam hatinya tersimpan kerinduan akan kehidupan lamanya. Saat Kira meninggalkan ruangan, Hiroshi menatap langit-langit dan merasakan beban di pundaknya. Dia menyadari bahwa meskipun terpisah dari masa lalu, tantangan baru menantinya di dunia ini.
Ketika malam tiba, Hiroshi merenung sambil memandangi bintang-bintang. Di tengah kebingungan dan kesulitan beradaptasi, dia merasa sebuah semangat baru mulai menyala.
Hiroshi: “Aku akan membuktikan bahwa meskipun aku tidak memiliki sihir, aku masih bisa berkontribusi di sini.”
Dengan tekad baru, Hiroshi berbaring di tempat tidur, bersiap untuk memulai babak baru dalam hidupnya.
Hari-hari di kerajaan mulai terasa lebih familiar bagi Hiroshi. Kira, selalu bersamanya, memperkenalkan berbagai karakter yang memainkan peran penting di istana.
Suatu pagi, saat mereka sedang bersiap untuk berlatih, Kira mengajak Hiroshi untuk menemui beberapa tokoh kunci.
Kira: “Hari ini kita akan bertemu dengan beberapa anggota dewan. Mereka akan membantumu beradaptasi di sini.”
Hiroshi mengangguk, meskipun hatinya berdebar. Dia belum sepenuhnya memahami keadaan di kerajaan ini, dan sekarang dia harus berhadapan dengan orang-orang berpengaruh.
Ketika mereka tiba di ruang pertemuan, Hiroshi melihat sekelompok orang berkumpul. Di tengah-tengah mereka, seorang pria tinggi dengan rambut perak yang terikat rapi berdiri.
Dia mengenakan baju zirah yang megah, menunjukkan statusnya sebagai salah satu jenderal terhormat.
Kira: “Ini adalah Jenderal Alaric. Dia memimpin pasukan kerajaan.”
Hiroshi merasa tegang, berusaha bersikap tenang.
Hiroshi: “Sebuah kehormatan, Jenderal.” (Dia mencoba menyampaikan rasa hormat meskipun bahasa mereka berbeda.)
Alaric memperhatikan Hiroshi dengan tajam, mengamati penampilannya yang mencolok.
Alaric: “Kira, apa sebenarnya yang kau bawa ke sini? Dia... dia tidak terlihat seperti kita. Sepertinya, dia berasal dari tempat lain.”
Kira: “Hiroshi adalah manusia yang tidak memiliki mana atau kemampuan sihir. Kami bertemu dalam keadaan darurat.”
Alaric masih tidak yakin. Dia melangkah lebih dekat, menganalisis Hiroshi dari dekat.
Alaric: “Menarik. Sepertinya kau datang dari dunia yang sangat berbeda. Tanpa sihir, apa yang bisa kau tawarkan?”
Hiroshi merasa tertekan di bawah tatapan itu, tetapi dia tahu harus berjuang untuk menunjukkan kemampuannya.
Hiroshi: “Aku... bisa bertarung dengan baik.” (Dia mengisyaratkan dengan gerakan tangan, menunjukkan sikapnya.)
Alaric: “Bertarung? Dengan cara apa? Tanpa mana, tanpa sihir, kau harus menghadapi banyak tantangan. Namun, kau menarik perhatian.”
Mendengar hal itu, Kira mencoba mendukung Hiroshi.
Kira: “Dia sangat terampil dalam seni bela diri. Mungkin kita bisa belajar sesuatu darinya.”
Isolde, yang baru saja masuk, memperhatikan interaksi ini dengan rasa ingin tahu.
Isolde: “Jenderal, ini adalah kesempatan langka. Kita tidak pernah melihat seseorang seperti Hiroshi sebelumnya. Mungkin kita bisa menggali potensi yang tidak kita ketahui.”
Alaric masih tampak ragu.
