NovelToon NovelToon
Talak Di Malam Pertama (Kesucian Yang Diragukan)

Talak Di Malam Pertama (Kesucian Yang Diragukan)

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintamanis / Pernikahan Kilat / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Wanita Karir / Naik Kelas
Popularitas:8.1M
Nilai: 4.8
Nama Author: Rositi

“Meski kita sudah menikah, aku tidak akan pernah menyentuhmu, Mbi. Haram bagiku menyentuh wanita yang tidak mampu menjaga kesuciannya seperti kamu!” Kalimat itu Ilham ucapkan dengan tampang yang begitu keji, di malam pertama mereka.

Selain Ilham yang meragukan kesucian Arimbi walau pria itu belum pernah menyentuhnya, Ilham juga berdalih, sebelum pulang dan menikahi Arimbi, pria itu baru saja menikahi Aisyah selaku putri dari pimpinan tertinggi sekaligus pemilik pondok pesantren, Ilham bernaung. Wanita yang Ilham anggap suci dan sudah selayaknya dijadikan istri.

Arimbi tak mau terluka makin dalam. Bertahun-tahun menjadi TKW di Singapura demi membiayai kuliah sekaligus mondok Ilham agar masa depan mereka setelah menikah menjadi lebih baik, nyatanya pria itu dengan begitu mudah membuangnya. Talak dan perpisahan menjadi satu-satunya cara agar Arimbi terbebas dari Ilham, walau akibat talak itu juga, Arimbi mengalami masa-masa sulit akibat fitnah yang telanjur menyebar.

(Merupakan kisah Mas Aidan, anak Arum di novel : Pembalasan Seorang Istri yang Dianggap Sebagai Parasit Rumah Tangga)

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

13 : Altruisme

Mas Aidan masih galau. Pria berusia dua puluh sembilan tahun itu sampai tidak bisa tidur hingga menjadikan kamar di sebelah kamarnya dan itu kamar Azzam sang adik, sebagai tujuan. Lebih kebetulannya lagi, kamar tersebut sampai tidak sepenuhnya tertutup. Malahan, di dalam sana, Azzam sang adik tengah duduk di kursi kerja sambil menatap ke arah pintu, walau tatapannya memang tidak begitu fokus.

“Dek ...?” ucap mas Aidan berat dan bahkan sampai tidak bisa melanjutkan ucapannya. Malahan, ia juga tak kuasa menatap wajah Azzam, sosok yang telah mengenalkannya kepada Didi. Sebab karena Azzam pula, hubungan mereka dimulai. Azzam dan Didi sahabat baik semenjak keduanya sama-sama kuliah di universitas yang sama dan itu di Yogjakarta.

“Kalian enggak cocok, Mas. Kata kasarnya, ... kalian terlalu memaksakan buat jodoh. Karena walau kalian saling menyayangi bahkan cinta, ... menyatukan hubungan dalam sebuah pernikahan beneran enggak cukup hanya bermodal itu.” Azzam yang masih bersedekap, berucap penuh ketenangan. Ia menatap teduh sang kakak yang ia pergoki sudah langsung nyaris menangis.

“Sekuat-kuatnya rasa sayang kalian, perbedaan kalian juga enggak kalah kuat.” Azzam menunduk menyesal. “Ini aku ngomong berdasarkan fakta, yah, Mas. Aku berusaha netral. Mau Didi sahabatku, mau Mas kakakku dan Mas salah satu kiblat terbaikku.”

“Didi sudah terbiasa dimanja dan apa-apa level paling minimnya dia itu wajib premium. Semandiri apa pun Didi, dia sudah terbiasa diperlakukan layaknya Tuan Putri. Dia selalu ingin jadi nomor satu apalagi kalau berkaitan dengan pasangan dia. Ini normal, tapi normalnya Didi enggak akan bisa terpenuhi oleh Mas yang sudah semua orang tahu, ... hidup Mas itu buat orang lain. Keluarga nomor satu, orang-orang kecil apalagi yang punya masalah pelik, ini jauh lebih penting buat Mas.”

“Bagi Mas, enggak ada yang lebih penting dari semua itu karena Mas sadar, kalau bukan Mas yang sudah ibaratnya punya bekal buat urus sekaligus beresin semua itu, siapa lagi yang bantu mereka?”

