"Hanya satu tahun?" tanya Sean.
"Ya. Kurasa itu sudah cukup," jawab Nadia tersenyum tipis.
"Tapi, walaupun ini cuma pernikahan kontrak aku pengen kamu bersikap selayaknya istri buat aku dan aku akan bersikap selayaknya suami buat kamu," kata Sean memberikan kesepakatan membuat Nadia mengerutkan keningnya bingung.
"Maksud kamu?"
"Maksud aku, sebelum kontrak pernikahan ini berakhir kita harus menjalankan peran masing-masing dengan baik karena setidaknya setelah bercerai kita jadi tau gimana rasanya punya istri atau suami sesungguhnya. Mengerti, sayang!"
Loh, kok jadi kayak gini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Araya Noona, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hal Aneh
Tak butuh waktu lama mereka pun sampai di depan rumah yang ditinggali oleh Sean dan Nadia.
"Ibu-ibu saya pamit masuk ke dalam ya," kata Nadia pada para ibu-ibu.
"Iya, Neng," jawab salah satu dari mereka. "Kami juga pamit ya. Mari," sambungnya.
"Iya, Bu," jawab Nadia kemudian masuk ke dalam rumah.
Saat sampai di dalam dia melihat Sean sedang duduk di ruang tamu. Ternyata pria itu sudah bangun juga. Posisi pria itu sedang membelakangi Nadia.
"Kamu dari mana?" tanya Sean tanpa menoleh ke arah Nadia yang sedang berjalan ke sisi kanan ruangan itu dimana dia menaruh beberapa barang-barangnya.
"Abis dari sumur. Mandi. Bareng sama ibu-ibu di sini," jawab Nadia mengusap rambutnya dengan handuk kecil yang baru diambilnya dari tas.
"Oh, gitu," timpal Sean.
"Iya," jawab Nadia. "Oh iya, kamu ngomong apa sih sama warga di sini sampai mereka ngira aku hamil?" tanya Nadia kemudian dengan sedikit meninggikan suaranya. Jujur dia kesal dengan Sean. Maksudnya kenapa pria itu harus berbohong. Itulah yang membuatnya kecewa.
"Pas mereka datang bawa makanan, mereka liat kamu muntah-muntah," jawab Sean dengan nada yang datar. Namun Nadia tidak terlalu memperhatikan nada bicara pria itu yang terdengar tidak seperti biasanya.
"Kan kamu bisa bilang kalo aku mabuk laut. Gak perlu bohong gitu," timpal Nadia sembari terus mengeringkan rambutnya tanpa melihat ke arah Sean.
"Kamu kan emang pengen hamil."
Astaga! Nadia lupa jika Sean itu pendebat yang tidak mau kalah. Wanita itu merotasikan matanya malas lalu berbalik.
"Aku emang ...." ucapan Nadia terhenti begitu saja ketika mendapati ruang tamu itu kosong.
"Loh, Sean kemana? Aku kan belum selesai ngomong. Main pergi gitu aja," gerutu Nadia merasa tidak terima. Tapi, dia merasa aneh juga sebab rasanya dia baru saja mendengar suara Sean menjawab, lalu saat dia berbalik setelah sepersekian detik pria itu sudah tidak ada.
Emang bisa Sean pergi secepat itu? Rasanya mustahil.
"Eh, Nadia kamu udah pulang."
Nadia kaget luar biasa sebab tadi dia sempat melamun memikirkan dimana Sean berada saat seseorang tiba-tiba bersuara dari arah pintu utama.
"Loh, Sean?" kata Nadia melotot melihat Sean. Pria yang tadinya tersenyum itu jadi kebingungan melihat Nadia menatapnya seperti orang kaget.
"Kamu kenapa? Kok kayak orang kaget gitu?" tanya Sean.
"Kamu dari mana?" Bukannya menjawab Nadia malah balik bertanya dengan suara agak gemetar.
"Dari rumah sebelah minta air bersih soalnya air keran di kamar mandi masih keruh. Terus mereka ngasih tau aku kalo kamu sama ibu-ibu ke sumur deket sini buat mandi," jelas Sean sembari berjalan ke arah kamar mandi dengan jerigen berisi air di tangan kanannya.
Tunggu! Apa?
"Jadi kamu baru aja dateng?" tanya Nadia lagi merasakan gemetar pada tubuhnya semakin menjadi-jadi.
"Iya," jawab Sean cepat. "Ya udah aku mau cuci muka dulu ya," lanjutnya berlalu masuk ke dalam kamar mandi meninggalkan Nadia yang masih mencoba mencerna apa yang sedang terjadi di sana.
