Kaiya Agata_ Sosok gadis pendiam dan misterius
Rahasia yang ia simpan dalam-dalam dan menghilangnya selama tiga tahun ini membuat persahabatannya renggang.
Belum lagi ia harus menghadapi Ginran, pria yang dulu mencintainya namun sekarang berubah dingin karena salah paham. Ginran selalu menuntut penjelasan yang tidak bisa dikatakan oleh Kaiya.
Apa sebenarnya alasan dibalik menghilangnya Kaiya selama tiga tahun ini dan akankah kesalapahaman di antara mereka berakhir?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
Dia tertangkap basah. Kaiya tertangkap basah telah menguping. Astaga ... Mau di taruh di mana mukanya sekarang. Ia sangat malu, benar-benar malu. Ia bisa merasakan Ginran tengah berdiri dibelakangnya saat ini. Lalu tangan pria itu tiba-tiba menyentuh bahunya, membuatnya berbalik menatapnya.
Kaiya menelan ludah. Bingung dan merasa kalut bagaimana dirinya menghadapi Ginran nanti. Pria itu menatapnya lama dengan tatapan seringaian yang begitu jelas di wajahnya.
"Kamu sengaja nguping kan?" ujar Ginran sambil memicingkan matanya, kontan mata Kaiya melebar. Ginran tahu gadis itu pasti kebetulan sedang berada di tempat ini dan tidak sengaja mendengar Sandra menyatakan cinta padanya. Dari dulu menguping pembicaraan orang lain bukanlah gaya Kaiya. Namun Ginran sengaja bilang begitu hanya untuk menggoda Kaiya. Liat buktinya, ekspresi gadis itu sungguh lucu di mata Ginran. Kalau hubungan mereka masih sedekat dulu, pria itu pasti sudah mencubit gemas pemilik pipi berwajah manis itu.
"A ... Aku bener-bener nggak sengaja, suara kalian sangat kuat jadi mau nggak mau aku bisa mendengarnya." balas Kaiya datar.
Ginran tersenyum remeh. Nggak asyik. Kaiya yang sekarang sudah berubah jauh dari yang dulu. Ternyata bukan hanya cowok itu saja yang berubah, Kaiya juga. Tapi Ginran masih ingin berlama-lama dengan gadis ini. Apalagi suasananya pas. Mereka berada di tempat yang sepi. Bukan berarti lelaki itu bebas melakukan apapun yang dia mau, ia hanya ingin berdua lebih lama dengan Kaiya.
Lalu tanpa ijin Ginran membuat Kaiya duduk dibawah pohon tersebut di susul dengan dirinya. Kaiya yang awalnya merasa terkejut, cepat-cepat berdiri bermaksud pergi dari situ namun Ginran kembali menahannya.
"Duduk." katanya dengan nada suara tidak bisa dibantah.
"Temani aku sebentar." kali ini suara pria itu melembut. Kaiya sempat terenyuh tapi hanya sebentar karena ia langsung menyadari dirinya yang tidak pantas bersama pria ini. Akhirnya mau tak mau gadis itu harus menunggu sedikit lebih lama agar bisa pergi dari situ.
Kaiya dan Ginran kini duduk bersebelahan. Suasana berubah hening seketika. Tak ada satupun di antara keduanya yang buka suara lebih dulu. Kalau Kaiya murni karena dirinya tidak tahu mau ngomong apa, sementara Ginran sendiri hanya fokus menatap ke depan. Menikmati angin yang berhembus sejenak sambil sesekali mengamati Kaiya dari sudut matanya.
"Kenapa ambil jurusan musik?" cowok itu bertanya kemudian. Ia bisa lihat Kaiya menoleh dari sudut matanya. Ginran ikut memiringkan kepala hingga keduanya saling menatap. Cukup lama mereka berpandangan dan akhirnya Kaiya yang kalah. Gadis itu lebih dulu memalingkan wajah, entah malu atau memang tidak betah di dekatnya.
"Kamu nggak ada bakat di bidang itu, dulu katamu ingin belajar bisnis dan membantu papamu mengelola perusahaan." Ginran ingat jelas karena gadis itu pernah curhat padanya dulu. Karena kakaknya tidak mau meneruskan perusahaan keluarga, ingin fokus mau jadi pianis, jadi Kaiya berinisiatif mau membantu papanya, menggantikan sang kakak. Lagipula, ia juga senang belajar bisnis. Makanya rasanya aneh ketika tahu gadis itu malah ambil jurusan yang bertolak belakang dengan harapannya.
"Entahlah, aku cuma pengen belajar musik sekarang. Nggak ada alasan lain." jawab Kaiya seadanya. Ia sendiri tidak tahu kenapa mengambil jurusan tersebut padahal tidak ada bakat sama sekali. Mungkin karena itu adalah bagian dari jurusan kakaknya dulu. Dalam hati kecilnya, dengan belajar musik, ia bisa sedikit lebih dekat dengan sang kakak yang entah berada di mana sekarang.
