Cantik dan kaya, dua hal yang tidak dimiliki oleh Anjani. Hal ini membuatnya diperlakukan secara tidak adil oleh suami dan keluarganya. Dihina, diselingkuhi dan diperlakukan dengan kasar, membuat Anjani akhirnya menyerah.
Keputusan bercerai pun di ambil. Sayangnya, sesuatu hal buruk terjadi pada wanita itu dan membawanya bertemu dengan seorang Kelvin Stewart yang merubah hidupnya.
Keinginannya saat ini hanya satu, yaitu membalaskan dendamnya pada Andrew Johanson Sanjaya, mantan suaminya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naya_handa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Permintaan
Malam sudah menemui waktunya. Udara di luar sana terasa begitu dingin menyapa. Penghujung kemarau ini membuat angin berhembus cukup kencang, sehingga memaksa Anjani untuk menutup jendela. Diliriknya jam dinding bulat berlogo brand terkenal, sudah jam setengah sembilan malam.
Malam ini setelah makan, anggota keluarga Sanjaya langsung masuk ke kamar masing-masing. Widi katanya lelah setelah berkumpul dengan teman-teman sosialitanya, Carissa capai setelah seharian mengerjakan tugas perkuliahan. Andrew masih di ruang kerjanya dan hari ini Cheryl tidak menginap di rumah ini. Mungkin malas bertemu dengan Anjani setelah perdebatan mereka tadi pagi.
Anjani tidak ambil pusing dengan hal itu. Lagi pula tidak ada ruginya kalau perempuan itu tidak ada di rumah ini. Semuanya jadi lebih tenang, karena paling tidak Anjani tidak perlu mendengar suara “Miaw miaw” dari kamar sebelah.
Menunggu Andrew selesai dengan pekerjaannya, Anjani terduduk di tepian tempat tidurnya. Ada hal yang harus ia bicarakan dengan suaminya. Anjani berusaha menenangkan dirinya terlebih dahulu sebelum ia menyampaikan isi hatinya nanti.
Tidak lama, daun pintu terdengar berderit lantas terbuka. Anjani langsung berdiri menyambut suaminya.
“Kamu belum tidur?” tumben sekali Andrew bertanya.
“Belum. Mas udah selesai pekerjaannya?” Anjani memberikan minuman hangat yang sudah ia sediakan untuk Andrew. Setiap malam ia memang melakukan hal ini karena Andrew memiliki alergi dingin. Kalau tidur terlalu malam dan udara dingin seperti sekarang, dia pasti meler dan tidak bisa tidur.
“Udah.” Andrew mengambil alih gelas di tangan Anjani lalu terduduk di sofa. Ia minum perlahan minuman berbahan dasar jahe dan susu itu, menghirup wanginya dan merasakan rongga hidungnya terbuka lebar. Nikmatnya bisa bernapas dengan lega.
Di tempatnya, Anjani masih memandangi laki-laki yang ia cintai. Ya, harus Anjani akui kalau rasa cinta itu ada, itulah mengapa ia bertahan sampai sejauh ini. Hanya saja, untuk saat ini ia harus sadar diri bahwa tidak semua rasa cinta harus berbalas terlebih setelah ia dikhianati.
“Kenapa?” Andrew sadar kalau sedang dipandangi oleh istrinya. Tatapannya terlalu lekat, padahal biasanya Anjani selalu melewatkan kontak mata dengannya.
“Em, ada yang mau aku bicarakan dengan Mas, boleh?” takut-takut Anjani memulai kalimatnya.
“Katakan saja,” itu saja respons Andrew, ia menaruh minumannya di atas meja lantas mengeluarkan ponselnya untuk ia mainkan. Terlihat sekali kalau ia tidak bisa fokus hanya pada Anjani.
“Aku mau tau, apa yang Mas rasain setelah satu tahun nikah sama aku? Apa Mas bahagia?” sebuah pertanyaan tidak terduga dilontarkan oleh Anjani, membuat laki-laki itu menolehnya dengan cepat.
“Apa maksudmu? Pertanyaan yang kekanakan.” Laki-laki itu tampak tidak suka dengan pertanyaan Anjani yang mengada-ada.
Wanita itu tersenyum kecil, cukup membuat penasaran untuk Andrew, “Hem, mungkin terdengar kekanakan menurut Mas, tapi menurutku sangat penting. Karena, sebuah pernikahan tanpa rasa bahagia hanya sebuah ikatan keterpaksaan yang akan menyakiti satu sama lain.” Anjani mengucapkan hal itu seraya menatap Andrew yang mengernyitkan dahinya tidak mengerti.
“Apa sebenarnya maksud kamu? Kamu sedang menunjukkan kalau kamu pandai bersyair atau kamu mau memberitahuku kalau sebenarnya kamu yang tidak bahagia menikah denganku?” Laki-laki itu mulai terusik. Ia tidak suka melihat Anjani yang terlalu tenang saat mengatakan kalimat-kalimat yang mendalam seperti itu.
“Nggak, aku bahagia kok nikah sama Mas. Mas mengajariku cara berusaha bertahan dalam kondisi apapun. karena sejatinya kita dua manusia yang berbeda, pikiran dan selera yang tidak sama juga memiliki mimpi yang tidak seragam. Bahkan mungkin pandangan kita tentang pernikahan pun berbeda.” Anjani menjeda kalimatnya dengan sebuah senyum tipis, senyum yang menunjukkan kalau sebenarnya wanita ini sedang terluka.
