Kebaikan hati seorang Arsy yang menolong seorang pemuda dan seorang kakek, membuat dirinya harus di kejar-kejar seorang pemuda yang terkenal kejam di dunia mafia. Kenapa?
Jika penasaran, baca yuk!
Oya, semua kisah dalam cerita ini hanyalah fiktif belaka. Tidak bermaksud untuk menyinggung siapapun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pa'tam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 21
Arsy melihat sang papa berjalan melewati dirinya yang sedang bersembunyi. Setelah papanya keluar dari restoran, barulah Arsy keluar dari persembunyiannya.
"Untung papa tidak melihatku, jika papa melihatku bisa ketahuan aku oleh Zio," batin Arsy.
"Ar, hey kenapa bersembunyi?" tanya Zio yang masih penasaran dengan tindakan Arsy.
"Gak ada apa-apa, oya, kamu belum makan, kan? Biar aku traktir," jawab Arsy mengalihkan topik pembicaraan.
"Yakin? Tapi kenapa kartu yang ku berikan tidak kamu gunakan?"
"Aku belum terlalu perlu. Nanti ada saatnya jika aku benar-benar kesulitan uang, baru aku gunakan kartu tersebut."
Arsy pun meminta Zio untuk duduk. Sementara dirinya hendak ke dapur untuk masak sendiri buat Zio dan dirinya.
Zio memandang punggung Arsy yang sedang berjalan kearah dapur restoran. Kemudian pelayan lain datang membawa buku menu.
"Silakan Pak," ucap pelayan itu.
"Aku belum menikah, jangan panggil pak," ujar Zio ketus. Sangat berbeda saat berbicara dengan Arsy.
"Maaf Mas, mau pesan apa?" tanyanya lagi.
"Aku sudah pesan sama pelayan yang tadi," jawab Zio masih dengan nada yang sama.
"Pelayan? Bukankah tadi Nona Arsy?" batin pelayan itu. Kemudian ia meminta maaf dan pergi dari situ.
Beberapa menit kemudian, Arsy datang dengan membawa makanan dan minuman yang tidak ada di menu restoran ini.
"Lama ya? Aku minta izin ke manager untuk masak sendiri buat kamu. Ya, sebagai ganti kamu membawakan aku sarapan," ucap Arsy sambil meletakkan makanan dan minuman didepan Zio.
"Gak kok, kamu tidak ikut makan?"
"Aku masih ada pekerjaan, nanti manager marah jika aku melalaikan pekerjaanku."
Zio menatap Arsy, kemudian ia melihat masakan yang didepannya. Lalu setelah itu ia mengangguk.
Arsy pun pamit untuk melayani pelanggan. Padahal ia ingin keruangan nya. Arsy sengaja masak dua porsi, yaitu untuk Zio dan juga untuknya.
Sedangkan untuknya, Arsy meminta pelayan untuk mengantarnya ke ruang kerjanya.
Zio menyuapkan sesendok makanan ke mulutnya. Tiba ia berhenti mengunyah dan merasa kelezatan makanan yang dimasak oleh Arsy.
Tanpa bicara apa-apa, Zio langsung melahap makanan tersebut hingga habis. Padahal Arsy cuma masak nasi goreng versi nya sendiri. Namun bagi Zio, makanan itu sangat enak menurutnya.
"Masakan nya enak begini, harusnya dia sudah bisa buka restoran sendiri," gumam Zio setelah selesai makan.
Zio masih duduk disitu, hingga pelayan mengambil piring dan gelas kotor. Namun Zio meminta pelayan itu agar memanggil Arsy.
Arsy keluar dari ruangannya dengan memakai pakaian pelayan. Lalu menghampiri Zio yang masih berada di meja tempatnya duduk.
"Ada apa? Teman ku bilang kamu memanggilku?" tanya Arsy.
"Duduk dulu, aku ingin bicara," jawab Zio serius.
Arsy duduk berhadapan dengan Zio. "Tapi jangan lama-lama, soalnya aku harus bekerja."
Zio pun mengangguk lalu ia menyampaikan keinginan untuk membuat restoran buat untuk Arsy.
Arsy menggeleng cepat, alasannya adalah, karena dia ingin bekerja di rumah sakit setelah lulus kuliah.
Zio terus mendesaknya agar Arsy mau menerimanya. Bahkan Zio berencana akan menamai restoran tersebut dengan nama Arsy sendiri.
"Kesempatan tidak datang dua kali, jadi aku harap kamu mau," ucap Zio lalu memegang tangan Arsy diatas meja.
"Maaf, aku tidak bisa terima," ujar Arsy lalu menarik tangannya yang tadi digenggam oleh Zio.
Zio hanya tersenyum, ia mengerti. Karena segala sesuatu tidak bisa untuk dipaksakan. Kemudian Zio mengangguk lalu meminta maaf.
"Kenapa meminta maaf? Kamu tidak salah kok, tapi aku benar-benar tidak bisa menerima tawaran mu itu."
"Ya, aku mengerti," jawab Zio.
Kemudian Arsy meminta Zio untuk pulang. Karena ia harus melanjutkan pekerjaannya dan mengatakan jika ia masih lama.
