Dia bukannya tidak sayang sama suaminya lagi, tapi sudah muak karena merasa dipermainkan selama ini. Apalagi, dia divonis menderita penyakit mematikan hingga enggan hidup lagi. Dia bukan hanya cemburu tapi sakit hatinya lebih perih karena tuduhan keji pada ayahnya sendiri. Akhirnya, dia hanya bisa berkata pada suaminya itu "Jangan melarangku untuk bercerai darimu!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon El Geisya Tin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
“Memangnya, di mana Karina? Apa kamu gak menyembunyikannya di sini?”
“Gak!” Deril berkata sambil menarik tangan Shima agar perempuan itu mengganti pakaian bersamanya.
Tangan Shima begitu dingin dan terasa lemah, ini agak tidak biasa. Sebab, Sha yang dulu, selalu menggenggam tangan Deril, dengan erat seolah takut jika dilepaskan.
Shima melangkah sambil mengangkat gamisnya dan berusaha melepaskan pegangan tangan Deril yang begitu kuat menggenggamnya.
“Untuk apa aku harus ganti baju di sini? Gak ada bajuku, kan, di lemari? kata Shina. Dia sudah tidak memiliki apa-apa di sana, semua barang-barang miliknya sudah berganti menjadi milik Karina.
“Ganti bajumu!” kata Deril lagi setelah mereka tiba di ruang ganti.
Shima tidak punya alasan untuk menolak, dia memang kedinginan. Penyakitnya tidak bisa mentolerir keadaannya dengan baju basah terlalu lama.
“Kalau begitu, kamu keluar dulu!” kata Shima. Dia pikir sekarang mereka tidak punya ikatan suami istri lagi, tidak mungkin membuka pakaian di depan Deril lagi.
Deril melotot dan mendengus kasar sebelum berkata, “Apa kamu berhak mengusirku?”
Aih!
Shima bukannya tidak tahu kalau kamar itu milik Deril, tapi masalahnya, mereka bukan suami istri. Juga, bukan haknya untuk berada di kamar berdua, tidak mungkin mereka ...
Ah, sudahlah.
Shima akhirnya menuruti perintah Deril dengan perasaan tidak berdaya. Dia melirik Deril sinis, pria itu menunggunya, sambil duduk di sisi ranjang.
Shima membuka lemari pakaian di ruang ganti itu dengan sedikit ragu.
Aneh.
Semua pakaiannya yang dulu masih ada di sini, tidak ada bekas sama sekali kalau Karina, atau siapa pun pernah menyentuhnya. Susunan serta lipatannya pun masih sama seperti saat terakhir kali dia pergi dari sana.
Sebenarnya kalau dipikir-pikir, Karina tidak mungkin memakai bajunya, sebab baik ukuran dan selera mereka jauh berbeda. Karina tidak memakai jilbab, tidak seperti dirinya yang selalu memakai baju muslimah di mana pun berada.
Tiba-tiba tersungging sedikit senyum di bibir Shima.
Shima mengambil sebuah tunik batik, kerudung dan kulot warna senada. Lalu, memakainya di kamar mandi. Dia menyalakan shower, dan muntah di wastafel. Keinginan itu sudah ditahannya sejak tadi. Suara gemericik dari air yang jatuh ke lantai, menyamarkan suara saat dia mengeluarkan isi perutnya.
Saat bercermin, dia melihat wajahnya seputih mayat. Bibirnya gemetar dan matanya merah.
Shina membasuh wajahnya berulang kali karena dia tidak ingin dilihat Deril dalam keadaan begini.
Ada darah segar yang ikut keluar bersama sisa-sisa makanan. Pemandangan seperti itu sudah beberapa kali terjadi, dan kali ini, darah yang keluar lebih banyak lagi.
Setelah membersihkan semuanya, Shima keluar kamar mandi. Deril tidak ada di tempat tidur, membuat Shima sangat bersyukur. Dia bisa menenangkan diri lebih lama lagi. Duduk di sofa yang hangat sambil melihat pemandangan di luar jendela kamar.
Ini sudah lama sekali.
Tapi, di mana Deril?
Shima berjalan keluar kamar karena ingin minum segelas air hangat. Dia harus menghilangkan rasa darah yang masih menempel pada lidah. Saat melewati tangga, dia mendengar Deril berbicara di telepon.
“Biarkan dia istirahat, lakukan perawatan seperti petunjuk dokter, lain kali kamu harus lebih hati-hati pada Freya,” kata Deril sambil menoleh ke arah Shima. Suara pria itu terdengar lembut dan penuh perhatian, menunjukkan kasih sayang yang sangat dalam.
Mungkin dia sedang bicara dengan Karina.
Karina adalah perempuan yang lembut dan cantik. Gadis itu adalah kekasih Deril di masa lalu –saat masih SMP -- jauh sebelum dia bertemu dengan Shima. Sekarang, dengan hadirnya Karina kembali dalam kehidupan Deril, seolah membuka kenangan lama keduanya.
Shima berjalan cepat ke hadapan Deril dan berteriak kesal, begitu Deril memutus sambungan teleponnya dengan Karina.
“Kamu memberi nama Freya pada anak itu?”
