Semua orang pasti memiliki pernikahan impiannya, begitu pula dengan Kaila Sasmita.
Seorang gadis cantik yang harus merelakan pernikahan impiannya yang sudah di depan mata hancur lebur berganti dengan rasa sakit yang teramat dalam. Pria yang di cintainya selama beberapa tahun belakangan ini nyatanya dengan tega bermain di belakangnya, dan lebih sialnya wanita itu tak lain adalah saudaranya sendiri. Di tengah rasa sakit hatinya, Kaila bertemu dengan seorang Brian Davis yang tiba-tiba saja menawarkan sebuah hubungan karena juga mengalami hal yang serupa.
Ingin hubungan yang normal seperti lainnya, namun apakah semua itu bisa sedangkan hubungan mereka saja berawal dari sebuah sandiwara.
*****
Bisakah hubungan Kaila dan Brian bertahan untuk selamanya? akankah kisah mereka berakhir dengan hubungan yang sebenarnya? Ikuti kisah pernikahan penuh drama dari Kaila dan Brian.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ennita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DTMC 32
Dari lamaran yang romantis di teruskan dengan makan malam bersama keluarga.
Samuel yang sedari tadi menunggu di dalam resto bersama dengan Agnes langsung pergi bergegas menuju ke tempat dimana Brian dan Kaila berada setelah menyambut serta mempersilahkan anggota keluarga yang telah datang, sedangkan Agnes dia minta untuk menemani mereka sejenak sambil menunggu kehadiran Brian. Dan tentu saja semua itu tak luput dari instruksi yang di berikan oleh sang atasan.
"Khem." Samuel berdehem setelah berdiri di sana beberapa detik. Ada perasaan tak enak sebenarnya tapi ya mau bagaimana lagi.
Brian dan Kaila yang masih setia berpelukan langsung menoleh dan melepaskan pelukan mereka ketika tau Samuel ada di sana.
"Maaf pak, semua sudah datang dan menunggu kehadiran anda." ucap Samuel mengatakan maksud dari kehadirannya di sana. Kalau bukan karena itu dia juga ogah berdiri di tengah-tengah kedua orang yang sedang kasmaran, hanya bikin harinya semakin meronta-ronta saja karena merindukan sang kekasih.
"Ayo sayang, kita temui kakek dan yang lainnya." ajak Brian dengan mengambil tangan Kaila untuk di gandengnya.
Kening Kaila sedikit berkerut tat kala melihat kehadiran beberapa orang yang menurutnya begitu sangat asing.
"By, mereka siapa?" bisik Kaila ketika mereka baru saja melewati pintu.
"Keluargaku yang lain." jawab Brian dengan senyum mengambang menatap orang-orang yang sangat di rindukannya sudah duduk manis di depan sana.
Anggota keluarga Brian duduk dalam satu tempat. Total ada sekitar enam meja di jadikan satu dengan kursi yang mengelilingi. Suasana tampak ramai karena mereka semua saat ini tengah sibuk mengobrol sambil melepas rindu. Hingga salah satu dari mereka mulai menyadari kehadiran Brian.
"Ini dia yang punya acara." seru seorang wanita yang usianya mungkin hampir sama dengan Tante Wanda, tampilannya sederhana namun terlihat begitu anggun.
Semua mata langsung tertuju ke arah dimana Brian berjalan dengan Kaila di sampingnya.
"Yang punya acara kok malah datangnya belakangan, gimana kamu ini." kata wanita lanjut usia yang duduk tak jauh dari wanita paruh baya tadi.
Bukannya marah mendapatkan protesan, Brian malah menampilkan senyum lebarnya dan menarik Kaila menuju wanita tersebut.
Grep
"Kangen sama Oma." ucap Brian yang memeluk wanita tersebut.
"Oma juga kangen sama cucu ganteng oma ini." balasnya dengan air mata yang sudah keluar dari mata tuanya.
"Hem cuma sama Oma saja ini, sama opa enggak." celetuk pria tua yang baru berdiri dari duduknya.
Brian mengembangkan senyumnya beralih memeluk sang opa.
"Gak mau kenalin seseorang sama Oma?" tanya Oma dari Brian dengan mata menatap ke arah gadis yang datang bersama sang cucu.
"Ah iya Oma, kenalin ini Kaila ... calon istri Brian." kata Brian yang langsung menarik tangan Kaila agar lebih mendekat padanya.
Tuk
"Auw ... kok di pukul sih Oma." protes Brian kala Omanya memukul kepalanya menggunakan sendok makan.
"Lagian kamu ini, gak pernah cerita atau kenalin perempuan sebagai pacar, tau-tau langsung kenalin anak gadis orang sebagai calon istri." omel sang Oma. sudah pernah dengar bahwa cucunya itu akan segera menikah namun Brian sama sekali belum pernah memberi tahu siapa calonnya. Setiap di tanya jawabannya selalu "Nanti kalau sudah waktunya juga tau." bikin gregetan gak tuh.
Oma meraih tangan Kaila yang terasa dingin dan menggenggamnya.
"Nama kamu siapa sayang?" tanya sang Oma dengan lembut.
