Kendati Romeo lebih tua belasan tahun, dengan segudang latar belakang militer, dia masih bersedia menikahi Ansela, yang kala itu masih duduk di bangku SMA.
Tapi tentunya, ini diikuti dengan beberapa kesepakatan. Berpikir bahwa hubungan mereka tidak mungkin bertahan lama, mengingat perbedaan usia mereka. Alih-alih suami dan istri, mereka sepakat untuk seperti kakak-adik saja.
Setidaknya, itulah yang dipikirkan Romeo! hingga ketika tahun berlalu, dunianya berahkir jungkir balik.
••
Dia mendapati, bahwa Ansela adalah seseorang yang paling dia inginkan, dan paling tidak bisa dia gapai, meski gadis itu disisinya.
Dengan tambahan persaingan cinta, yang datang dari sahabatnya sendiri, yang kepada dia Romeo telah berhutang nyawa, ini hampir membuatnya kehilangan akal.
“AKU BUKAN KAKAKMU! AKU SUAMIMU.”
••
Baca perjuangan sang Kapten, di tengah sikap acuh tak acuh sang Istri. ✨
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Your Aunty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 8
Bukannya membaik dengan persetujuan Ansela, tapi perasaan tidak enak dihati Romeo malah semakin menjadi.
Dari sofa Romeo menatap Ansela yang sudah terlelap. Pikirannya kemana-mana. Berpikir apa saja yang harus dia berikan pada gadis itu. Sementara disatu sisi, dia kembali teringat dengan panggilan telepon yang belum lama diterimanya. Sesuatu tentang pekerjaan, yang nampaknya akan memberatkan situasi mereka di masa depan.
Tapi ketika itu masih dalam pikirannya, dia tiba-tiba dikejutkan dengan sebuah nomor asing yang masuk tengah malam.
Drrrtttt ....
Siapa ini? pikirnya. Romeo yakin sekali dia sudah cukup selektif tentang siapa yang bisa menelponnya. Jadi tidak mengerti dari mana datangnya telepon itu.
"Halo,"
"Romeo! aku mendengar kau sudah pulang. Romeo ayo kita bertemu, aku merindukanmu."
Romeo berdiri karena kaget. "Daisy?"
"Ya, ini aku Romeo. Ayo bertemu, aku merindukanmu." Mendengar itu semua, Romeo terpaku membisu. Hingga tak lama, mulai terdengar suara isak tangis dari seberang, yang berhasil mengambil kembali kesadarannya. Membuat Romeo sedikit khawatir, "Ada apa? apa sesuatu terjadi?"
"Romeo, aku merindukanmu. Ayo bertemu besok. Tolong jangan menolak ku. Besok mungkin akan menjadi pertemuan terakhir kita, karena aku akan meninggalkan negara ini sebentar lagi."
Hati Romeo nyeri mendengar ini. Dia tahu, suami mantan kekasihnya itu bekerja diluar negeri, jadi wanita itu harus ikut. Ini membuat sedikit kebimbangan dihati Romeo. Namun begitu, dia adalah seorang pria dengan didikan yang konvensional, dan pengendalian diri yang besar.
Walaupun dia masih memiliki rasa dan kerinduan, dia segera menolak dengan tegas. Apalagi ketika ditatapnya wajah Ansela yang terlelap, Romeo semakin bulat keputusannya.
"Maaf, aku tidak bisa Daisy, dan mungkin tidak akan pernah bisa lagi."
Diseberang telepon itu, tangis Daisy pecah, dan terdengar sangat pilu. Membuat hati Romeo "Kalau begitu, aku harus mematikan panggilan ini sekarang. Kalau bisa jangan hubungi aku lagi di masa depan."
TET.
Walau hatinya sakit, tapi Romeo tidak pernah kehilangan akal sehat. Bersama dengan prinsip-prinsip dan nilai-nilai hidupnya, dia berusaha memegang itu semua sebisanya, dan sampai hari ini tidak ada yang bisa membuatnya melanggar itu semua.
Dia adalah pria yang sopan, dan menghormati Daisy dalam hubungan barunya. Jadi jika dia bisa menghormati Daisy yang adalah mantannya; maka dia harus berkali lipat menghormati Ansela yang merupakan Istrinya saat ini.
Romeo tanpa sadar berjalan kearah ranjang. Menatap Ansela dengan perasaan campur aduk. Antara kasihan dan rasa bersalah. Tangan Romeo tanpa sadar mengangkat naik selimut sampai ke leher.
