Ina meninggalkan keluarganya demi bisa bersama Ranu, dengan cinta dan kesabarannya, Ina menemani Ranu meski masalah hidup datang silih berganti.
Setelah mengarungi bahtera selama bertahun-tahun, Ranu yang merasa lelah dengan kondisi ekonomi, memutuskan menyerah melanjutkan rumah tangganya bersama Ina.
Kilau pelangi melambai memanggil, membuat Ranu pun mantap melangkah pergi meninggalkan Ina dan anak mereka.
Dalam kesendirian, Ina mencoba bertahan, terus memikirkan cara untuk bangkit, serta tetap tegar menghadapi kerasnya dunia.
Mampukah Ina?
Adakah masa depan cerah untuknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
05
Ina mendongak menatap ke atas. Di tatapnya wajah keriput itu dengan pandangan datar. Entah ke mana rasa hormatnya menghilang. Kini dia telah kehilangan respek terhadap perempuan tua di hadapannya. Perempuan tua yang sampai saat ini masih berstatus sebagai ibu mertuanya. Meskipun dia sadar bahwa dia hanyalah seorang menantu yang tak dianggap dan sama sekali tak diinginkan.
“Itu dulu, Bu. Tetapi tidak mulai sekarang. Mulai sekarang jika Ibu menyuruhku untuk berbelanja maka berikan juga uangnya. Lengkap dengan uang ongkosnya juga. Karena mulai sekarang aku tidak lagi mau menjadi tenaga gratisan,” jawab ina lantang.
“Kamu itu kenapa sih. Kenapa jadi perhitungan seperti itu. Ini untuk selamatan seribu hari ayah mertua kamu. Tetapi kamu malah bersikap pelit dan perhitungan. Benar-benar menantu tidak tahu di untung kamu itu.” ibu mertua berbicara dengan satu tangan menunjuk wajah Ina dan satu tangan lagi berkacak pinggang.
“Terserah Ibu mau bilang apa. Yang jelas aku tidak akan pergi belanja kalau ibu hanya memberikan kertas saja.”
Ina menjawab tanpa menatap wajahnya. Baginya lebih penting mengurusi kangkung-kangkung yang baru saja dia petik dari kebun tadi. Kangkung-kangkung itu yang besok akan bisa berubah menjadi uang. Kangkung kangkung itu yang besok bisa digunakan oleh anaknya untuk membeli buku sekolah.
“Lagi pula sekarang Ibu memiliki menantu yang kaya raya kan. Apa gunanya menantu kaya raya ibu itu, jika untuk urusan belanja seperti itu saja, Ibu masih mengandalkan menantu miskin ini,” lanjut Ina.
"Atau kalau tidak, Ibu seharusnya bisa kan menyuruh Yuli. Biar saja istrinya Mas Anton itu yang belanja. Bukankah dia juga menantu kebanggaan Ibu selama ini? Apa gunanya Ibu mempunyai menantu anak orang kaya jika tidak bisa diandalkan?" Ina mengungkit menantu ibu mertuanya yang lain, yang selama ini selalu dibanggakan olehnya, Karena pekerjaannya yang seorang PNS.
“Kamu benar-benar sudah berubah menjadi menantu yang kurang ajar. Rupanya tidak salah aku menikahkan Ranu dengan Siska. Siska lebih tahu bagaimana caranya menyenangkan hati mertua. Tidak seperti kamu, miskin tapi belagu.”
Ina tidak memperdulikan ucapan mertuanya yang terasa menusuk jantung. Diabaikan rasa sakit dalam hatinya. Toh sejak dulu meskipun dia menjadi menantu yang penurut mertuanya juga tak pernah bersikap baik padanya.
“Ya sudah, kalau kamu memang tidak mau belanja. Tapi jangan lupa, nanti dua hari sebelum hari H, kamu sudah harus ada di sana. Bersih-bersih menyiapkan tempat, dan juga memasak hidangan yang akan digunakan untuk selamatan.”
Ibu mertua Ina pergi dengan menghentakkan kakinya. Perempuan tua itu benar-benar merasa kesal pada menantunya. Masa bodoh, Ina tidak peduli. Dan apa katanya tadi? Ina harus ke sana dua hari sebelum hari H?
"Oh tidak. Aku tidak akan lagi membiarkan diriku menjadi babu gratisan."
"Biarkan saja mereka menungguku, Aku tidak akan datang. Ayo kita lihat apa yang akan mereka lakukan. Toh dulu meskipun aku datang dan membantu, bahkan sampai aku nyaris tanpa istirahat selama 2 hari 2 malam sampai selesainya acara selamatan, toh apapun yang aku lakukan itu tak pernah terlihat di mata mereka." pikir Ina.
Ina ingat dengan jelas, dulu setiap kali ada acara hajatan di rumah ibu mertua, selalu saja dia yang menjadi sasaran perintah ibu mertua. mulai dari berbelanja bersih-bersih membuat bumbu-bumbu memasak, menyiapkan segala sesuatunya. Dan terakhir membersihkan kembali bekas-bekas sisa selamatan, memastikan rumah ibu mertuanya kembali bersih seperti sedia kala sebelum Ina meninggalkan rumah itu.
Tetapi semua itu tak pernah terlihat. Bahkan untuk mengisi perutnya saja, ibu mertuanya menegur setiap kali Ina ingin mengambil lauk yang sama seperti hidangan yang akan digunakan untuk selamatan. ibu mertuanya selalu mengatakan takut jika lauknya itu tak akan cukup. tetapi nyatanya ibu mertuanya selalu memberikan lebih kepada menantunya yang lain.
