Diego Murphy, dia adalah seorang pembunuh berdarah dingin, dan dia juga adalah seorang mafia yang telah mendedikasikan hidupnya untuk mengabdi kepada klan Dark Knight. Bahkan dia telah mendapatkan julukan sebagai The Killer, siapapun yang menjadi targetnya dipastikan tidak akan pernah bisa lolos.
Ketika dia masih kecil, ayahnya telah dibunuh di depan matanya sendiri. Bahkan perusahaan milik ayahnya telah direbut secara paksa. Disaat peristiwa kebakaran itu, semua orang mengira bahwa dirinya telah mati. Padahal dia berhasil menyelamatkan dirinya sendiri.
Setelah beranjak dewasa, Diego bergabung dengan sekelompok mafia untuk membalaskan dendamnya dan ingin merebut kembali perusahaan milik ayahnya.
Disaat dia melakukan sebuah misi pembunuhan terhadap seorang wanita, malah terjadi sebuah insiden yang membuat dia harus menjadi menantu dari pembunuh ayah kandungnya sendiri. Sehingga dia terpaksa harus menyembunyikan identitasnya.
Apakah Diego berhasil membalaskan dendamnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DF_14, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Saat ini Diego sedang memperhatikan suasana di panti asuhan dari kejauhan melalui teropong. Dia melihat ada banyak anak-anak yang sedang bermain petak umpet dengan seorang wanita dewasa. Wajah wanita itu belum terlihat jelas, karena posisinya sedang membelakanginya.
Seketika Diego nampak tertegun ketika wanita itu membalikkan badannya sambil tertawa kecil, sehingga Diego dapat melihat dengan sangat jelas wajah wanita itu, melalui teropong miliknya.
Rupanya wanita itu adalah Vanessa, wanita yang ditargetkan untuk dia bunuh.
Vanessa seakan merasakan bahwa dirinya sedang diawasi. Dia segera menoleh ke arah rooftop vila. Sontak Diego langsung bersembunyi di balik dinding rooftop. Jangan sampai Vanessa melihatnya.
"Kak, ayo main lagi." Pinta salah satu anak panti asuhan yang ada disana kepada Vanessa.
Vanessa tak langsung menjawab, pandangannya masih memperhatikan ke arah rooftop vila yang terpaut jarak 50 meter dari panti asuhan. Dia merasa sedari tadi ada yang sedang mengawasinya.
Tapi karena dia tidak melihat ada siapapun yang ada di vila tersebut, sehingga dia mengira mungkin hanya perasaannya saja. Vanessa pun menghela nafas sebentar, kemudian dia menjawab pertanyaan dari anak tersebut. "Baiklah, ayo kita main lagi anak-anak."
Sudah tiga hari Vanessa tinggal di panti asuhan, dia sangat merasa bahagia tinggal disana. Dengan kehadiran anak-anak panti asuhan itu, membuat dia sangat merasa terhibur. Karena setelah menikah nanti, dia tidak bisa menjamin apakah dia bisa hidup bahagia dengan Jerry atau tidak.
Vanessa sudah lama mengenal Jerry. Dia adalah putranya Tuan Ramos. Mereka kuliah di universitas yang sama. Sehingga Vanessa sangat tahu tabiat calon suaminya itu. Dulu Jerry saat masih kuliah selalu berbuat semena-mena terhadap mahasiswa yang miskin dan Jerry juga sering mempermainkan wanita.
Wanita mana yang ingin hidup dengan pria seperti itu?
Walaupun Vanessa sudah pernah menolak perjodohan itu. Tapi rupanya ayahnya dan Jerry telah menentukan tanggal pernikahan mereka tanpa meminta izin dulu kepadanya. Bahkan undangan pernikahan mereka telah tersebar. Membuat Vanessa tidak bisa menolak lagi.
"Kak Nessa, kami ingin tahu bagaimana rasanya naik mobil. Boleh gak kami diajak jalan-jalan keliling kampung?" Pinta seorang anak bernama Yoga.
Dan anak-anak yang lainnya pun ikut merengek. Mungkin karena kehadiran Vanessa membuat semua anak-anak yang ada di panti asuhan itu merasa bahagia. Vanessa selalu memanjakan mereka dan mengajak mereka bermain.
"Aku juga mau ikut!"
"Aku juga mau ikut!"
Bu Tasya selaku pengurus panti, dia sangat merasa tidak enak hati melihat semua anak-anak di panti asuhan itu bersikap manja kepada putri pemilik panti asuhan tersebut. "Anak-anak, Nona Vanessa pasti sangat capek bermain terus seharian sama kalian. Kalian jangan meminta yang aneh-aneh."
Perkataan Bu Tasya membuat semua anak-anak menjadi cemberut.
Bu Tasya pun segera meminta maaf kepada sang nona muda. "Maafkan anak-anak, Nona. Mereka sudah berani..."
Vanessa memotong perkataan Bu Tasya, "Tidak apa-apa. Justru aku ingin sekali jalan-jalan mengelilingi kampung ini. Bu Tasya tidak perlu sungkan, aku sangat senang bisa bermain dengan mereka."