"Selamat malam Sela."
•••
Keesokan paginya, Ansela bangun terlambat.
"Uhhh ...." dengan mengerjap-ngerjap dia menatap langit yang asing.
Satu detik, dua detik, tiga detik. Bruh, dia setengah melompat duduk.
"Astaga dimana aku?"
Ansela benar-benar kebingungan sesaat, sebelum akhirnya menarik nafas lega. "Oh astaga, aku kan dirumah Kak Romeo." Gumamnya pelan sambil mencoba bersandar.
Tapi belum juga bersandar, dia dibuat menegang manakala lintasan pernikahan mereka memutar di memorinya. Hingga begitu matanya menatap jam yang menunjukkan pukul setengah sepuluh, Ansela menepuk jidatnya. "Oh no, betapa memalukannya."
Hari pertama di rumah mertua sebagai menantu, dan aku bangun jam setengah sepuluh? hells noooo. Jeritnya di dalam hati.
"Selamat pagi Nyonya."
Ansela yang sibuk dengan pemikirannya dibuat kaget dengan kedatangan dua orang pelayan. Dengan sebelah alis terangkat, dia menatap bawaan para pelayan. Ada sepiring nasi goreng, buah, susu dan snack kecil. Sementara yang satu membawa semangkuk berisikan air, dengan waslap dan handuk kecil, bahkan sisir.
Sungguh ini terlalu berlebihan, dan dia bukan orang sekaya itu untuk mendapatkan pelayanan seperti ini. Tapi mengingat ini rumah Romeo, memang sedikit tak mengeharankannya. Ayah pria itu adalah seorang jendral di Militer, sementara Ibunya adalah seorang pebisnis dibidang desain interior.
Ansela bertaruh mereka sudah pergi bekerja, begitu pula dengan Romeo. Ya ... walaupun dia tidak yakin, mengingat ini akhir pekan.
"Apa air ini untuk membasuh wajah?" tanyanya sambil membuat gerakan membasuh.
"Ya Nyonya."
Ansela terdiam sebentar, sebelum bertanya lagi, "lalu makanan ini? apa bisa langsung makan di tempat tidur?" tanya Ansela, yang di jawab anggukan mantap oleh kedua pelayan itu.
Tapi Ansela masih tidak puas, jadi ingin memastikan sesuatu. "Baikalah. Apa menurut kalian tidakkah ini terlalu berlebihan? ... maksudku, bagaimana kalian bisa membawa ini ketempat tidur? tidakah kalian berpikir ini pekerjaan yang terlalu berlebihan?"
Kedua pelayan itu saling memandang untuk sekejap, sebelum menjawab dengan cara yang sama. "Kami mendapatkan gaji yang pantas, sesuai pekerjaan kami."
"Benar Nyonya. Tidak ada yang berlebihan dalam pekerjaan ini." Sambung yang satunya.
Mendengar ini Ansela akhirnya mengangguk. Dia merasakan kepuasan. Kalau begitu sudah jelas bahwa mereka bekerja dengan rasa pantas.
Sementara pemikiran Ansela berbeda, kedua pelayan itu mengira yang sebaliknya. Mengira sang Nyonya Muda tidak tahan dengan pelayanan yang mereka berikan, jadi menanyakan pendapat, takut di pecat.
"Apa Nyonya Muda tak suka? tolong katakan kepada kami. Kami hanya sedang melakukan sesuai instruksi Tuan Romeo."
"Oh tidak, tidak." Ansela menggeleng cepat.
"... aku suka, dan sangat suka. Karena kalian tidak merasa ini memberatkan atau aneh, maka mari lakukan saja."
Setelah mengatakan itu, Ansela langsung menutup matanya.
"Maaf Nyonya Muda, apa maksud anda?"
Ansela membuka mata lagi, dan menarik sudut bibir. Dalam pikirannya, jika memang sudah di instruksikan Romeo, dan para pelayan itu puas dengan gaji mereka, maka dia akan pasrah saja.
"Sekarang kalian bisa melakukannya." Ujarnya sambil menunjuk ke arah waslap dan sisir.
Keduanya mengernyit, "Kami akan menyisir dan lap---"
"Ya, tolong lakukan dengan lembut."
Ansela menutup matanya. Dia yakin, para pelayan sudah mengerti.
Sementara kedua pelayan itu sontak saling memandang dengan rahang yang jatuh. Tidak mengapa kalau menyisir, tapi mengelap wajah majikan? mereka masih sangat terkejut.
