Niat hati memberikan kejutan kepada sang kembaran atas kepulangannya ke Jakarta, Aqilla justru dibuat sangat terkejut dengan fakta menghilangnya sang kembaran.
“Jalang kecentilan ini masih hidup? Memangnya kamu punya berapa nyawa?” ucap seorang perempuan muda yang dipanggil Liara, dan tak segan meludahi wajah cantik Aqilla yang ia cengkeram rahangnya. Ucapan yang sukses membuat perempuan sebaya bersamanya, tertawa.
Selanjutnya, yang terjadi ialah perudungan. Aqilla yang dikira sebagai Asyilla kembarannya, diperlakukan layaknya binatang oleh mereka. Namun karena fakta tersebut pula, Aqilla akan membalaskan dendam kembarannya!
Akan tetapi, apa jadinya jika di waktu yang sama, kekasih Chilla justru jauh lebih mencintai Aqilla padahal alasan kedatangan Aqilla, murni untuk membalaskan dendam kembarannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bukan Emak-Emak Biasa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26. Hanya Dimanfaatkan?
“Cek ... cek. Aqilla ... target sudah menyusul. Hati-hati.”
Melalui headset putih di kedua telinganya, Aqilla mendapatkan informasi terkini. Ia dibantu beberapa mafia yang memantaunya dari belakang. Dikabarkan, Liara dan Angkasa berada persis di belakangnya.
“Mereka beneran nekat. Mungkin setelah menyingkirkanku, dia baru akan minggat!” batin Aqilla sengaja tetap santai jika itu di keramaian. Namun ketika di jalanan yang sepi, Aqilla yang memakai perlengkapan berkendara secara lengkap, akan ngebut. Meski secepat-cepatnya Aqilla, Angkasa yang memang laki-laki dan tampaknya sudah terbiasa balap liar, bisa menyusul.
Setelah mengemudi dengan kecepatan setan, Angkasa sudah ada di sebelah Angkasa. Angkasa membuka kaca helmnya dan tersenyum mengejek kepada Aqilla.
Dengan santai, Aqilla balas membuka kaca helm miliknya. “Kamu pikir, kamu sepenting itu? Neraka sudah menunggumu!” cibir Aqilla dan hanya dibalas senyum lepas oleh Angkasa.
“Asal kamu tahu, hal paling sia-sia dalam hidup ini itu melahirkanmu. Untuk apa orang idiot seperti kamu dilahirkan. Tahu-tahu Liara iblis, tetapi kamu masih membelanya!”
Untuk ucapan Aqilla yang kali ini, dan sampai menyebut Liara ib*lis, Angkasa langsung tidak terima. Tatapannya kepada Aqilla menjadi sangat bengis. Seolah, ia akan menerkam Aqilla detik itu juga.
“Oh, ternyata dia anti kalau Liara dijelek-jelekin?” batin Aqilla yang berangsur menutup kaca helmnya. Ia berada di jalanan sepi yang juga panjang. Kemungkinan Angkasa mengeksekusinya sekarang, sangatlah besar. Bahkan walau itu di siang bolong, pasti orang tidak punya otak seperti Angkasa akan nekat.
Seperti yang Aqilla khawatirkan. Meski ia sudah mengemudi dengan kecepatan penuh, Angkasa sungguh nekat menabraknya. Kecepatan laju motor Angkasa yang lebih cepat, selain jenis motor Angkasa yang lebih besar, menjadi alasannya. Tubuh Aqilla berikut motornya terjebak di semak-semak yang menjadi bagian dari sekitar jalan.
Baru terdiam puas memandangi Aqilla yang tak berdaya tertindih sebagian badan motor, seseorang justru balas menabrak motor Angkasa.
“Hah? Kok Stevan ikut-ikutan?” kaget Aqilla.
Stevan yang memang menabrak Angkasa, buru-buru turun dari motor. Tanpa melepas helm di kepalanya, ia menghampiri kemudian mengamankan Aqilla.
Stevan mengamankan Aqilla dengan sangat hati-hati, kemudian memboncengnya pergi ke arah yang juga menjadi tujuan awal Aqilla. Mereka meninggalkan Angkasa yang tersungkur ke semak-semak ditindih motor, begitu saja. Hal yang awalnya baru saja Angkasa lakukan kepada Aqilla.
Motor yang Stevan tunggangi melaju dengan sangat kencang. Stevan sengaja mengejar waktu lantaran langit kehidupan mendadak gelap, sementara semilir angin juga terasa basah sekaligus dingin. Menandakan jika dalam waktu dekat akan turun hujan.
“Aqilla, Stevan bersamamu. Tidak apa-apa. Harusnya dia bisa dipercaya. Semuanya sudah tahu bahwa dia bergabung dengan kita. Kamu baik-baik saja, kan?” Suara pria dari headset yang Aqilla pakai, terdengar jauh lebih lirih dari sebelumnya. Namun, Aqilla masih bisa mendengarnya dengan jelas.
Tangan kiri Stevan berangsur meraih tangan kiri Aqilla agar mendekap pinggangnya. “Pegangan enggak dosa, kok. Apalagi kamu lagi terluka.”