Shima menatap Deril penuh rasa tak percaya, Deril tidak mengatakan apa pun, sekedar untuk meminta izin menggunakan nama pilihannya.
Deril mengangguk.
“Kurang ajar kamu, Deril! Itu nama anakku, ganti nama anak itu!”
Freya adalah nama yang Shima persiapkan untuk buah hatinya. Sementara Freya yang sekarang adalah, anak kakak iparnya dengan Karina. Dia tidak rela dan matanya sudah berkaca-kaca.
Deril bergeming dan memasukkan kedua tangannya ke saku celana. Biar bagaimanapun juga dia adalah ayah angkat Freya.
Apa Shima tidak bisa mengerti juga? Untuk apa dia mempertahankan sebuah nama yang, bahkan, anaknya sudah tidak ada.
Sama saja bagi Deril nama itu diberikan pada anak Karina atau anak orang lain.
Dia saat itu di minta oleh Karina untuk memberi nama pada anak yang telah dilahirkannya. Namun, yang terpikir di kepala Deril hanyalah nama Freya.
“Duduk dan makanlah! Bibi Memei sudah membuatkan sup untukmu!” kata Deril sambil menunjuk semangkuk sup di atas meja dengan dagunya.
“Ganti dulu nama anak itu atau—“ kata Shima dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
“Atau apa?”
“Apa benar anak itu anakmu, Pak Deril?”
Deril mengangguk pelan, tapi tatapan matanya menyiratkan perasaan yang rumit. Dia tahu jawabannya akan membuat Shima semakin salah paham. Namun, dia juga sudah membuat komitmen dengan Karina akan mengakui Freya sebagai anaknya.
Memang apa salahnya? Shima seharusnya bisa mudah mengerti.
“Jadi benar, kamu sudah berselingkuh dengannya selama kamu sering di luar negeri, apa kamu ingat waktu itu aku sering kesepian?”
Deril mengerutkan alisnya saat mendengar ucapan Shima. Namun, dia enggan menjelaskan sesuatu.
Dia membiarkan semua kesalahpahaman di antara mereka.
Shima tersenyum miris, dahulu dia berusaha untuk tidak mempercayai rumor yang beredar tentang hubungan Karina dan suaminya. Dia tetap bersikap baik dan menghormati Deril serta keluarga besar suaminya seperti keluarganya sendiri.
Dia seperti penjilat yang selalu menyenangkan mertuanya, saudara-saudara iparnya, juga paman serta bibi Deril. Kakek nenek Deril juga dia beri perhatian dan kasih sayang yang tulus, sebagai menantu yang berbakti.
Namun, pengakuan Deril ini adalah untuk yang kedua kali. Jadi, dia tidak mungkin bohong soal hubungan terlarangnya selama ini. Mungkin saja Karina senang dengan kebaikan adik iparnya yang siap menjadi pengganti suami siaganya.
Ya, Deril sering mengaku ada urusan di luar negeri saat Shima sedang hamil muda. Ketika Deril kembali ke negaranya dan mengatakan bahwa urusannya sudah selesai, ada Karina di sisinya yang sedang hamil tua.
Peristiwa itu sudah berlalu dua tahun, tapi seolah sekarang terjadi lagi.
Hati Shima kembali membara dan terbakar, tapi tetap saja dia tak berdaya. Dia kemudian duduk untuk menikmati sup, sambil berusaha menetralisir perasaannya. Niatnya makan sup itu demi menghangatkan perut.
“Apa kamu mau minta kompensasi?” kata Deril, mengalihkan pembicaraan, sambil melihat jam tangan.
Shima duduk di salah satu kursi yang cukup jauh dari Deril. Dia berniat makan sup itu demi menghangatkan perutnya.
“Mut’ah maksudmu? Pemberian setelah perceraian itu dibolehkan kalau mampu, tapi kalau kamu gak mau ngasih gak masalah, aku gak minta apa-apa dari kamu!” kata Shima, dia duduk di salah satu kursi yang cukup jauh dari Deril.
“Kita gak perlu bercerai, tidurlah di sini!”
“Aku gak mau!” Shima berkata dengan merasa jijik. Dia menolak sentuhan Deril lagi sebab laki-laki itu sudah tidur atau bersentuhan dengan Karina selama ini.
Dia tidak mau disentuh lelaki yang sudah berhubungan badan dengan perempuan lain.
“Kamu mulai membangkang padaku sekarang?”
“Pak Deril, kita sudah bukan suami istri lagi! Jadi, apa aku masih harus menurut padamu?”
Deril merasakan perbedaan sikap Shima yang tidak biasa. Bahkan, gadis itu tidak mengeluh apa pun padanya. Sikap manja dan kekanakan yang selama ini melekat padanya hilang entah ke mana.
Seharusnya dia merengek untuk digosok punggungnya atau minta diolesi minyak kayu putih di perutnya. Deril sangat hafal kebiasaan istrinya itu di kala kehujanan.
“Ke mana saja kamu setahun ini, Shima?”
Terima kasih telah membaca! Jangan lupa like 😊👍
semoga mendapatkan lelaki sederhana walaupun tidak kayak raya tapi hidup bahagia
aku cuma bisa 1 bab sehari😭