Zio mengangguk dan mengucapkan terima kasih untuk makanannya. Zio hanya memandang punggung Arsy yang berjalan menjauhinya.
"Apa aku harus jujur saja? Dan mengembalikan kartu yang ia berikan kepadaku?" batin Arsy. Saat ini ia sudah berada di ruang kerjanya.
Arsy menunggu Zio pulang, baru setelah itu dia juga akan pulang. Arsy sebenarnya cukup kerepotan karena selalu diikuti oleh Zio.
David dulu memang mengejar-ngejar dia, tapi tidak separah yang satu ini. Arsy mengira dengan kepergian David keluar negeri, ia bisa terbebas.
Eh ternyata ada lagi yang lebih parah, bahkan sampai mengikutinya ke restoran. Arsy sendiri merasa aneh, meskipun Zio selalu mengikutinya, tapi Arsy tidak merasa ilfil. Tidak seperti waktu David yang mengejarnya.
"Andai Zio tahu jika restoran ini adalah milikku, bagaimana ya reaksinya?" gumam Arsy.
Sementara Zio masih berada di parkiran, ia duduk diatas motornya sambil memikirkan Arsy yang menolak tawarannya.
Padahal ia ikhlas ingin membantu agar Arsy bisa hidup dengan lebih baik lagi. Namun Arsy malah menolaknya.
"Kenapa ya? Apa dia tidak mempercayai aku?" gumam Zio. Zio akhirnya menghidupkan mesin motornya dan segera pergi dari situ.
Sepanjang perjalanan, Zio terus memikirkan tentang penolakan Arsy. Hingga Zio pun tiba di perusahaan.
"Eh, kok malah ke perusahaan," batinnya. Terlanjur datang ke perusahaan, Zio pun masuk.
Namun saat melewati meja resepsionis, Zio pun ditegur dan dilarang masuk sebelum mendaftar diri.
"Pak, maaf. Bapak tidak boleh nyelonong masuk!" cegah resepsionis 1.
Zio menghentikan langkahnya lalu membuka kacamata tebalnya. Resepsionis itu membulatkan matanya saat melihat Zio dengan jelas.
"Tu-tuan Zio, maaf, saya tidak mengenali Anda," ucap resepsionis 1 itu gugup. Wajar sih jika resepsionis tidak mengenali Zio.
Karena biasanya Zio selalu rapi dengan setelan jasnya. Tapi sekarang dengan penampilan culun dan pakaian sederhana.
"Hmmm, lanjutkan pekerjaanmu," ujar Zio.
"Ba-baik Tuan, sekali lagi saya minta maaf," ucap resepsionis itu menunduk.
Zio tidak lagi menjawab, ia terus melangkah menuju lift. Zio yang tidak ada rencana untuk ke perusahaan pun tidak memberitahu Tio.
Setelah tiba di ruangannya, barulah Zio meminta Tio untuk ke ruangannya. Tio mengernyitkan keningnya karena ia tidak tahu jika tuannya berada di perusahaan.
Tio masuk setelah mengetuk pintu. Tio melihat tuannya sedang duduk dikursi kebesarannya.
"Tuan memanggil saya?" tanya Tio. Zio berbalik dengan memutar kursinya. Karena posisinya membelakangi meja kerjanya.
"Bagaimana dengan orang yang menyerangku?" tanya Zio dengan nada dingin.
"Semua sudah di eksekusi Tuan," jawab Tio.
Zio membuka bajunya yang robek dibagian lengannya. Zio tersenyum saat melihat plaster yang ditempel oleh Arsy di lengannya itu.
"Apa ini benar Tuan Zio?" batin Tio lalu mengucek matanya. Tio tidak percaya jika ternyata tuannya bisa tersenyum.
Bertahun-tahun Tio bersama Zio, baru kali ini melihat senyum manis Zio. Biasanya jika Zio tersenyum, pasti orang itu akan menemui ajalnya. Tio menjadi ngeri sendiri.
"Tuan, saya keluar dulu, masih ada kerjaan," pamit Tio. Melihat senyuman Zio, Tio malah takut.
"Duduk dulu, aku belum selesai bicara," pinta Zio.
Tio yang tadinya bangkit pun kembali duduk. Tio merasa suhu diruangan ini semakin dingin.
Tio terus menunggu Zio untuk berbicara, namun setelah beberapa detik, Zio belum juga mengeluarkan suara untuk berbicara.
Zio malah memandang lukanya sambil tersenyum. Menurutnya, ada keuntungannya dibalik penyerangan itu. Tapi jika Zio tidak bangkit dari duduknya, sudah bisa dipastikan nyawanya yang akan melayang.
"Bagaimana perusahaan selama aku tinggalkan?" tanya Zio. Padahal baru kemarin Zio tidak datang ke perusahaan.
"Semuanya baik-baik saja Tuan. Dan kolega bisnis kita akan mengadakan pertemuan minggu depan untuk memperpanjang kontrak," jawab Tio.
Zio manggut-manggut, merasa sudah cukup, Zio pun meminta Tio untuk kembali ke ruangannya.
lagi thor