Ulah Stevan memang mengejutkan Aqilla. Namun, pada kenyataannya Aqilla memang harus berpegangan agar ia tak terlempar dari boncengan Stevan.
“Kali ini, aku berjanji tidak akan mengecewakan kalian!” ucap Stevan yang lagi-lagi meski di antara berisik oleh geludug yang saling beradu, Aqilla tetap bisa mendengarnya dengan jelas.
“Bajjjjiiiingan Stevan. Dikiranya, aku akan menyerah begitu saja?” kecam Angkasa langsung berusaha bangkit. Namun, ia kesulitan sekaligus kesakitan.
Angkasa tidak tahu bahwa beberapa pria yang memakai motor di sekitar sana, merupakan mafia maupun ajudan Stevan. Mungkin karena semuanya berpenampilan biasa, bahkan ada yang mirip akan pergi ke sawah, mencari rumput, atau malah memulung. Terlepas dari semuanya, walau di sana masih ada orang dan suasananya sepi, Angkasa tak takut untuk ‘beraksi’. Nyatanya, baik ketika ia menabrak Aqilla maupun ketika Stevan menabraknya, mereka semua tetap cuek.
Mobil yang Liara kemudikan baru saja lewat. Namun, meski mobil itu berangsur berhenti. Liara yang memakai kacamata hitam dengan bingkai pink, hanya melongok dari kaca jendela sambil memakinya.
“Jalang itu ke mana? Tadi aku lihat, kalian kebut-kebutan?” omel Liara sama sekali tidak ada niatan membantu Angkasa. Ia bertahan di balik kemudi.
Padahal meski bukan berdarah blasteran, sebenarnya Angkasa terbilang tampan di atas rata-rata.
“Bentar ... bentar. Sudah kamu langsung saja ke sana. Beberapa orang kepercayaan papaku masih pantau kok,” ucap Angkasa yang kerap menahan sakit hingga sibuk meringis.
“T—Tolong bantuin dulu, dong. Pegangin motorku bentar. Kaki sama tangan kiriku sakit banget!” ucap Angkasa kali ini merintih.
Posisi Angkasa, sekadar berdiri saja ia masih kesulitan. Angkasa masih belum bisa menyingkirkan motornya.
“Apaan? Nadjis banget. Dikiranya dia Stevan, minta tolong ke aku? Hiiyuueeek!” batin Liara yang pura-pura sibuk. “Sudah, kasih tahu ke aku. Arah jalan*g itu ke mana? Lah, itu di sebelah kamu motornya si jalang, kan?” bawel Liara.
“Iya ... tadi aku sudah sempat menabraknya, tetapi Stevan mendadak datang dan malah nabrak aku,” ucap Angkasa yang memang menjadi sedih. Karena Liara yang ia harapkan peduli kepadanya walau sekadar kasihan, sama sekali tidak melakukannya.
“Hah? Stevan datang dan bantuin si jal*ang?” kesal Liara dalam hatinya.
“Yang pacarnya itu Chilla, kenapa ke kembarannya, Stevan juga care banget? Enggak bisa dibiarin ini!” rutuk Liara dan masih melakukannya di dalam hati.
“Please, ini kaki sama tangan kanan aku sakit banget, Li ...,” mohon Angkasa yang sudah merasa tak karuan.
“Masalahnya, aku takut ketinggalan, Ang. Ya sudah, kamu di sini dulu. Kamu telepon orang papamu.” Liara hanya meminta Angkasa memberitahu posisi Stevan, serta ancang-ancang tujuan Stevan. Ia sama sekali tidak berniat membantu Angkasa, meski wajah Angkasa sudah pucat sekaligus berkeringat.
“Bentar aku telepon orang-orang papaku,” ucap Angkasa pasrah.
“Bilang ke mereka buat tetap bantu aku, meski kamu nunggu di sini, ya!” sergah Liara.
“Ya ampun ... kok rasanya si Liara egois banget ya,” batin Angkasa jadi ragu melanjutkan misinya dalam membantu Liara. Lihat lah, Liara sama sekali tidak peduli kepadanya. Bukan hanya tidak mau turun untuk menolongnya yang terperosok. Karena Liara memang hanya berambisi untuk balas dendam sekaligus menghabisi Aqilla.
“Malahan aku jadi berpikir, sebenarnya ... sebenarnya Lili hanya memanfaatkan aku,” pikir Angkasa tetap menghubungi orangnya melalui sambungan telepon. Tiga orang ia minta tetap membantu Liara. Duanya diminta kembali untuk mengurusnya yang sudah sangat kesakitan.
“Mereka sudah memasuki wilayah Bogor. Ke arah bendungan ....”
Kabar dari Langit barusan benar-benar membuat Liara terkejut. “Ngapain mereka ke bendungan itu? Apakah mereka sengaja menjebakku? Apakah di sana ada polisi?” pikirnya.
Apakah maharaja akan mencintai Aqilla secara ugal ugalan seperti mama elra kepada papa syukur 😍
Penasaran.......
amin🤲