Dan semua anak-anak yang ada disana pun nampak gembira, karena permintaan mereka telah dikabulkan oleh Vanessa.
"Horeeee!"
Sementara itu, Diego masih bersembunyi di balik dinding rooftop. Dia terduduk disana. Jangan sampai Vanessa melihat wajahnya. Tujuan dia datang ke kampung Z hanya ingin membunuh wanita itu.
...****************...
Rupanya bukan hanya Diego saja yang sedang mengawasi mereka. Disana pun ada Pram yang sedang mengawasi Vanessa dari kejauhan.
Pram ditugaskan oleh Sean untuk membunuh Vanessa. Dia sengaja membawa empat anak buahnya.
Pram memang kaki tangannya Tuan Arthur. Tapi karena kini Tuan Arthur yang mempercayakan Sean untuk mengurus bisnis dunia bawah tanahnya, sehingga kini Pram berbalik arah lebih mengabdi kepada Sean sebagai ketua mafia yang baru.
Vanessa sama sekali tidak tahu tentang bisnis haram yang dijalankan oleh ayahnya, bahkan dia tidak pernah sekalipun bertemu dengan Pram. Karena Tuan Arthur tidak ingin Vanessa tahu tentang semua kejahatan yang dia lakukan.
Pram segera menelpon Sean, "Sebentar lagi Nona Vanessa akan pergi mengelilingi kampung Z. Tapi sepertinya dia akan pergi bersama anak-anak, Tuan.
Kemudian terdengar suara Sean diseberang sana. "Begitu mereka melewati jalanan yang sepi, bunuh saja mereka. Buat kematian mereka seolah-olah seperti kecelakaan tunggal."
Target Sean memang Vanessa. Tapi Sean tidak mungkin membiarkan anak-anak itu hidup, yang nantinya mereka akan bercerita bahwa sebenarnya Vanessa mati karena dibunuh. Anggap saja mereka apes karena harus pergi bersama dengan Vanessa.
"Baik, Tuan." Jawab Pram.
Klik!
Sean pun mematikan telepon.
Mengapa Sean ingin membunuh Vanessa? Karena sebenarnya ibunya menyimpan rahasia yang besar dibelakang Tuan Arthur. Dulu Tuan Arthur memilih meninggalkan ibunya yang sedang hamil, demi menikah dengan Bu Savira, ibunya Vanessa.
Saat itu ibunya Sean terus menuntut pertanggungjawaban kepada Tuan Arthur dengan meminta Tuan Arthur membiayai hidupnya dengan Sean. Dan Tuan Arthur pun mengabulkan permintaannya, karena takut istrinya tahu bahwa dia sebenarnya sudah memiliki anak dari wanita lain.
Namun, rupanya dari dulu ibunya Sean sering tidur dengan pria lain selain Tuan Arthur. Dia hanya ingin memeras Tuan Arthur saja.
"Se... sebentar lagi Arthur akan... akan menjemputmu. Ja-jagalah dirimu baik-baik. Walaupun sebenarnya dia bukanlah ayah kandungmu, tapi... tapi kamu harus berpura-pura tidak tahu. Kamu harus sukses, nak." Itulah kata-kata terakhir yang diucapkan oleh ibunya Sean. Sebelum ajal menjemputnya.
Saat itu ibunya Sean sakit keras, dia menuntut Tuan Arthur untuk membawa Sean masuk ke dalam keluarga Mahendra, jika seandainya dia sudah meninggal.
Awalnya Tuan Arthur sangat keberatan. Tapi karena dia merasa bahwa Sean adalah putranya, sehingga dia terpaksa untuk mengiyakan. Justru dengan kehadiran Sean di mansion, membuat Tian Arthur lambat laun lebih menyayangi Sean dibandingkan dengan Vanessa. Mungkin karena dia merasa bahwa Sean adalah anak laki-laki, calon penerus perusahaan memang lebih pantas laki-laki.
Ayah kandungnya Sean tinggal di luar kota. Namanya Pak Wira. Ibunya Sean dengan Pak Wira sama sekali tidak pernah terikat tali pernikahan. Karena Pak Wira memang tidak ingin bertanggung jawab. Karena itulah ibunya Sean lebih memilih meminta pertanggungjawaban kepada Tuan Arthur.
Setelah mengetahui putra kandungnya dibawa oleh pemimpin perusahaan Murphy, Pak Wira menggunakan kesempatan ini untuk memanfaatkan situasi, karena dia tahu bahwa putra kandungnya telah menjadi calon pewaris di keluarga Mahendra. Otomatis Sean juga yang akan menjadi pemimpin perusahaan Murphy. Sehingga Pak Wira seringkali memeras putranya.
Seperti sekarang ini. Ponselnya Sean bergetar. Dia mendapatkan pesan dari sang ayah kandung yang sesungguhnya itu.
[Uang ayah habis. Kirim ayah 100 juta.]
Sean pun menghela nafas dengan kesal. Pak Wira selalu saja memerasnya. Dia segera mentransfer uang kepada sang ayah dengan jumlah nominal yang dia pinta.
[Sudah aku kirim. Jangan terlalu boros! Gunakan uang itu untuk keperluan selama satu bulan.]