Rama Abimana, seorang pengusaha mudah yang di khianati oleh tunangannya sendiri. Dia dengan sengaja berselingkuh dengan sekretarisnya karena alasan yang tak masuk akal.
Hingga akhirnya dia memutuskan untuk membalas dendam dengan menikahi seorang wanita secepatnya.
Siapakah wanita yang beruntung di nikahi oleh seorang Rama Abimana?
Seorang pengusaha muda terkaya sekaligus pewaris tunggal perusahaan besar Abimana Corporation.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rishalin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
Seperti yang dijanjikan David sebelumnya, hari ini mereka akan mengunjungi rumah Mama Susan untuk kembali memohon maaf sekaligus restu.
Dengan ragu dua pasang kaki itu melangkah memasuki halaman rumah yang cukup luas namun terasa menyesakan.
Mengetuk pintu selama beberapa kali diiringi detak jantung yang berdebar kencang, hingga setelah menunggu selama beberapa saat terlihat seorang wanita paruh baya membuka pintu.
"Mau apa lagi kalian datang kesini? Kalau mau mengemis dipinggir jalan saja." Cecar Mama Susan.
"Kok Mama tega sekali sih mengatakan kalau kita ini pengemis? Padahal kita datang baik-baik kesini untuk meminta maaf kepada Mama." jawab Vika dengan mata yang berkaca-kaca.
"Kamu mengatakan apa? Mama tega? Lalu apa yang kamu lakukan kepada Mama selama ini, kalian memanggilnya apa? Kalian sudah benar-benar mencoreng nama baik Mama, Mama bahkan sampai malu hanya untuk sekedar melangkah keluar rumah." teriak Mama Susan yang kini turut berkaca-kaca.
"Sudah.. berhenti berdebat didepan pintu, masuk, kita bicara didalam." suara berat dan sedikit serak itu berhasil menghentikan perdebatan antara mereka.
Mau tidak mau akhirnya Mama Susan menggeser posisinya, memberi ruang untuk Vika dan David agar bisa masuk, karena ia tidak berani membantah perintah Suaminya.
Setelah tiba didalam, Vika dan David hanya bisa menunduk sembari meremas jari, tatapan tajam yang ditunjukan Pak Anton benar-benar membuat mereka berdua takluk.
"Jadi apa maksud dan tujuan kalian datang kesini?" Pak Anton berkata setelah menyandarkan tubuhnya dikursi.
"Kami ingin meminta maaf Pa, kami mohon agar Mama dan Papa mau merestui hubungan kami." jawab Vika pelan.
"Kalian ingin meminta maaf dan memohon restu? Bukankah kalian sudah menikah? Bahkan kalian sekarang sudah akan memiliki anak, kenapa baru sekarang memohon restu? Bukankah seharusnya memohon restu itu sebelum kalian menikah?" Pak Anton sempat tertawa kecil lalu kembali berubah seram.
"Kami benar-benar minta maaf Pa, saat itu kami egois dan tidak memikirkan bagaimana perasaan Mama dan Papa." jawab Vika yang kali ini diiringi isak tangis, rasa sesal yang tidak terhingga seakan menghimpit batinnya.
"Kalian sudah menikah bahkan tanpa restu kami, kenapa sekarang harus repot-repot meminta restu? Lanjutkan saja apa yang sudah kalian mulai, dan terima sendiri konsekuensinya. Kalian sendiri yang memilih jalan hidup seperti itu. Jadi, kalian harus bisa bertanggung jawab atas pilihan yang kalian ambil. Kalian pasti tahu seperti apa akibat dari pasangan yang berselingkuh lalu menikah secara diam-diam? Dan kalian melakukan semua itu, jadi terima sendiri akibatnya. Tidak usah repot-repot lagi datang kemari, karena jawaban Papa akan tetap sama. Kalian sudah dewasa sekarang, kalian pasti sudah paham apa itu hukum tabur tuai, jika kalian sudah menanam hal buruk, maka jangan salahkan orang lain jika kalian mendapat hasil yang buruk. Papa bukannya ingin membuang kalian, tapi Papa hanya ingin kalian belajar dari perbuatan konyol yang kalian lakukan." Pak Anton memberi nasehat panjang lebar dan berlalu begitu saja meninggalkan Vika dan David.
"Kamu dengarkan Papa kamu mengatakan apa? Sebenarnya Mama juga sayang kepadamu. Mama tidak ingin kamu sampai bernasib seperti ini, bahkan Mama sudah sempat ingin memperbaiki semuanya tapi semuanya sia-sia karena kamu. Jadi, sekarang Mama hanya bisa melepas kamu. Mama juga ingin kamu belajar, apa akibat dari mengambil keputusan yang hanya mementingkan ego semata tanpa memikirkan perasaan orang-orang disekitarmu. Mama hanya bisa berharap kamu selalu diberikan kesehatan dan kemudahan dalam menjalani hidup kamu kedepannya." Mama Susan mengusap lembut puncak kepala Vika diiringi isak tangis, memeluknya selama beberapa saat dan ikut berlalu mengikuti langkah Pak Anton.