Berpikir, ... mungkinkah ini yang dimaksud Tuan mereka tadi, bahwa Nyonya Muda harus dilayani bahkan dalam hal kecil?
Meski memiliki banyak pertanyaan, mereka berahkir melakukan itu semua untuk Ansela.
Begitulah Ansela memulai hari pertamanya sebagai menantu, di kediaman sang Mertua. Dia benar-benar cinta pelayanan, jadi memanfaatkan kesempatan sebaik mungkin.
•••
Hingga saat sebelum sore, Romeo kembali ke rumah dan menemukan Ansela sedang duduk bersantai di dekat kolam.
Dengan kedua tangan di saku, dia tersenyum kecil, melihat Istrinya yang masih muda itu.
Di samping Ansela ada teh dan kue, tangannya memegang buku dan benar-benar larut dalam kehidupan senang dan tenang. Romeo yang sempat khawatir sepanjang hari, menarik nafas lega. Sebenarnya ini hari sabtu, dan dia tidak memiliki agenda. Hanya harus pergi, karena ada panggilan dadakan dari markas.
"Sela," Ansela memanggil pelan dengan senyuman. "Sela, ...." dia mulai memanggil beberapa kali, tapi Ansela sangat serius sekali. Wajah gadis itu terlihat sekali tegang, membuat Romeo sedikit tidak senang diabaikan.
Dia akhirnya mengetuk buku bacaan Ansela dan berhasil mengambil perhatian gadis itu.
"Kau sangat---"
"Jangan lakukan seperti itu lagi." Ucapan Romeo terpotong dengan milik Ansela. Perkataan dingin ini, membuat Romeo mematung sebentar.
Dia menatap Ansela yang sedang menatapnya dengan serius. Membuat ketegangan tiba-tiba diantara mereka. Tapi beruntung itu tidak berlangsung lama, karena Ansela langsung menarik sudut bibirnya.
"Astaga, kenapa Kakak serius sekali? aku hanya bercanda." Kekeh Ansa, tapi sebenarnya tidak. Dia tidak bercanda, dia memang tidak suka seseorang mengganggunya saat sedang serius membaca.
Romeo akhirnya ikut tertawa. Dia sempat terkejut. Berpikir apa Ansela benar-benar memperingatkan-nya atau bagaimana? Tapi karena gadis itu terkekeh, Romeo langsung melupakan.
"Maaf tidak mengabarimu saat pergi. Tiba-tiba saja ada pertemuan mendesak. Ayah dan Ibu juga sedang keluar."
Sebenarnya Hana dan Beni sedang keluar, untuk memberikan keduanya waktu bersama sebagai pengantin baru. Tapi tentu saja Romeo tidak bisa mengatakan hal itu.
"Dimana Kak Jordan?"
"Dia sedang di Markas, akan kembali sebentar lagi."
Ansela hanya mengangguk, dia juga bertanya hanya untuk basa basi. Melihat Ansela yang kembali terdiam, Romeo berusaha membuka beberapa percakapan, agar tidak awkward. Tapi sayang itu malah menambah kecanggungan, ketika pertanyaan Romeo sudah sampai pada tanggal menstruasi Ansela.
Ayolah, siapa yang akan memberi tahu Romeo bahwa itu pertanyaan yang konyol dan sensitif, kalau bukan Ansela sendiri. "Kak, dengar ...."
Romeo menggaruk tengkuknya salah tingkah.
"Dengar, ... jangan menanyakan hal seperti itu. Maksudku, ayolah, aku malu hanya dengan mendengar."
Blush. Wajah Romeo langsung memerah.
"... Kakak terlihat kesulitan untuk membangun percakapan, jadi tidak perlu memaksakan diri. Duduk diam tanpa melakukan pembicaraan juga bukan hal yang buruk." Ansels mengatakan itu selembut mungkin, agar tidak menyakiti harga diri sang Kapten.
Untungnya Romeo merespon dengan baik. Setelah melihat tawa kecil Ansela, dia akhirnya tak bisa menahan tawa. "Maaf, maafkan Kakak. Kakak juga baru sadar, kalau tadi sangat canggung. Mau menarik ucapan itu, tapi mana bisa Hehee ...."
Ansela memutar bola matanya. Tidak tahu bahwa Romeo ternyata punya sisi konyol seperti ini.
selalu beda dari yang lain
tapi satu yang PASTI ceritanya selalu bagus