Mendengar nasihat sang adik yang hanya terpaut satu tahun lebih muda darinya, Mas Aidan kian menunduk dalam. Butiran bening yang lolos dari kedua matanya, jatuh membasahi lantai di depan kedua kakinya berpijak.

“Didi itu butuh, pasangan yang memang akan ada buat di seenggaknya delapan puluh persen dari kesibukan mereka. Sedangkan Mas? Mas baru pulang, Mas baru akan berhenti kalau urusan orang lain yang Mas bantu, beres.”

“Hanya wanita luar biasa sabar yang bisa menyempurnakan jiwa altruisme Mas. Mas itu sudah bukan hanya orang baik, tapi Mas juga sudah tergolong altruis karena Mas memang sudah mengabdikan hidup Mas buat orang yang butuh uluran tangan Mas. Sampai sekarang pun, cinta dan pasangan belum penting buat Mas. Paling nanti kalau sudah kejadian Mas kehilangan pasangan semacam putus dan atau lebih, ... baru Mas akan mulai. Ini pun baru mulai dan bisa berhenti di jalan karena sekali lagi, Mas sudah tergolong altruis. Manusia setengah malaikat saking baiknya, tapi ke pasangan malah ... gagal sih ya bahasa jujurnya.”

“Mas mau jalani dulu, Dek.” Mas Aidan menyeka cepat air matanya menggunakan kedua tangan. Sampai detik ini, hal-hal yang menyangkut Didi sang kekasih memang masih sangat sensitif untuknya. Hatinya gampang rapuh, tapi jika ia dihadapkan pada kesulitan orang lain apalagi orang kecil persis seperti yang Azzam terangkan, ia akan memilih mereka dan mengorbankan Didi hanya karena ia yakin, Didi tetap bisa tanpanya.

“Serahkan semua ini ke Didi. Namun ya mentoknya, ngambek, baikan, ngambek, baikan, janji, misuh-misuh lagi. Masalahnya mau sampai kapan?”

“Mau sampai kapan kalian begini? Kalian kan sudah sama-sama dewasa dan Didi anak orang. Jangan mainin anak orang karena kita punya orang tua, kita punya keluarga yang pasti akan bikin kita marah andai ada yang berani ngusik apalagi melukai!”

“Didi perempuan, kalaupun si Devano kakaknya belum nikah, bukan berarti Didi belum mau nikah juga. Kalian kan hanya terpaut setahun. Didi seumuran sama aku, Mas. Sementara sejauh ini, Mas Aidan ambil jalur cepet. Alasan Mas sudah sesukses sekarang karena Mas niat. Mas Aidan bisa beresin semuanya beberapa langkah lebih depan dari orang normal pada kebanyakan. Ya karena jiwa altruisme Mas yang bikin Mas pengin cepat-cepat berguna buat sesama!” yakin Azam lagi.

Mas Aidan mengangguk-angguk. “Iya, Dek. Ini masih nunggu balasan Didi. Mas masih usaha.”

“Berurusan sama wanita itu serba salah, yah, Mas. Dikejar salah, enggak pun malah lebih salah lagi.”

“Iya, Dek.”

“Tapi kayaknya kalau sudah jodoh, kebal-kebal saja deh, Mas. Termasuk itu, Mas memang bisa jodoh sama Didi, dikebal-kebalin begitu. Namun, selain Didi yang lama-lama pasti mikir, buat apa dia habisin hidupnya cuma buat bertahan sabar, tapi Mas yang diperjuangkan tetap ... enggak ada perubahan? Sementara Mas nantinya akan sadarnya versi gini, Mas merasa sangat bersalah sudah bikin Didi harus berkorban. Namun Mas mau lepas, Mas sudah telanjur sayang, enggak lepas Mas akan melukai Didi makin dalam. Apalagi di sisi lain, walau lepas dari Mas Didi pasti bakalan bahagia dengan laki-laki yang pas, Mas juga berat, dan inilah yang namanya ... egois.”

“Pertanyaannya, ... siapa yang mau mengalah?” Kali ini, Azzam sengaja diam, menunggu sang kakak segera memberi keputusan. “Enggak ada. Kalaupun ada, kalian tetap akan kembali ke habitat semula!”

