"Cuma karna I-Phone, kamu sampai rela jual diri.?" Kalimat julid itu keluar dari mulut Xander dengan tatapan mengejek.
Serra memutar malas bola matanya. "Dengar ya Dok, teman Serra banyak yang menyerahkan keperawanannya secara cuma-cuma ke pacar mereka, tanpa imbalan. Masih mending Serra, di tukar sampa I-Phone mahal.!" Serunya membela diri.
Tawa Xander tidak bisa di tahan. Dia benar-benar di buat tertawa oleh remaja berusia 17 tahun setelah bertahun-tahun mengubur tawanya untuk orang lain, kecuali orang terdekatnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
"Minum dulu Bro,," Salah satu teman Xander menyodorkan gelas kecil berisi alkohol yang baru dia tuangkan. Suasana di dalam club itu ramai, berisik dan gelap. Sebagian tamu undangan sedang menari, berjoget meliuk-liukkan tubuhnya sesuai irama musik. Club ini sengaja di sewa untuk acara ulang tahun dari anak seorang pejabat.
Serra memperhatikan Xander yang menerima gelas itu dan meneguknya sedikit. Sekalipun Xander seorang dokter, pria itu dari dulu sudah akrab dengan minuman beralkohol. Dulu ketika masih kuliah, hampir setiap malam minggu Xander datang ke club malam untuk sekedar minum. Sekarang Xander sudah membatasi minuman itu dan hanya sesekali meminumnya jika sedang ada party seperti ini.
"Kenapa.?" Xander bertanya pada Serra dengan sebelah alis yang terangkat. Dia sadar sejak tadi sedang diperhatikan oleh Serra.
Serra mengulum senyum lebih dulu sebelum menjawab. "Serra boleh cobain nggak.?" Pintanya. Dia bicara tepat di telinga Xander karna club itu cukup bising.
"Anak kecil dilarang minum. Sudah minum ini saja." Xander mendekatkan gelas oren jus milik Serra yang belum di minum sama sekali. Serra sejak tadi duduk di sebelahnya dan hanya diam mengamati orang-orang di dalam club.
Bibir Serra mencebik karna tidak terima disebut anak kecil. "Coba sedikit saja nggak boleh.?" Pintanya dengan wajah memelas.
"Ani-ani lu kenapa.? Pengen minum juga.?" Seloroh pria yang tadi menyodorkan minuman pada Xander.
Xander hanya menjawab dengan anggukan kecil. Sementara itu, mulut Serra sudah komat-kamit karna di sebut ani-ani. Walaupun kenyataannya memang tidak jauh berbeda dari wanita simpanan. Yang membedakan hanya status Xander masih lajang. Biasanya pria yang memelihara ani-ani adalah pria yang sudah beristri.
"Udah sih kasih aja. Lu kayak bawa bocah SD aja. Anak SMP jaman sekarang aja udah jago minum." Ujar teman Xander.
"Dia belum pernah." Seloroh Xander.
Teman prianya itu langsung tertawa. "Lu yang bener aja. Serius dia belum pernah minum.?Lu dapet dari mana ani-ani polos begini.?" Tanyanya.
"Diem, nggak usah berisik.!" Tegur Xander.
Pria itu hanya terkekeh. Dia melambaikan tangan pada salah satu wanita yang kebetulan duduk menghadap kearahnya. Wanita yang dipanggil tadi langsung berdiri dan menghampiri teman Xander.
"Ngapain manggil-manggil.?!" Serunya dengan wajah judes dan ketus, namun wanita itu duduk tanpa membuat jarak di samping teman Xander. Tu buh keduanya menem pel, padahal sofa yang mereka duduki masih luas.
"Mau minum dari mulut gw nggak.? Ada yang lagi butuh inspirasi." Seloroh teman Xander yang bernama Dion itu. Matanya sempat melirik ke arah Xander dan Serra, membuat wanita di sebelahnya langsung paham maksud ucapannya.
"Jangankan dari mulut lu, dari sini pun gw mau." Jawabnya sembari mera ba pusa ka Dion dari balik cela na dan sedikit mere masnya. Dion tersenyum penuh kepuasan, dia tidak salah memanggil Regina. Sejak masih kuliah, Regina memang terkenal nakal.
"Sial, punya gw udah tegang aja. Setelah ini lu harus tanggungjawab." Ujar Dion. Pria itu buru-buru memasukkan alkohol ke dalam mulut tanpa menelannya. Dia kemudian merengkuh tengkuk Regina untuk dici um dan memindahkan alkohol di mu lutnya ke mu lut Regina.
"Jangan liat.!" Seru Xander seraya menutup kedua mata Serra menggunakan tangannya. Serra berusaha menyingkirkan tangan Xander karna penasaran ingin melihat seperti apa pergu latan bi bir orang dewasa. Apalagi Regina terlihat sangat lihai dan berpengalaman.
Sementara itu, Xander hanya bisa mengumpat dalam hati. Dia kesal karna menyaksikan pergu latan bi bir dan lid ah dua sejoli yang tidak tau tempat itu. Makin lama, keduanya tidak terkontrol. Regina bahkan sudah naik ke pangkuan Dion.
"Dok, lepasin tangannya.!" Serra memukul pelan tangan Xander karna semakin kuat menutup matanya.
"Kita pulang saja." Ujar Xander yang langsung menggandeng tangan Serra dan buru-buru membawanya pergi dari sana.
