Seorang pengangguran yang hobi memancing, Kevin Zeivin, menemukan cincin besi di dalam perut ikan yang tengah ia bersihkan.
"Apa ini?", gumam Kevin merasa aneh, karena bisa mendengar suara hewan, tumbuhan, dan angin, seolah mampu memahami cara mereka berbicara.
"Apakah aku halusinasi atau kelainan jiwa?", gumam Kevin. Namun perlahan ia bisa berbincang dengan mereka dan menerima manfaat dari dunia hewan, tumbuhan, dan angin, bahkan bisa menyuruh mereka.
Akankah ini berkah atau musibah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mardi Raharjo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mutan Cyborg Keras Kepala
Hari pertama pun berlalu. Kevin tidak kuat menghadapi godaan Keny dan Bella, akhirnya memilih hengkang.
"Duh, bisa jadi lelaki bejat kalau melayani mereka. Cantik sih, tapi aku tak bisa berpikir jernih kalau terus digoda badan tak bercela seperti mereka", batin Kevin.
Tino sama sekali tidak keberatan. Ia tahu pemuda ini masih begitu polos dan membiarkannya pergi menenangkan diri setelah memberinya kartu akses fasilitas bawah tanahnya ini.
"Dia sangat mirip denganku saat muda. Tapi, bagaimana bisa dia sekuat itu?", pikir Tino yang masih penasaran dengan sumber kekuatan Kevin. Tentu saja, dia harus bersiap jika Kevin memilih memusuhinya.
"Setidaknya, jika dia tidak searah, kami bisa beririsan", gumam Tino yang pernah dikhianati sahabat dan istrinya dulu.
Di atas pohon, Kevin mulai memikirkan ucapan Tino dengan serius.
"Sebaiknya kuterima saja untuk menjadi penguasa di tempat lain. Setidaknya aku tidak akan menjadi buronan polisi lagi. Oh iya, Bibcock!", Kevin baru teringat kalau siang ini akan ada pertunjukan yang ia nantikan.
Segera, Kevin melesat cepat menuju Bremlin, tak ingin ketinggalan.
"Bum!"
Baru saja Kevin tiba, ia melihat gedung Bibcock roboh. Ada belasan orang selamat. Namun tak sedikit yang berkalang reruntuhan beton.
Kevin menonton keriuhan dari jarak 300 meter.
"Huft, orang itu, apa mutan juga?", batin Kevin saat melihat Aldo Sebastian, si Naga Merah hanya terluka berat dan tidak langsung tewas di tempat.
Kevin tidak langsung beraksi. Naga Merah dilindungi belasan mutan saat ini. Nampak orang-orang itu hanya terluka ringan dan sebagian kecil malah sudah pulih sekarang.
"Ambruk dari lantai tujuh namun tidak tewas, pasti lah mereka mutan", gumam Kevin.
Saat ini, tujuh dari belasan mutan itu memandang ke arah Kevin, seolah tahu bahwa mereka sedang diawasi.
"Apa aku ketahuan? Huft!", Kevin menghela nafas panjang karena melihat ketujuh mutan itu melesat cepat ke arahnya. Kini mereka telah mengepung dirinya.
"Mau apa?", Kevin tidak yakin mereka tahu bahwa dirinya lah dalang di balik ambruknya gedung Bibcock siang ini.
"Kenapa mengawasi kami?", satu pertanyaan dari perempuan berambut coklat dengan aroma tubuh seperti sarang lebah.
"Apa dia mutan lebah?", gumam Kevin, mengabaikan pertanyaan lawan.
Tanpa aba-aba, perempuan itu menampar kepala Kevin.
"Plak!'
Satu serangan mengenai zirah angin Kevin. Sayangnya, tangan itu lah yang berubah menjadi kabut darah karena tajam dan solidnya zirah Kevin.
"Ugh, kau. Ayo serang dia!", pekik si perempuan lebah. Enam mutan lainnya melesatkan serangan dengan berbagai senjata tajam dan tumpul, takut bernasib sama dengan perempuan itu.
Alih-alih diam saja, Kevin menggunakan akar tanaman untuk menjerat pergerakan mereka, termasuk si perempuan lebah.
"Kalian sangat tak tahu diri. Bukannya menjelaskan, malah main serang. Ayo kita uji, sekuat apa kalian para mutan!", ujar Kevin, lantas mengalirkan energi dari cincinnya ke akar tanaman.
Akar itu menjadi sekuat cengkeraman ular piton dan ditumbuhi duri seperti bugenvil.
"Aagh!", pekik para mutan. Meski mereka punya kemampuan regenerasi yang tinggi, bukan berarti semua tidak merasakan sakit seperti mutan lumpur waktu itu.
Hanya satu lelaki yang tidak berekspresi meski tubuhnya berdarah. Kevin pun fokus pada satu lawan yang mungkin sama seperti si mutan lumpur.
