Seorang pemuda yatim piatu dan miskin yang tidak memiliki teman sama sekali, ingin merubah hidupnya. Buku warisan nenek nya menjawab tekadnya, 7 mentor atau guru yang berasal dari dunia lain yang jiwanya berada di dalam buku mengajari nya macam macam sampai dia menjadi orang yang serba bisa.
Kedatangan seorang gadis bar bar di hidupnya membuat dia mengetahui apa yang sebenarnya terjadi kepada keluarganya dan membuat dirinya menjadi yatim-piatu. Ternyata, semuanya ulah sebuah sekte atau sindikat yang berniat menguasai dunia dari balik layar dan bukan berasal dari dunia nya.
Akhirnya dengan kemampuan baru nya, dia bertekad membalas dendam pada musuh yang menghancurkan keluarganya dan menorehkan luka di keningnya bersama gadis bar bar yang keluarganya juga menjadi korban sindikat itu dan tentu juga bersama ke tujuh gurunya yang mendampingi dirinya.
Genre : Fantasi, fiksi, action, drama, komedi, supranatural.
mohon tinggalkan jejak ya, beri like atau komen agar author semangat upload.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mobs Jinsei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 7
Keesokan harinya, pagi pagi buta, ketika Evan masih terlelap di ranjangnya, tiba tiba saja di kepalanya,
[Li Tian : BANGUN !]
“Huaaaah,”
Evan langsung bangun terduduk, nafasnya langsung memburu dan jantungnya berdegup kencang, “nyot,” tangannya tiba tiba memegang sesuatu yang lembut dan kenyal, dia menoleh dan matanya langsung membulat, tangannya berada di atas sebelah dada Bella yang masih terlelap, langsung saja Evan mengangkat tangannya dan menurunkan kakinya dari atas ranjang,
“Mmmh,” Bella melenguh dan berbalik menghadap dinding, Evan bernafas lega karena Bella tidak bangun ketika tangannya berada di dadanya.
[Li Tian : ayo mulai berlatih.]
Evan menoleh melihat ke jendela, di luar masih gelap walau tertutup tirai, dia melirik jam digital di mejanya, waktu masih menunjukkan jam 03:45 pagi.
“Ini masih pagi kak, masa udah latihan ?” tanya Evan.
[Li Tian : kamu mau sekolah kan nanti, sekarang keluar dan berjalan 2 km, cepat.]
“Loh kalau latihan sekarang, ntar di sekolah sengsara dong ?” tanya Evan.
[Li Tian : tidak, justru sebaliknya, kamu malah akan menjadi segar, cepat.]
“Hiks...iya,” balas Evan.
Dengan beban di kakinya, dia mulai berganti pakaian dan memakai jaket ber hoodie nya, dia berjalan keluar kamar dengan perlahan agar tidak membangunkan Bella dan setelah itu dia berjalan ke pintu keluar. Udara di luar masih terasa dingin, Evan memasukkan kedua tangannya ke kantung jaket dan mulai melangkah berjalan sesuai yang di ajarkan Li Tian padanya.
[Li Tian : oh ya, selama di sekolah, beban tidak ku lepaskan ya.]
“Hah...kelas ku di lantai dua kak,” ujar Evan.
[Li Tian : justru itu bagus.]
“Uuuh penyiksaan...kejam...tiran,” ujar Evan perlahan.
[Li Tian : apa ?]
“Ah tidak, aku jalan,” balas Evan.
Walau kakinya sakit karena tidak memakai alas dan dia merasa sedikit geli karena menginjak genangan air yang di akibatkan hujan semalam, Evan terus melangkah tanpa henti dan mengesampingkan semua itu.
[Pria bersuara berat : hei, buka tapak mu.]
“Huh ?”
Evan menurutinya dan “swoooosh,” api berwarna ungu muncul di tangan Evan kemudian memajang membentuk pipa besi, “tong,” tiba tiba telapaknya jatuh, dia melihat dirinya memegang sebuah pipa besi yang beratnya sangat luar biasa.
[Li Tian : hei Gerard, ini masih giliran ku, kamu setelah ku.]
[Gerard : tidak apa apa, kalau dia terus melatih bagian bawahnya, bagian atasnya nanti tidak seimbang, aku hanya menambahkan saja.]
“Um...siapa lagi ?” tanya Evan.
[Gerard : namaku Gerard Payton, aku gurumu yang kedua, Li Tian mengurusi fisik mu, aku mengurusi mental mu, sekarang ayunkan pipa itu seperti mengayunkan pedang sambil kamu berjalan.]
“Hah,”
[Li Tian : sudah turuti saja, jangan banyak tanya.]
“O..ok,”
Evan mencoba mengangkat pipanya, namun pipa itu sangat berat, “hgggh,” dengan memaksakan dirinya, Evan berhasil mengangkat pipa dengan dua tangan, namun “tong,” pipa kembali jatuh ke bawah. Tiba tiba Evan merasakan ada sesuatu yang mengalir ke kedua lengannya dan “syuut,” dia bisa mengangkat pipa dengan mudah.
[Li Tian : bagus, secara otomatis tubuh mu mengalirkan energi qi ke kedua lenganmu, sekarang lanjutkan berjalan dan ayunkan pipa itu seperti yang di ajarkan Gerard.]