Serra sempat melongo melihat Regina dan Dion. Walaupun hanya sekilas, tapi dia bisa melihat Regina sudah setengah telanjang.
...*****...
Serra cemberut sepanjang perjalanan pulang. Dia tidak bicara sama sekali dengan Xander karna sedang kesal padanya. Bagaimana Serra tidak kesal, dia sudah membayangkan ber cinta di mobil dnegan Xander, tapi pria itu malah langsung tancap gas setelah masuk ke dalam mobil. Saat di tanya, Xander malah menegur Serra agar berhenti berfikir mesum lagi.
Xander melirik Serra, gadis itu masih bertahan dengan diamnya dan membuang muka ke arah jendela.
"Banyak tempat yang lebih nyaman untuk melakukannya, kenapa memilih di mobil.? Di sana ada cctv, walaupun nggak akan tersebar ke luar, tapi pengelola dan pegawai bisa mengakses cctvnya. Walaupun mobil ini gelap dari luar, nggak ada yang menjamin bisa aman dari cctv." Jelas Xander dnegan sabar.
"Ya, Serra mengerti. Bisa lebih cepat lagi menyetirnya.? Serra sudah ngantuk Dok." Ujarnya tanpa menatap Xander.
"Mau ikut saya ke apartemen.?" Tawar Xander.
"Pulang saja, Serra nggak mau bikin Tante khawatir."
Xander mengangguk paham dan tidak bicara lagi.
...******...
Hari ini adalah acara wisuda di sekolah Serra. Semua murid kelas 3 dan wali murid sudah memenuhi aula sejak pukul 8 pagi. Serra hanya di dampingi Sila karna Beny tidak bisa datang ke Jakarta.
Acara kelulusan dan pelepasan siswa berlangsung hingga pukul 1 siang. Di selingi dengan beberapa persembahan dari para siswa.
Serra juga sempat naik ke atas panggung karna dia masuk dalam 5 besar siswa yang mendapatkan nilai ujian tertinggi.
Begitu keluar dari aula, beberapa temannya menghampiri Serra untuk mengucapkan selamat. Termasuk ke tiga sahabatnya yang saat ini sedang memeluk Serra. Mereka menangis setelah mengucapkan selamat pada Serra. Namun bukan tangisan bangga, melainkan tangis kesedihan karna 2 hari lagi mereka akan berpisah dengan Serra.
"Tega kamu Ser ninggalin kita.?!" Ujar Manda di sela isak tangisnya. Berpisah dengan sahabat seperti Serra membuat Manda merasa kehilangan. Meskipun masih bisa berkomunikasi, tapi rasanya akan beda dibandingkan bisa bertemu langsung.
"Awas aja kalau sampai kamu lupain kita." Seloroh Marisa.
"Aku nggak mau tau, pokoknya kita berempat harus sering-sering kumpul. Paling nggak, sebulan sekali kita ke Surabaya, atau kamu yang ke Jakarta." Usul Nabil.
"Kalian aja deh yang ke Surabaya, tau sendiri aku pindah karna menghindari Papa kandungku." Sahut Serra.
Ketiga sahabatnya mengangguk setuju.
"Mumpung masih ada waktu, kalian jalan-japan saja berempat sebelum kami berangkat ke Surabaya." Ujar Tante Sila.
"Tante nggak apa-apa pulang sendiri.?" Tanya Serra.
Sila mengangguk. "Manfaatkan waktu sebaik mungkin, nanti kalian pasti merindukan masa-masa pergi berempat seperti ini." Ucapnya penuh pengertian.
"Makasih ya Tante." Seru mereka bersamaan.
Mereka berempat lalu pergi ke salah satu mall setelah mendapat ijin dari orang tua masing-masing. Mereka menghabiskan waktu dengan nonton bersama, makan, sampai karaokean dan keluar dari mall pukul 6 sore.
"Aku duluan ya, Dokter Xander udah nungguin di lobby." Pamit Serra begitu keluar dari tempat karaoke.
"Iya iya, yang mau ngasih kenang-kenangan terakhir. Jangan lupa kasih service terbaik ya." Canda Nabil sambil terkekeh.
"Ingat, pakai gaya helikopter Ser." Seloroh Marisa, gadis itu kemudian terkekeh geli.
"Ko kop Ser,, langsung ko kop aja di mobil." Seru Manda tak kalah jahil.
Serra tidak bisa menahan diri untuk tidak tertawa. "Dasar gila kalian." Ejeknya kemudian bergegas pergi dari sana.
Serra menghampiri mobil Xander, dia sedikit terkejut saat membuka pintu karena mendapati buket uang diatas kursi.
"Ini buat Serra, Dok.?" Tanyanya sambil mengangkat buket bunga itu agar dia bisa masuk dan duduk di sana.
"Memangnya buat siapa lagi." Jawab Xander dengan ekspresi datar seperti biasa.
Serra menutup pintu mobil tanpa mengalihkan pandangannya dari buket di pangkuannya. Buket uang seratus ribuan yang dibentuk bunga mawar besar. Entah berapa nominalnya, yang pasti sangat banyak.
"Makasih Dok." Ucapnya. Senyum di bibir Serra merekah.
Xander hanya mengangguk, dia melajukan mobilnya menuju apartemen, sesuai permintaan Serra tadi pagi yang ingin menginap malam ini.
mstinya lngsng d dor aja pas ktmu td,kn biar ga bs kbur.....tp yg nmanya pnjht,dia jg pst lcik lh....apa lg ada zayn,mngkn anknya bkln d jdiin sndera.....