"Kalian sudah siap menyerahkan nyawa dengan menyerangku tanpa bertanya. Jadi, pergi lah dengan tenang", ujar Kevin tanpa mengalihkan perhatian dari mutan pria itu lantas menaburkan serbuk batu hasil iradiasi.
"Aagh!", enam mutan memekik saat tubuhnya mereka meleleh menjadi cairan dan segera menyublim setelahnya.
"Kau, pasti jenis cyborg itu", ujar Kevin santai. Mutan satu ini sejenis Falcon, bawahan Tino. Anehnya, lelaki itu malah tersenyum. Otot-ototnya berkontraksi dan mulai menebal seperti badak. Perdarahan pun berhenti seketika. Duri yang menusuk di dagingnya pun secara cepat dikeluarkan.
"Prak!"
Akar tanaman yang sangat kuat itu bahkan mampu ia putuskan. Saat ini, sembilan mutan lain yang tadi bersama Aldo pun mengeroyok Kevin.
Sigap, Kevin mengadu zirah anginnya dengan gabungan serangan lawan. Hanya si mutan cyborg itu yang tidak ikut menyerang. Kevin berasumsi lawannya sedang memulihkan kondisi.
"Brak!"
Kesembilan mutan itu berhasil menembus zirah angin Kevin meski lengan dan kaki mereka koyak.
"Berlian!", pikir Kevin melihat tulang salah satu mutan yang nampak saat dagingnya koyak. Itu lah alasan anggota tubuh mereka tidak terputus setelah dikoyak pisau angin.
Di saat rentan seperti ini, tubuh Kevin bereaksi dengan memadukan ketebalan otot dan kelenturannya meredam serangan lawan, berkah dari kekuatan mutan lumpur yang ia serap.
"Kau begitu unik!", ucap mutan cyborg saat melihat Kevin tidak mengelak, seolah sengaja menguji kemampuannya. Mata cyborg mutan merekam kemampuan tempur Kevin dan mengirimkannya ke markas Tino sebagai database.
"Ini baru awalan", ucap Kevin lantas mengikat kesepuluh lawan dengan akar berduri yang sama namun mereka tidak bergeming meski berdarah-darah.
Kevin merentangkan tangan mengarahkan zirah angin menyebar, membuat kesepuluh lawan terpental lantas dibenturkan satu sama lain beberapa kali.
"Brak! Brak! Brak!"
Meski mereka tidak berteriak kesakitan, jelas terlihat kondisi fisik mereka tidak baik-baik saja.
"Tubuh sama kuat akan hancur jika dibenturkan dengan level yang sama", tebak Kevin. Dibantu dengan energi cincin keramat, Kevin terus membenturkan tubuh kesepuluh lawan tanpa harus susah payah menghancurkan satu per satu. Mirip dengan anak-anak yang tengah mengadu fisik mainannya hingga hancur.
Sepuluh mutan itu ternyata berjenis cyborg. Organ mereka pun tercecer namun mereka tidan langsung tewas. Entah kenapa, saat bertarung seperti ini Kevin kehilangan rasa belas kasihan. Tidak ada rasa jijik di matanya, bahkan terpancar rasa senang seperti memperlakukan mainan, bukan mahluk hidup.
Lelaki yang sebelumnya mampu melepaskan diri, kini hanya bisa pasrah dipermainkan hingga hampir pingsan. Kecepatan, kekuatan, dan kecerdikan Kevin mengadu fisik lawan membuat mereka tidak berdaya. Bagaimana pun, ada batasan yang tidak bisa tubuh mereka lampaui.
Saat enam dari sepuluh tewas tanpa tanda adanya regenerasi, Kevin menghentikan serangan. Ia melihat sekilas, dua mata cincin telah padam.
"Ternyata melawan orang-orang ini cukup menguras tenaga. Bagaimana jika aku melawan puluhan bawahan Tino?", batin Kevin.
Kevin mengabaikan kekhawatirannya. Lagi pula ia masih punya satu hari lagi sebelum memberi keputusan.
"Bagaimana sekarang? Bisa katakan kenapa kalian menyerangku? Ya, meski hasilnya sama saja. Tapi setidaknya aku akan membiarkan tubuh kalian tidak hancur total. Minimal kalian masih punya badan dan kepala, menyaksikan betapa panjang usia kalian tanpa guna", Kevin sengaja mempermainkan mental mereka. Entah kenapa ia merasa mereka terlalu sombong sehingga sama sekali tidak mengaduh seperti mutan sebelumnya yang telah menyublim.
"Semua aksimu telah direkam dan disimpan dalam database kami, hidupmu bahkan lebih percuma dari kami sekarang", lelaki yang sebelumnya terlihat kekar, kini hanya tersisa separuh kepala dengan tengkorak besi tanpa kaki dan tangan.