Alaric: “Kalau begitu, kita perlu melihatnya berlatih. Jika dia bisa membuktikan dirinya, mungkin kita bisa menemukan jalan untuk membantunya.”
Hiroshi, meskipun cemas, merasa ada harapan. Dia ingin membuktikan bahwa dia bisa berkontribusi di kerajaan ini, meskipun tanpa sihir.
Kira membawa Hiroshi ke area pelatihan, di mana Jenderal Alaric menunggu dengan ekspresi serius. Suasana di sekitar mereka dipenuhi oleh kesatria yang berlatih, suara senjata beradu dan teriakan semangat menggema di udara.
Kira: “Hiroshi, Jenderal Alaric ingin melihat kemampuanmu. Dia tertarik untuk mengetahui lebih lanjut tentang kekuatanmu.”
Hiroshi mengangguk, merasakan campuran antusiasme dan ketegangan. Ia masih bingung dengan bahasa di sekitar, tetapi semangat untuk menunjukkan kemampuannya membuatnya bertekad.
Jenderal Alaric: “Kita akan melakukan duel. Aku ingin melihat seberapa baik kau bertarung tanpa sihir.”
Kira mengamati dengan cemas saat Hiroshi bersiap untuk duel melawan Jenderal Alaric. Dia tahu bahwa Hiroshi tidak memiliki mana atau kemampuan sihir, dan dia masih ragu apakah pemuda ini bisa mengandalkan keterampilan beladiri saja. Namun, Kira sempat melihat Hiroshi mengangkat pedang kayu, dan rasa cemasnya mulai tumbuh.
Kira: "Apa yang akan terjadi jika dia tidak bisa menggunakan pedang dengan baik? Aku belum melihatnya bertarung menggunakan senjata sebelumnya."
Dia menggigit bibirnya, tidak bisa menahan perasaan khawatir. Di satu sisi, dia ingin melihat potensi Hiroshi, tetapi di sisi lain, dia tidak ingin pemuda itu terluka.
Saat Hiroshi memasuki kuda-kuda samurai, Kira menahan napas. Dia mengingat bagaimana Hiroshi, dengan gerakan anggun dan percaya diri, mengayunkan pedang kayu itu. Namun, dia tidak bisa mengabaikan ketidakpastian yang ada di dalam hatinya.
Kira: "Jika dia hanya bergantung pada beladiri, itu mungkin tidak cukup melawan jenderal yang berpengalaman."
Di sisi lain, Jenderal Alaric, dengan tatapan tajam, mengamati Hiroshi. Dia menyadari bahwa pemuda ini memiliki postur yang berbeda dan menunjukkan potensi yang unik.
Jenderal Alaric: "Ayo, tunjukkan kemampuanmu, Hiroshi."
Hiroshi, meskipun merasa tekanan, tetap fokus. Dengan kuda-kuda yang kokoh, dia bersiap menghadapi serangan pertama Alaric. Kira menonton dengan penuh harapan dan kekhawatiran, bertanya-tanya apakah Hiroshi mampu memanfaatkan pengalaman yang dia miliki dari dunia lamanya.
Hiroshi: "Aku akan memberikan yang terbaik!"
Saat pertarungan dimulai, Hiroshi menggunakan teknik samurai yang telah dia asah, mengombinasikannya dengan taktik militer yang telah menjadi bagian dari dirinya.
Kira mengawasi setiap gerakan, mendoakan agar Hiroshi bisa mengatasi tantangan ini dan menunjukkan bahwa dia lebih dari sekadar kemampuan beladiri.
Jenderal Alaric: "Menarik! Aku ingin melihat lebih banyak dari teknikmu!"
Kira merasa bersemangat melihat Hiroshi berjuang, tetapi cemas jika dia tidak dapat menyesuaikan diri dengan senjata di tangannya.
Dalam hatinya, Kira berharap agar Hiroshi mampu membuktikan bahwa dia bukan hanya sekadar seorang pejuang, tetapi juga seorang samurai sejati.