Dari wajahnya yang masih terlihat cantik meskipun berusia lanjut, Kaila bisa menyimpulkan betapa cantiknya wanita itu sewaktu masih muda, apa lagi dengan warna matanya yang berwarna biru menandakan bahwa bukan orang asli negara ini.
"Saya Kaila nyonya." jawab Kaila dengan suara yang lembut nan sopan.
"No, jangan panggil nyonya tapi Oma. Sama seperti Brian, karena kamu adalah calon istri Brian maka kamu juga cucuku." sahut Oma yang begitu well come menyambut Kaila di tengah-tengah keluarganya.
"Sayang, beliau adalah Oma Celina" timpal Brian yang melihat kebingungan di wajah sang kekasih dari tadi. Beliau adalah ibu dari mami aku, mami Gina." sambung Brian. "Dan yang ini adalah opa Glen dan yang itu adik dari mami, namanya om Galen dan istrinya tante Paula, sama kedua anak mereka Fransiska dan Celsi." perkenalkan Brian dengan menunjuk satu persatu.
"Salam kenal semua." ucap Kaila dengan sedikit membungkukkan badannya sebagai tanda hormat.
Kaila juga tak lupa menyapa kakek Bili dan yang lainnya sebelum duduk di kursi yang memang sudah di sediakan untuk dirinya dan Brian.
Dari pembicaraan mereka, Kaila jadi tahu juga keluarga maminya Brian tinggal di luar kota dan Oma Celina tenyata masih keturunan Belanda. Kaila juga baru tahu kalau Brian merupakan cucu laki-laki satu-satunya dari pihak sang ibu.
"Sebelumya aku minta maaf kalau mengundang kalian untuk makan malam secara mendadak." ucap Brian ketika semua sudah selesai menyantap makan malamnya. "Karena di sini aku ingin membicarakan sesuatu hal ... atau lebih tepatnya memberi tahu sesuatu." sambung Brian dan meraih tangan Kaila yang berada di atas meja untuk di genggamannya. "Seperti berita yang telah tersebar sebelumnya ... dalam waktu dekat aku dan Kaila akan melangsungkan pernikahan kami." kata Brian dengan sungguh-sungguh tanpa keraguan sedikit pun.
"Jadi kapan acaranya?" tanya kakek Bili yang seolah sudah tidak sabar kabar baik ini untuk segera terealisasi.
"Minggu depan." jawab Brian yang membuat semuanya langsung menoleh ke arah pemuda itu tak terkecuali Kaila.
"Jangan gila kamu, di pikir nyiapin acara pernikahan itu mudah." sahut ibu Yesi yang merasa semua itu terlalu mendadak. Apalagi dia berencana akan menikahkan Lucas dan Isabela dalam waktu dekat, masa iya harus gagal karena ulah anak tirinya ini.
"Ah untuk masalah itu anda tak perlu khawatir, karena saya bisa menyiapkannya sendiri." kata Brian dengan sedikit jumawa.
Dia adalah Brian Davis ... tak ada satu orang pun yang boleh merendahkannya.
"Apa ada yang bisa tante bantu Bri?" tanya tante Wanda yang menawarkan sebuah bantuan.
"Gak perlu tan, karena persiapannya sudah hampir sembilan puluh persen." jawab Brian.
Maklum orang kaya, dengan kekuatan uang maka pekerjaan akan cepat selesai. Hanya tinggal menyebar undangan dan melakukan fitting baju pengantin saja maka semuanya sudah beres.
"Kalau butuh bantuan jangan segan-segan buat hubungi tante ya Bri." kata tante Paula.
"Tentu Tan dan aku mau oma juga opa harus tinggal di sini sampai hari pernikahanku nanti." sahut Brian.
"Benar kata cucu kita, kalian lebih baik stay di sini dari pada bolak-balik." sambung nenek Rosa. "Bukannya apa-apa, tapi inget umur ... takutnya malah sakit karena kelelahan sebab harus menempuh perjalan jauh dalam waktu yang dekat." imbuhnya.
"Baiklah jeng, kami akan tinggal di sini untuk sementara." jawab Oma Celina menyetujui apa kata besannya. Mereka sudah tua jadi takut nanti malah drop.
"Kenapa kamu main ambil keputusan ini secara sepihak? Gak bicara dulu sama papi." kata tuan Ferdian dengan nada dingin seolah tak suka dengan keputusan Brian. "Kamu itu anggap papi apa sehingga gak ngomong dulu ke papi? Atau minimal tanyalah papi itu setuju gak kamu nikah sama dia." sambungnya yang membuat kepala Kaila langsung tertunduk dengan wajah yang murung.
"Aku rasa gak perlu, aku sudah cukup dewasa untuk bisa mengambil keputusan yang terbaik dalam hidupku." jawab Brian. "Lagian aku juga belajar dari papi, papi pun melakukan hal yang sama ... tak pernah berdiskusi dulu denganku sebelum mengambil keputusan untuk menikah dengan perempuan itu." sambungnya yang membuat tuan Ferdian langsung terdiam karena kalah telak oleh kata-kata Brian.