“Kelak, siapa pun jodoh Mas, aku bakalan sungkem deh ke dia karena dia pasti dia luar biasa banget!” lanjut Azzam.

Mas Aidan menatap Azzam penuh keseriusan.

Seolah paham dengan apa yang akan sang kakak sampaikan, Azzam sengaja berkata, “Serius, Mas. Mas enggak mungkin bisa memaksa Didi buat berubah seperti yang Mas mau karena Mas saja enggak mungkin mengubah semua yang udah ada dalam diri Mas. Perubahan itu bakalan terjadi dan dimulai dari diri kita sendiri, kan?”

“Kita memang bisa mengubah seseorang, tapi itu enggak akan berlangsung lama apalagi sampai jadi perubahan permanen, Mas. Mas tahu itu. Karena jangankan orang lain, ... kita saja masih berubah-ubah. Kayak aku sekarang, aku bisa dengan sangat mudah bilang gini, nasihatin Mas, padahal hidupku juga belum benar-benar amat!” Azzam mengakhiri ucapannya dengan tersenyum tak berdosa. “Aku tipe yang terlalu pemikir, saking mikirnya jadi gagal semua.” Ia menahan tawanya. “Nanti yang ada, mbak Azzura datang dan kepalaku langsung dikeplak(pukul) sama dia.” Kali ini, ia sengaja menjadi sosok yang haus perhatian juga kepada sang kakak. Benar saja, mas Aidan langsung menghampirinya kemudian memberinya pelukan. Pelukan yang biasanya akan meredam segala kegundahan. Karena walau efeknya tak selamanya, paling tidak setelah itu, ia akan kembali bisa tenang hingga ia bisa melanjutkan segala sesuatunya dengan lebih baik lagi.

Kini, dalam diamnya mas Aidan sungguh sedang memikirkan masa depan hubungannya dengan Didi. Karena andai keadaannya terus-menerus seperti sekarang, ngambek-baikan terus, hubungan mereka memang tak mungkin sehat.

“Berat di awal, ... bahagia untuk setelahnya bahkan, ... selamanya,” batin Mas Aidan masih memeluk Azzam walau sang adik tak membalas pelukannya.

1
Sripeni Verayanti
mas Azzam niat banget jail ke bu Siti 🤣
Farel Podungge
suci apax...
anikbunda lala
ojo mati sik si gege...kandangin dulu biar disiksa temen dijeruji
Nartadi Yana
hahahaha
Nartadi Yana
sabar dg kekurangan diri jadikan cambuk untuk lebih baik mas azam
Chen Aya
mampir thor
anikbunda lala
kok aku yang deg deg an ya
Nartadi Yana
kok bisa keluar tu si ojan kan sudah dikurung ya
Sripeni Verayanti
the power of Restu Ortu is the best way
Nartadi Yana
cocok deh Ilham penipu juga ditipu kapokmu kapan
Nartadi Yana
hamba Allah yang nggak pernah sholat isinya hanya dendam pakai cadar hanya untuk mengelabuhi orang
Usmi Usmi
🤣🤣🤣 wanita suci taik
Farel Podungge
itulah balasanx jka kita memfitnah orang lain 🙏🏽
Sri Lestari
prinsip hidup saya sebelum menikah uang masing2,,,,,baik boleh bodoh jangan Arimbi
Nartadi Yana
semoga rejekimu lancar mbi
Nartadi Yana
ntar atimbi jadi istrinya mas Aidan dan sukses punya rumah makan kaya mama Arum.
Nartadi Yana
itu akibat buang berlian dapatnya malah sampah WC umum lagi kapokmu kapan
Nartadi Yana
tuh karmamu langsung sampai ham bukan talak ditipu mentah mentah dan kamu sudah dibeli dengan gelar dan dibayarkan hutangmu
Nartadi Yana
banyak kejutan cadarnya bukan karena iman tapi ...
Nartadi Yana
berarti niat dari awal Ilham sudah berniat jelek, itu bohong sama kiyai kalau kuliah pakai beasiswa , akan menumpuk kebohongan selanjutnya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!