“Ba..baik,” ujar Evan.
“Syuut...syuut,” setiap langkah Evan mengayunkan pipanya dari atas ke bawah, karena masih sepi dan tidak ada orang, Evan merasa santai saja. Setelah menempuh jarak 2 kilometer 2 jam kemudian,
“Hoooh....hoooh,” Evan diam dan menunduk, dadanya terasa mau pecah dan kedua kaki juga lengannya sakit sekali, waktu sudah menunjukkan 5 : 50 pagi dan matahari sudah muncul, banyak orang yang sudah mulai beraktifitas di sekitarnya.
[Li Tian : sekarang kembali ke rumah dan lakukan hal yang sama.]
“Ta..tapi banyak orang kak,” ujar Evan.
[Gerard : justru itu intinya, pertebal wajah mu, oh buka hoodie mu.]
“Huh,” balas Evan.
[Gerard : lakukan, atau kamu memilih berhenti di sini dan selamanya menjadi payah.]
“Ba..baik, aku tidak mau berhenti,” ujar Evan.
[Gerard : bagus, lakukan.]
“I..iya,” balas Evan terbata.
“Wusss,” Evan mengayunkan pipanya, orang orang di sekitarnya langsung menghindar dan menatap dirinya yang sudah membuka hoodie nya. Kemudian dia berjalan kembali menuju rumah dengan cara yang sama di tambah tatapan banyak orang yang aneh melihat dirinya.
Sekarang bukan hanya tubuh yang lelah, melainkan hati nya juga lelah karena banyak yang menertawakan dirinya dan beberapa berbisik bisik mengatakan dia gila, bahkan sampai mengabadikan dirinya menggunakan smartphone.
“Rasanya mau mati saja,” ujar Evan dalam hati.
Pada akhirnya, setelah sampai di rumah, Evan tidak jadi berangkat ke sekolah karena terlalu lelah dan teramat malu. Ketika dia duduk di sofa dan melepaskan penat nya, tiba tiba “klek,” pintu kamarnya terbuka, Evan menoleh melihat Bella baru bangun dan pakaiannya berantakan, dia meregangkan tubuhnya dan menguap,
“Lo lo ga sekolah ?” tanya Evan.
“Lo juga enggak kan ? darimana ?” tanya Bella.
“Uuuuh....olah..raga,” jawab Evan menunduk dengan wajah merah.
“Hmm rajin juga ya lo, dah kita di rumah aja hari ini, lagian gue males juga pergi,” ujar Bella yang duduk di sebelah Evan.
Evan langsung bergeser karena tubuhnya penuh dengan keringat, Bella yang melihatnya bergeser malah menghampirinya,
“Napa lagi lo ?” tanya Bella.
“Gue keringetan, sana,” jawab Evan menyingkir.
“Lah...dari semalem juga lo udah keringetan kok, biasa aja kale,” balas Bella sambil mengambil bungkus rokoknya di meja.
“Klik,” “phuaaah,” Bella menghembuskan asap rokoknya ke atas, “ohok,” Evan yang menghirup sedikit asapnya langsung terbatuk,
“Sori, kena lo ya ?” tanya Bella.
“Enggak, gue ga biasa aja, dah gue mandi dulu,”
Evan berdiri dan membuka bajunya, “pluk,” rokok di mulut Bella terjatuh ke asbak karena mulutnya menganga, dia melihat tubuh Evan ternyata kekar walau kurus dan membuatnya sedikit terpana sampai tidak berkedip. Evan berbalik dan berjalan ke arah kamar mandi sementara mata Bella terus mengikutinya sampai dia berbalik naik ke atas sofa.
Bella kembali berbalik dan duduk kembali, dia mengambil rokoknya dan menghisapnya lagi, tapi sesekali dia menoleh ke belakang. Kemudian dia melihat pipa di sebelah sofa, tangan Bella meraihnya namun “tong,” pipa itu jatuh dan menimbulkan keretakan di ubin nya. Bella kaget dan berdiri, dia melihat pipa itu dan mencoba mengangkatnya, namun pipa itu sangat berat karena terbuat dari besi padat.
“Klek,” Evan yang mendengar suara pipa jatuh keluar dan hanya memakai handuk yang menyelimuti bagian terpentingnya. Dia langsung menghampiri Bella dan jongkok di sebelahnya,
“Sori gue salah naruh,” ujar Evan.
Dengan santainya Evan mengangkat pipanya dan berjalan kembali ke kamar mandi, pipanya dia sandar kan di sudut dinding sebelum masuk ke kamar mandi.
Melihat Evan yang dengan mudahnya mengangkat pipa itu, di tambah melihat sesuatu yang seharusnya belum boleh di lihat di tubuh Evan, wajah Bella mendadak memerah, dia langsung menarik nafas dan menghembuskannya, tangannya mulai mengipasi lehernya yang gerah walau tidak berkeringat.
“Dia....kuat, gue seneng orang kuat, dah gue duga, ga mungkin orang yang punya codet di jidat orang biasa aja dan yang penting dia beda dengan orang itu,” ujar Bella dalam hati.