“Hanya saja, aku telah sampai pada titik di mana aku tau kalau aku harus menyelesaikan apa yang sudah aku mulai dan mengakhiri apa yang tidak bisa aku gapai." Senyum itu perlahan hilang.
"Kita semua punya batasan. Entah itu batas wajar atau batas sadar. Maksud pertanyaanku adalah, jika bersamaku Mas tidak merasa bahagia, maka jangan pernah ragu untuk melepaskanku. Aku tidak apa-apa kalau ternyata kita harus berpisah dengan alasan karena pasanganku tidak merasakan kebahagian. Aku gak mau seseorang menderita dan hancur karena aku, sebagaimana aku yang tidak mau dihancurkan oleh seseorang hanya karena aku mencintainya.” Anjani tertegun. Sebelumnya, dadanya terasa begitu sesak, tetapi setelah mengatakan apa yang ingin ia katakan, semuanya terasa lebih baik. Ia bahkan tidak ingin menangis. Aneh. Bukankah ia sangat marah pada laki-laki ini?
“Jangan bermain-main denganku Anjani. Maksudmu kamu kan yang tidak bahagia denganku dan ingin berpisah denganku?!” suara Andrew mulai meninggi. Ia tidak suka dengan perkataan Anjani yang begitu panjang dan seperti menamparnya berkali-kali.
“Ya, mari kita berpisah.” Anjani dengan yakin mengatakan kalimat itu. Matanya berkaca-kaca tetapi ia tidak menangis. Ia sudah bersiap kalau ia akan berada di titik ini, titik di mana ia harus mengakhiri semuanya.
“Kamu gila! Karena kehilangan seorang bayi kamu mulai menjadi wanita yang tidak waras.” Andrew beranjak dari tempatnya, berjalan mondar mandir sambil berkacak pinggang.
Anjani ikut berdiri. “Benar, aku memang tidak waras. Karena kalau saja aku waras, aku harusnya tidak mengiyakan pernikahan kita. Aku tidak membiarkan pernikahan ini mengungkung kita dan membuat kita saling menyakiti. Tapi ini bukan karena aku kehilangan bayiku. Melainkan, aku tau persis kalau Mas lebih bahagia saat tidak bersama aku, tapi saat bersama wanita lain.” Ia menatap Andrew dengan lekat, sementara kedua tangannya mengepal kuat menahan rasa bergejolak di dalam dadanya.
“Wanita lain siapa maksud kamu? Kamu mulai mengada-ngada!” suara Andrew makin tinggi dan terdengar hingga ke lantai bawah. Widi dan Carissa yang ada di kamarnya pun segera keluar dan mencuri dengar dari bawah tangga.
Anjani tidak menimpali. Ia mengambil sesuatu dari dalam lacinya. Sebuah amplop cikelat yang ia tumpahkan isinya di hadapan Andrew. Ia tersenyum tipis dengan rasa sedih tertahan. Hanya matanya saja yang tampak merah dan sedikit berair.
Andrew yang melihat foto-foto terserak itu segera mengambil salah satunya. Tidak, ia menggambil dua, tiga bahkan lebih dengan tangannya yang cepat dan gemetar. Rupanya ia kaget karena Anjani memiliki foto perselingkuhannya dengan Cheryl.
“Dari mana kamu mendapatkan semua ini?” Andrew menatap Anjani tidak habis pikir.
“Harusnya Mas gak perlu kaget, Mas melakukan semuanya di rumah ini. Di kamar sebelah kamar kita. Dengan wanita yang hampir setiap hari Mas ajak ke rumah ini.” Anjani juga memberikan copyan video yang ia masukkan ke dalam CD dan pukulkan pelan di dada Andrew. Laki-laki itu mengambilnya dengan wajah bingung.
“Aku memang bukan wanita yang cerdas Mas, pintar apalagi berkelas seperti wanita itu. Tapi aku punya kehormatan dan perasaan sebagai seorang istri. Aku bisa menerima semua perlakuan Mas dan keluarga Mas yang selalu mengecilkanku selama ini walau sebenarnya itu sangat menyakitiku. Tapi jika tentang perselingkuhan, aku merasa tidak ada alasan untuk aku bertahan. Perselingkuhan itu penyakit terlebih dilakukan secara sadar.”
“Lalu, apa yang bisa kita pertahankan dari pernikahan semacam ini?” Anjani menatap Andrew dengan sungguh. Bola mata hitam milik laki-laki itu bisa melihat dengan jelas luka batin di mata istrinya. Ia tidak bisa berkata-kata apalagi melakukan pembelaan. Ia pikir Anjani tidak mengetahui apa yang ia lakukan dengan Cheryl di belakangnya. Nyatanya Anjani sudah memegang bukti yang sangat kuat untuk membuktikan kesalahannya.
Semuanya hening. Andrew tidak menimpali. Ia jatuh terduduk di sofa sambil memegangi foto-foto yang ada di tangannya. Anjani pun terdiam, memberi waktu untuk pria ini merenungi kesalahannya. Wanita tambun itu menatap Andrew dengan lekat untuk terakhir kalinya. Helaan napasnya mulai terdengar teratur setelah tadi cukup terengah karena menahan emosi. Apa yang harus ia katakan sudah ia katakan. Saat ini ia hanya ingin memejamkan mata dan menunggu jawaban Andrew besok pagi. Semoga tidak ada halangan hingga ia bisa mendapat keputusan dengan cepat.
****
ingat di ujung cambuk kehidupan ada emas berlian intan menanti mu✌️