Ginran memiringkan wajahnya lagi menatap Kaiya. Walau mereka duduk berdekatan, nyatanya gadis itu terasa begitu jauh. Tidak seperti dulu. Kaiya begitu dingin sekarang dan tidak banyak bicara. Sesaat Ginran tertegun. Ingin rasanya pria itu memeluk Kaiya tapi ia berusaha menahan diri. Belum saatnya. Hubungan mereka belum jelas saat ini. Ginran harus mencari tahu ada apa dengan gadis ini untuk masuk ke dunia barunya. Perubahan besar Kaiya sungguh membuatnya penasaran. Dan dia harus tahu. Dia akan membayar orang mencari informasi dan apa saja yang telah Kaiya alami selama tiga tahun ini. Karena dia yakin pasti ada sesuatu yang terjadi pada gadis ini.
Seminggu ini pria itu sudah berusaha menghilangkan perasaannya, tapi tetap tidak bisa. Kaiya terlalu berharga. Entah racun apa yang sudah Kaiya berikan padanya, yang pasti Ginran tidak pernah bisa benar-benar melupakan gadis itu. Apalagi saat mengingat masa-masa indah yang pernah mereka lewati dulu.
"Yaya ..."
sebelum Ginran melanjutkan perkataannya, ponsel gadis itu berbunyi lagi. Dalam hati Kaiya bernafas lega. Berterimakasih pada si penelpon. Setidaknya siapapun yang menelponnya sekarang tanpa sengaja membantunya bisa pergi dari tempat itu.
"Aku harus pergi, masih ada kelas setelah ini." ucap Kaiya lalu bangkit dari rumput yang ia duduki dan berjalan cepat meninggalkan Ginran yang terus menatap kepergiannya dari belakang.
"Apa yang sudah kamu lewati tiga tahun ini?" gumam pria itu pada dirinya sendiri, lalu menghembuskan nafas panjang.
"Ginran, kenapa di sini?"
Darrel menatap heran pada Ginran yang duduk sendirian dibalik pohon besar yang berada di belakang kampus tersebut. Ia ingin ke markas mereka yang letaknya memang berada dibagian belakang kampus, namun langkahnya terhenti saat melihat Ginran tengah duduk sendirian dibalik pohon.
Darrel tahu Ginran memang suka menyendiri. Tapi biasanya pria itu akan memilih rooftop sebagai tempatnya menyendiri, bukan malah bersembunyi dibalik pepohonan.
"Tadi ada anak kucing, gue menemaninya sebentar." sahut Ginran lalu berdiri dari tempatnya duduk. Alis Darrel terangkat.
"Anak kucing?" perasaan selama berada dikampus ini ia tidak pernah lihat ada kucing yang berkeliaran di sekitar sini. Matanya mencari-cari ke segala namun tak menemukan anak kucing yang di katakan oleh sahabatnya itu.
Ginran sendiri hanya tersenyum. Maksudnya anak kucing kan memang bukan benar-benar kucing. Tapi ia tidak mau menjelaskan. Biar saja Darrel bingung sendiri.
"Jiro dan Naomi mana?" tanya cowok itu kemudian. Mereka berbicara sambil berjalan.
"Masih ada urusan. Mereka berdua sibuk cari-cari sponsor buat festival nanti. Biarin aja." sahut Darrel. Ginran mengangguk-angguk mengerti. Memang urusan club, Jiro dan Naomi paling antusias. Berbanding terbalik dengan Darrel dan Ginran. Keduanya hanya ikut-ikutan saja.
"Oh ya, kapan lo tanding?"
"Setelah festival. Gue masih perlu latian biar bener-bener siap nanti." Ginran mengangguk-angguk mendengar perkataan Darrel. Lelaki itu bergabung sebagai salah satu anggota tim menembak kampus sejak pertama berstatus sebagai mahasiswa dikampus tersebut. Darrel cukup berbakat. Ginran, Jiro dan Naomi sebagai sahabat tentu saja sangat mendukung hobi Darrel. Mereka tidak pernah melewatkan tiap kali Darrel bertanding.
kisah Nauroz sama Amber seru ga terlalu Tegang dan ketawa terus
Untuk kisah Yara juga bagus
Agus sedih Banget Wkwkkwkwk
Agus Dipabel ( Iwak ?? )
A Gus Miftah??
Belom tau pawang nya kaiya 😂😂
Peter diikuti, Ginran diikuti..
hidup cm buat sakit hati
MURI (Museum Rekor Indonesia), ya adanya di Indo aja😭gak sampe luar negeri