Setelah kepergian kedua orang tuanya kini Vika menangis sejadinya dipelukan David, membuat David semakin dihimpit rasa bersalah karena sudah memisahkan Vika dari kedua orang tuanya.
Kini ia merasa egois karena terus mempertahankan Vika disisinya.
Namun, jika dirinya meninggalkan Vika sekarang, sudah tidak ada artinya, yang ada hanya akan semakin menyakiti perasaan Vika.
Sekarang dirinya tidak ada pilihan lain selain terus mencoba sebisa mungkin untuk membahagiakan Vika.
"Kita pulang sekarang ya! Kamu dengarkan apa yang sudah Mama dan Papa kamu katakan? Mereka masih menyayangi kamu, mereka hanya ingin kita belajar dan bertanggung jawab atas keputusan yang sudah kita ambil. Aku berjanji akan terus menemani kamu dan berusaha untuk membuatmu bahagia selama menjalani semua itu." David mengusap lembut bahu Vika lalu merangkulnya untuk segera pergi meninggalkan rumah itu.
Vika hanya bisa terus menangis di sepanjang perjalanan pulang, ia bahkan tidak memperdulikan beberapa pasang mata yang terus menatap kearahnya.
Hingga sampai dihalaman rumah, tangis itu masih belum juga reda, membuat David hanya bisa menggelengkan kepalanya.
***
Kediaman Rama.
Syarin mengerejapkan matanya beberapa kali lalu menyibak selimut yang mengurungnya sejak tadi, melirik jam kecil diatas nakas yang membuatnya membeliak sempurna.
Bagaimana tidak, angka yang tertera disana kini menunjukan pukul 17:15, dengan cepat ia turun dari ranjang lalu segera melangkah lebar menuju kamar mandi.
Ia sempat meringis setelah melangkah beberapa langkah, ia sedikit mencebikan bibirnya saat teringat kejadian semalam.
"Ibu dan anak memang sama-sama gila." Syarin bergumam sebelum kembali melanjutkan langkahnya.
Syarin kini merendam dirinya dalam bathtub, dirinya merasa lebih tenang meski ada sedikit rasa perih diarea bawahnya saat terkena air.
Syarin merendam tubuh yang terasa lelah itu selama beberapa menit didalam sana.
Setelah merasa cukup segar ia segera bangkit dan membilas tubuhnya dibawah shower, meraba area lehernya yang penuhi jejak yang tinggalkan Rama semalam.
"Sebenarnya dia drakula atau manusia sih? Masa dia mengigit leherku sampai sebanyak ini? Dibawah sini juga lagi." Syarin bergumam didepan cermin sambil meraba lehernya hingga turun kebagian bawah yang menampakan dua gunungan besar yang turut ditinggali jejak oleh Rama.
Selesai membersihkan diri dan berpakaian Syarin melangkah keluar kamar dengan malas.
Jujur saja saat ini dirinya benar-benar malas untuk bertemu Bu Windy dan juga Rama.
Syarin kini hanya bisa menghela napas panjang saat dua orang yang malas ditemuinya justru tengah menatapnya dengan senyum mengembang disofa ruang TV.
Mau tidak mau kini Syarin melanjutkan langkahnya menghampiri Rama dan Bu Windy dengan mengukir senyum getir.
"Kamu sudah bangun, Sayang? Kamu pasti lapar ya? Mau makan camilan dulu? atau mau dimasakan sesuatu oleh Bibi sekalian makan malam?" Bu Windy menyambut ramah Syarin untuk duduk disampingnya seolah tidak terjadi apa-apa.
Berbeda dari mertua pada umumnya yang akan mengomel jika menantunya bangun dijam yang bahkan hampir menjelang malam.
"Aku makan camilan dulu saja Mi, biar nanti makan malamnya bersama kalian saja." jawab Syarin datar, ia juga sempat melirik Rama yang juga bersikap seolah tidak terjadi apa-apa.
Ketiganya menghabiskan waktu diruang TV dengan suasana canggung hingga menjelang makan malam, suasana canggung itu mengikuti bahkan hingga ke meja makan.
"Besok Mami pulang ya, agar kalian bisa melanjutkan apa yang sudah kalian mulai." perkatataan Bu Windy berhasil memecah keheningan.
"Terserah Mami saja, toh Mami sudah mendapatkan apa yang Mami mau." jawab Rama datar.
"Iya benar, Mami hanya tinggal menunggu hasilnya sekarang." Bu Windy berkata tanpa rasa bersalah sedikitpun.
"Kalau saja dia bukan Ibu kamu, kuah sup ini pasti sudah mendarat dikepalanya." Syarin bergumam disamping Rama.
Semua tingkah Bu Windy seakan membangkitkan jiwa bar-bar Syarin yang selama ini mulai hilang.
******
******
jadi penisirin.