Kalau memang Sean baru saja datang, lalu siapa yang mengobrol dengan Nadia di ruangan itu tadi? Tidak mungkin juga hanya perasaan Nadia saja sebab yang duluan mengajaknya bicara itu Sean. Dan lagi Nadia melihat sosok itu dengan jelas kok meski memang hanya dari belakang.
Bulu tengkuk Nadia tiba-tiba berdiri. Dia seketika merinding dengan tubuh yang terasa lemas sampai membuatnya terduduk di atas kursi yang terbuat dari kayu itu.
Nadia memejam sebentar sebelum menggeleng pelan mengusir segala pikiran yang membuat kepalanya terasa penuh.
"Enggak! Ini pasti karna aku masih kecapean. Makanya jadi halu," gumam Nadia mencoba untuk berpikir positif meski tak bisa dipungkiri ada perasaan takut menyelimutinya. Apalagi saat melihat kursi di mana tadi dia melihat Sean tengah duduk sembari mengajaknya bicara. Bahkan Nadia masih mengingat dengan jelas pakaian yang dikenakan sosok itu. Dan tentu saja pakaian itu berbeda dengan pakaian yang tadi Sean kenakan.
Nadia segera bangkit kemudian berlari masuk ke dalam kamar untuk mengganti pakaiannya.
***
Sejak mereka keluar untuk jalan-jalan, Sean sudah menyadari jika ada hal yang sedang mengganggu pikiran Nadia. Raganya ada bersamanya namun tidak dengan pikirannya. Entah apa yang sedang dipikirkan wanita itu. Dia berniat akan bertanya setelah mereka sampai di tempat tujuan.
Saat ini mereka sedang menuju sebuah sungai dengan air terjun yang katanya memiliki pemandangan yang sangat indah. Saat pertama kali datang ke sana bersama Dominic, mereka belum sempat ke sana. Warga sudah memberitahu tapi mereka kehabisan waktu. Jadi, hari inilah baru Sean ke sana.
"Air terjunnya udah deket belum, Pak?" tanya Sean pada Pak Dayat yang ditugaskan mengantar mereka ke air terjun.
"Udah kok, Mas," jawab Pak Dayat.
"Kita istirahat sebentar ya, Pak. Kasian istri saya kayaknya kecapean," pinta Sean membuat Nadia menoleh ke arahnya. Pria itu hanya tersenyum simpul ke arah wanita itu.
"Iya, Mas. Boleh," jawab Pak Dayat.
Mereka kemudian duduk di atas sebuah pohon yang tumbang yang kebetulan ada di sana.
"Capek ya?" tanya Sean menyodorkan sebotol air pada sang istri.
"Lumayan," jawab Nadia mengundang tawa antara mereka. Termasuk Pak Dayat yang tersenyum malu-malu melihat interaksi Nadia dan Sean.
"Lagian kamu ngajak jalan-jalannya ke tempat kayak gini," kata Nadia lagi. Wanita itu hanya bercanda kok. Sebab setelah berkata seperti itu Nadia terkekeh kecil.
"Yah ... biar beda aja sama orang lain, Sayang," jawab Sean tanpa beban sambil mencolek dagu Nadia. "Sepulang dari sini aku janji deh bakalan pijitin kamu," lanjutnya.
"Gak usah. Makasih," kata Nadia.
"Loh emangnya kenapa, Sayang?" tanya Sean dengan wajah memelas. "Padahal aku udah baik banget loh ini," tambahnya.
"Ya gak apa-apa, cuma ya gak usah aja," jawab Nadia berusaha menahan senyumnya. Dia lalu bangkit dari duduknya kemudian berjalan lebih dulu.
"Yuk, lanjut jalan lagi, Pak," katanya pada Pak Dayat.
"Iya, Neng," ujar Pak Dayat mengikuti langkah Nadia.
Sean menggeleng pelan sembari tersenyum tipis sebelum bangkit untuk menyusul Nadia dan Pak Dayat. Namun saat dia menatap ke arah dua orang itu lagi, bukannya melangkah Sean malah terdiam.
"Sean, ayo! Kok kamu malah diam aja di sana?" teriak Nadia membuat Sean mengerjabkan beberapa kali matanya.
"Iya! Iya!" balasnya berteriak kemudian menyusul langkah sang istri.
"Itu cuma penglihatan aku aja atau efek bayangan yah? Kok aku liat tadi mereka bukan berdua tapi bertiga?" gumam Sean pelan. Ya. Dia terdiam tadi karena melihat ada sosok bayangan yang berjalan di samping Nadia.
***