Sering kali Ina mengusap dada, karena bahkan ingin mengambil lauk untuk Andri saja ibunya juga menegur. Untuk Andri cucunya, dan untuk Ina yang selalu bekerja keras ibu mertuanya selalu sayang memberikan apapun. Tetapi sebaliknya ibu mertuanya selalu memberikan yang terbaik untuk menantunya yang lain yang pekerjaannya hanyalah ongkang-ongkang kaki saja setiap kali dia memiliki acara.
Jika dulu Ina selalu menahan rasa sakit hati itu, tapi tidak untuk sekarang. Ina tidak mau dijadikan sapi yang hanya diperah tenaganya saja, lalu untuk makan hanya diberikan rumput kering. Ina si menantu tak terlihat ini, benar-benar tak kan menampakkan batang hidungnya.
***
"Na, ibu bilang kamu gak mau disuruh belanja, ya?"
Hari masih pagi. Ranu melakukan panggilan video, bukan menanyakan kabar istri dan anaknya, tapi hanya untuk memarahi sang istri perkara belanja.
Ina mengambil nafas dalam-dalam sebelum kemudian menjawab, "Ibu mengadu apa lagi?"
"Kok bicaramu gitu sih, Na?" Ranu terdengar tidak suka dengan pertanyaan istrinya. "Ya wajar dong ibu bicara padaku. Aku ini anaknya. Pada siapa ibu mau mengadu kalau bukan padaku?" teriak Ranu kesal.
"Kamu tahu kan mas bagaimana ibumu? Atau kamu memang tidak tahu, atau sebenarnya tahu tapi kamu yang tidak peduli. Ibumu menyuruh belanja tanpa memberikan uang. Kamu bisa mikir gak, dari mana aku bisa nyari uang untuk belanja itu?"
Ina benar-benar tak lagi bisa menahan rasa kesalnya. Dan tanpa sadar Ina memanggil pria yang masih jadi suaminya itu dengan sebutan kamu. Entah kemana perginya rasa hormatnya.
"Ya biasanya juga gitu kan? Dari dulu juga kamu gak pernah protes. Kamu ini sebenarnya kenapa sih?" tanya Ranu.
Entah dia memang tidak sadar, atau pura-pura bodoh dengan perubahan sikap istrinya. Ina sendiri tidak habis pikir. Bahkan sejak Ina menyusulnya ke kota, hingga sampai saat ini, Ranu juga tak menyusul istrinya pulang. Tak juga ada sepatah kata permintaan maaf, karena telah menduakan istrinya.
"Itu dulu, Mas. Sebelum aku tahu, kalau ternyata pengabdianku pada keluarga kalian ternyata sia-sia tanpa arti. Tapi tidak lagi sekarang. Aku tidak mau lagi berkorban secara percuma. Mulai sekarang, aku hanya akan fokus pada diriku sendiri dan Andri, anakku. Karena aku dan Andri tak kan bisa minta sesuatu pada siapapun saat kami butuh."
"Kamu berubah, Na. Aku seperti sama sekali yak mengenalmu. Kamu bukan lagi Inna yang ku kenal dulu. Bicaramu pun kasar. Entah kemana perginya Inna yang lemah lembut dulu. Kamu juga bukan lagi istri dan menantu yang penurut. Kamu benar-benar telah berubah."
Mulut Ina menganga mendengar ucapan suaminya. Ada nada tak berdaya di dalamnya. Dari layar kaca yang sudah sedikit buram, Ina bisa melihat wajah mellow nya. Oh Tuhan, sudah seperti sinetron ikan terbang saja rasanya.
Tapi bukannya sedih, Ina malah tertawa terbahak-bahak. Semua itu terasa lucu baginya. Entah apa yang sedang ingin ditertawakan. Suaminya yang begitu lihai playing victim atau dia yang begitu bodoh.
"Apa nya yang lucu, Na? Kenapa kamu malah tertawa," tanya Ranu. kening pria itu tampak berkerut.
"Ya kamu. Tentu saja kamu yang lucu mas. Kamu gak sadar?" memperhatikan kening suaminya yang semakin berkerut.
"Kamu bilang aku berubah, kamu bilang aku tidak lagi sopan, tidak lagi seperti Inna yang dulu. Memangnya siapa yang merubahku jadi seperti ini, Mas. Kalian. Kalian yang telah membuat aku berubah."
"Memangnya apa yang kalian harap dariku? Aku akan diam saja dan tetap menurut meskipun telah tahu kalau aku dikhianati? Oh tidak. Aku bukan wanita sebodoh itu. Mulai sekarang jangan pernah libatkan aku dalam urusan keluargamu. Kamu punya istri kaya kan sekarang. Istri yang kamu banggakan. Dan menantu yang dibanggakan oleh ibumu. Jadi tunjukkan padaku, kalau kalian memang lebih bisa mengandalkan dia daripada aku."
Klik.
Panggilan dimatikan. Ina tak lagi mau memberikan kesempatan pada Ranu untuk mendikte dirinya. Terserah jika dia sedang mengumpat atau memaki di seberang sana. Ina tidak peduli.
Perlahan tubuhnya luruh dilantai tanah rumahnya. Diusap airmata yang tak lagi bisa dibendung. Air mata yang sudah ditahan sejak tadi. Sejak masih bicara dengan Ranu. Ina memukul-mukul dadanya dengan kepalan tangan guna mengurai sesak.
Bohong jika dia tidak merasa sakit. Bohong jika dia tidak terluka. Bohong jika dia tak merasa sedih dan sakit hati. Tapi Ina masih berusaha untuk menahannya. Dia sendiri masih tidak tahu langkah apa yang akan diambil. karena ini bukan hanya tentang hidupnya sendiri. Tapi juga tentang Andri, anaknya.
padahal belum tentu Ranu mau meresmikan pernikahannya.. pasti alasannya krn sayang duitnya.. 😅😅😅