Cintanya pada almarhumah ibu membuat dendam tersendiri pada ayah kandungnya membuatnya samam sekali tidak percaya akan adanya cinta. Baginya wanita adalah sosok makhluk yang begitu merepotkan dan patut untuk di singkirkan jauh dalam kehidupannya.
Suatu ketika dirinya bertemu dengan seorang gadis namun sayangnya gadis tersebut adalah kekasih kakaknya. Kakak yang selalu serius dalam segala hal dan kesalah pahaman terjadi hingga akhirnya.........
KONFLIK, Harap SKIP jika tidak biasa dengan KONFLIK.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NaraY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11. Cemas.
Semalaman Dilan yang keras kepala menolak untuk di bawa ke rumah sakit. Hingga hari nyaris pagi, Bang Rama tidak bisa memejamkan mata. Setelah kejadian tadi tubuh Dilan mendadak menggigil dan meriang. Sungguh Bang Rama sampai panik di buatnya.
Bang Rama sudah sebisa mungkin merawat Dilan. Namun keadaan Dilan tak kunjung membaik. Batin Bang Rama menjadi gelisah tak karuan. Ia juga sudah mencoba menghubungi beberapa orang rekannya namun nampaknya mereka sedang sibuk dengan urusan masing-masing.
"Bagaimana ini??? Aku harus minta bantuan siapa??" Gumam Bang Rama cemas sendiri. Dadanya terasa tertekan sesak memikirkan demam Dilan yang tak kunjung mereda. "Haruskah aku menghubungi dia?? Hatiku tidak ikhlas Dilan bertemu dengannya."
Belum saja beban di hatinya mereda, Dilan bangkit mengagetkan Bang Rama. Dilan berlari menuju kamar mandi meskipun tenaganya nyaris tak bersisa. Dengan langkah cepat pula Bang Rama mengikutinya.
Dilan muntah hebat, sekujur tubuhnya gemetar sampai merosot di lantai. Untung saja Bang Rama masih bisa menahannya hingga Dilan tidak benar-benar ambruk di lantai.
Bang Rama berpikir keras. Mau tidak mau dirinya berusaha untuk mengalah dan menekan rasa benci dalam diri demi Dilan dan bayinya. Ia segera mengambil ponsel di sakunya lalu menghubungi seseorang hingga panggilan teleponnya terjawab.
"Bantu saya..!! Dilan mual."
:
Papa Hanggar hanya mengintip Dilan dari luar kamar. Disana Bang Rama mondar mandir tidak bisa tenang menunggu Dilan yang sedang mendapatkan perawatan dari Mama Arlian.
"Lama sekali, apa tidak ada cara atau obat yang paten untuk mengatasi mual dan lemasnya?" Tegur Bang Rama.
"Tidak ada, kehamilan adalah sebuah proses. Kita hanya bisa sedikit mengurangi tapi tidak bisa sepenuhnya menghilangkan secara drastis di awal kehamilan." Jawab Mama Arlian.
"Kalau tau sesulit ini, kenapa wanita ingin bolak balik hamil?" Celetuk Bang Rama sama sekali tidak paham dengan jalan pikiran wanita.
"Salah satu alasan adalah kita manusia harus hidup menyesuaikan dengan kodratnya. Kodrat wanita adalah haid, menyusui dan melahirkan.. selebihnya adalah bentuk bakti." Jawab Mama Arlian.
Bang Rama menggeleng gemas lalu segera keluar dari kamar. Saat di depan pintu kamar, Bang Rama berhadapan langsung dengan Papa Hanggar. Malas bertemu dengan sang Papa, Bang Rama pun menghindar.
"Dilan pasti baik-baik saja..!!" Kata Papa Rama.
Bang Rama melanjutkan langkahnya hingga ke teras belakang rumah. Ia memilih duduk disana sembari menunggu adzan subuh tiba.
~
"Apa sudah baikan, Ma?" Tanya Papa Hanggar.
"Sudah lebih baik, Pa. Tapi harus tetap pakai infus. Dilan benar-benar lemah." Jawab Mama Arlian.
"Maa.. benarkah anak itu bisa di tolong?"
"Insya Allah bisa Pa. 'Cucu' kita ini akan sehat sampai saatnya lahir nanti." Kata Mama Arlian.
"Terima kasih banyak ya Ma. Mama bisa menyayangi Rama setulus hati dan sekarang bersedia menerima dengan ikhlas 'anaknya'." Ujar Papa Hanggar sembari membelai puncak kepala Mama Arlian yang kini rapat bertudung jilbab.
"Kenapa harus berterima kasih, Pa. Mama senang ada anggota baru yang akan hadir dalam keluarga kita. Mama lihat menantu kita ini juga baik. Kita sudah beranjak tua Pa, apalagi yang kita inginkan di dunia ini. Saat ini kita hanya perlu fokus beribadah dan yang pasti melihat anak-anak bahagia adalah kebahagiaan tersendiri bagi kita." Jawab Mama Arlian.
Papa Hanggar mengecup kening sang istri bersamaan dengan berkumandangnya adzan subuh. Papa Hanggar tersenyum lembut penuh kehangatan.
"Ayo sholat subuh dulu..!!" Ajaknya.
...
"Kamu berangkat saja, biar Mama yang jaga Dilan." Kata Mama Arlian melihat Bang Rama tampak gelisah dan tidak ikhlas meninggalkan Dilan di rumah.
Masih ada banyak keraguan dalam hati Bang Rama namun dirinya pun tidak bisa meninggalkan pekerjaannya sebagai seorang abdi negara.
"Percayalah dengan Mama sekali saja..!!" Pinta Mama Arlian meyakinkan Bang Rama.
Tak lagi banyak bicara, Bang Rama mengecup kening Dilan kemudian berangkat menuju Batalyon.
...
Danyon sampai menggeleng karena banyak pekerjaan Bang Rama yang berantakan.
"Abang sudah monitor dan ACC pengajuan nikah kantormu. Sebenarnya apa karena urusan nikah ini kamu jadi tidak fokus kerja????" Tegur Danyon. Baru kali ini dirinya merasa tidak puas dengan hasil kerja junior nya.
"Siap.. salah, Abang. Maaf.. istri saya sedang mual-mualnya awal kehamilan. Saya cemas sekali Bang." Jawab Danyon.
"Owalah.. ciut sekali nyalimu. Istri mual mah biasa, Ram. Istri saya saja sedang hamil anak ke tiga. Santai saja, lagipula bukan kita yang merasakan. Suruh siapa masih mau terima orderan." Kata Danyon.
Bang Rama sampai membuang nafas berat mendengarnya. "Apa Abang yakin nggak akan akan ngambek kalau ditolak? Saya saja yang masih hitungan bujang bisa sakit kepala. Masalah goal atau tidaknya, itu sesuai kesepakatan. Kalau sudah terlanjur jadi ya jangan menyalahkan siapapun, itu rejeki."
"Berani ya kau nasihati Abang. Anak juga baru setengah jadi." Ejek Danyon melirik Bang Rama. "Ya mau bagaimana lagi. Anak Abang perempuan semua. Mudah-mudahan yang ke tiga ini laki-laki."
"Aamiin.. semoga perempuan, Bang." Jawab Bang Rama pelan.
"Ramaaaaaaaaa..!!!" Pekik Danyon gemas sendiri.
.
.
.
.