Alyssa tak pernah menyangka, kunjungannya ke rumah mertua justru menjadi momen paling menyakitkan dalam hidupnya. Di hadapan keluarga dan wanita lain yang ternyata calon istri baru sang suami, Reza, ia dijatuhi talak satu. Dalam hitungan menit, Alyssa resmi menjadi janda.
Alasan perceraian itu lebih menusuk lagi—Reza merasa Alyssa tidak lagi menarik karena tubuhnya yang membesar dan tak terawat. Padahal, di balik perubahan fisiknya, ada alasan yang sebenarnya adalah kesepakatan mereka berdua. Namun Reza menolak memahami. Ia tetap memilih pergi.
Kini, Alyssa harus menata hidup dari serpihan luka yang ditinggalkan. Mampukah ia bangkit dari keterpurukan dan menemukan kembali harga dirinya? Ikuti kisah perjuangan Alyssa dalam menghadapi kenyataan pahit dan menemukan jati dirinya yang sesungguhnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Saras Wati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2 - Talak
“Terserah kamu mau terima atau tidak. Yang pasti, Reza akan menikah dengan Clara minggu depan.”
Kalimat itu meluncur tajam dari bibir ibu mertuanya, menusuk hati Alyssa tanpa ampun. Air matanya langsung tumpah, mengalir deras tanpa bisa ditahan.
Alyssa menggeleng cepat, menatap sang suami yang sejak tadi bungkam. Ia menggenggam tangan Reza dengan penuh harap, namun tangan itu ditepis kasar.
Dua adik Reza yang turut hadir di ruang keluarga hanya duduk diam, tak menunjukkan empati sedikit pun. Seolah kehadiran Alyssa tak lebih dari bayangan yang mengganggu.
“Mas... maksud Mama itu apa? Kamu—kamu mau nikah lagi?” suara Alyssa pecah, tubuhnya bergetar. “Kita masih suami-istri... Mas... kenapa bisa begini?”
Reza menatapnya dingin. Tak ada sedikit pun keraguan di wajahnya.
“Kamu udah dengar sendiri, kan? Mama udah bilang semuanya. Dan kamu masih nanya kenapa aku nikah lagi?” Ia tertawa sinis. “Coba kamu ngaca, Sa. Lihat diri kamu sekarang. Siapa yang betah hidup sama perempuan jelek kayak kamu?”
Ucapan itu menghantam keras dada Alyssa. Ia tercekat. Bukannya membela, Reza malah mempertegas bahwa pernikahan baru itu adalah keinginannya.
“Mas... ini semua karena aku pakai KB. Berat badanku naik bukan karena aku nggak usaha. Aku udah coba diet, olahraga... Tapi kamu dulu yang setuju aku pakai KB, Mas. Kamu bilang nggak masalah,” suara Alyssa lirih, berusaha menjelaskan meski tenggorokannya tercekat oleh tangis.
“Aku mana tahu efeknya separah ini,” balas Reza tanpa rasa bersalah. “Lagian, kamu juga salah. Nggak bisa jaga penampilan. Dan satu lagi, aku udah pengen punya anak, tapi kamu belum juga hamil.”
Alyssa terdiam. Ucapan itu membuatnya makin bingung. Selama ini, Reza tak pernah menyinggung soal anak.
“Kalau memang kamu mau anak, kenapa nggak pernah bilang ke aku? Aku siap kok, Mas. Aku bisa berhenti KB. Kita bisa punya anak...”
Namun Reza menggeleng. “Udah terlambat. Aku udah mutusin buat nikah sama Clara. Aku yakin, pernikahan kami akan dikaruniai anak-anak yang cantik dan ganteng. Nggak kayak kamu, dekil, jelek.”
Nyesss...
Hati Alyssa seakan diremas. Ucapan itu lebih menyakitkan dari pukulan mana pun. Ia hanya bisa menunduk, mencoba menahan tubuhnya agar tak rubuh oleh luka yang terus ditambah.
Saat pikirannya mulai dipenuhi dilema — bertahan atau melepaskan — suara ibu mertuanya kembali terdengar, kali ini lebih tegas.
“Besok kalian urus perceraian. Mama nggak mau Reza digangguin urusan rumah tangga lagi. Fokusnya cuma buat Clara. Dan kamu, Alyssa, mulai sekarang siapkan diri untuk keluar dari rumah anak saya.”
Alyssa tak mampu membalas. Tubuhnya mematung, hatinya tenggelam dalam luka yang makin dalam. Apakah ini benar-benar akhir dari pernikahannya?
Tiba-tiba, ibu mertua dan Reza saling pandang. Ada isyarat di antara mereka, dan tak lama kemudian Reza membuka mulutnya.
“Alyssa Zalfa Lashira, hari ini, dalam keadaan sadar, saya, Reza Danendra, menceraikan kamu dengan talak satu.”
Duarrrr...
Petir menggema dari luar rumah, menggelegar di langit yang mulai mendung. Namun suara itu tak sebanding dengan guncangan yang dirasakan Alyssa. Talak itu datang tanpa aba-aba, tanpa peringatan. Ia bahkan belum sempat mengambil keputusan.
“Mas... kamu... kamu nggak salah ngomong kan? Kamu cuma bercanda, kan Mas?”
Alyssa berdiri dengan limbung, mencoba menjangkau suaminya. Namun Reza melangkah menjauh, lalu mendekati Clara yang sejak tadi hanya menyaksikan drama ini dengan senyum simpul.
Dengan santai, Reza menggenggam tangan Clara dan menciumnya dengan lembut. Alyssa melihat itu, dan tubuhnya tak kuat lagi menopang beban kesedihan. Ia jatuh terduduk di sofa, tangannya menekan dada yang terasa sesak.
Tangisnya pecah, melolong dalam diam. Pagi tadi ia masih menyiapkan sarapan dan baju kerja untuk Reza. Kini, semuanya runtuh dalam sekejap. Ia bukan lagi istri dari pria yang dulu ia cintai.
Dan mungkin, tak pernah dicintai sejak awal.