1. Gairah sang kakak ipar
2. Hot detective & Princess bar-bar
Cerita ini bukan buat bocil ya gaess😉
___________
"Ahhh ... Arghh ..."
"Ya di situ Garra, lebih cepat ... sshh ..."
BRAKK!
Mariam jatuh dari tempat tidur. Gadis itu membuka mata dan duduk dilantai. Ia mengucek-ucek matanya.
"Astaga Mariam, kenapa bermimpi mesum begitu sih?" kata Mariam pada dirinya sendiri. Ia berpikir sebentar lalu tertawa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
Semenjak mengantarnya pulang semalam, Garra tidak pernah bicara pada Mariam. Pria itu terkesan sangat cuek. Ya ampun, Mariam tidak merasa kalau kesalahannya sangat fatal. Memang Garra-nya yang terlalu berlebihan. Ya, itu menurutnya. Untung saja tamunya Cinta, sih aktor terkenal dan manajernya sudah pulang lebih dulu waktu Garra datang, jadi hanya Cinta yang melihat dirinya di seret oleh Garra pulang dari sana. Kalau tidak, pastilah dia malu berat.
"Aku tidak mengerti dengan jalan pikirannya, kenapa sampai sebegitunya? Kan aku sudah minta maaf, memangnya dia ingin aku minta maaf dengan cara apa lagi coba?" Mariam berceloteh pada dirinya sendiri. Sekarang ia sedang berada di depan toilet wanita, bersih-bersih di sana. Gadis itu mulai terbiasa dengan kesehariannya tersebut.
Sesekali pandangannya terarah ke pintu departemen tim Garra. Berharap pria itu akan keluar dari sana. Jarak ruang departemen timnya Garra kira-kira lima puluh meter dari tempatnya berdiri.
"Hufft ..." gadis itu mende-sah berat. Malah orang lain yang keluar masuk tempat itu. Garra tidak keliatan batang hidungnya sedikitpun. Kalau begini kan Mariam juga jadi malas kerja.
"Mari, kamu kenapa? Kok nggak semangat begitu?" Nindy bertanya dengan wajah heran. Karena biasanya Mariam selalu bersemangat.
"Mau semangat gimana coba, kalau laki-laki dingin itu nggak mau ngomong sama aku. Seharian ini aku dicuekin mulu." sahut Mariam tidak bersemangat. Mulutnya ia mainkan maju mundur.
Dahi Nindy berkerut.
"Maksud kamu pak Garra?"
"Siapa lagi? Emangnya bapak polisi botak itu?" saking kesalnya, Mariam sampai bersuara kuat tepat ketika seorang polisi tua bertubuh gempal keluar dari sebuah ruangan. Suara kencang Mariam kedengaran jelas dikuping sih polisi tersebut.
"Siapa yang kamu bilang botak, saya?" polisi itu mendekati Mariam dan Nindy sambil berkacak pinggang di depan keduanya.
"Lah, memang bapak botak kan? Nggak sadar?" balas Mariam berani. Gadis itu memang tidak punya rasa takut sama sekali. Padahal Nindy yang berdiri disebelahnya sudah sangat tegang. Siapa yang tidak tegang coba kalau mengusik seorang polisi.
"Kamu tuh ya, nggak kerja yang bener malah berani ngatain polisi."
"Dih, siapa yang ngatain. Orang itu kenyataannya, bapak emang b-o-t-a-k!" Mariam balas berkacak pinggang, tidak mau kalah. Sudah kesal karena dicuekin Garra, eh malah dibikin tambah kesal lagi.
"Kamu ..."
"Pak Teo,"
Nah kan, laki-laki yang bikin mood Mariam hilang sejak pagi akhirnya muncul juga. Tapi bukan untuk dia, Garra memanggil nama Teo sambil menatap ke polisi botak yang berdiri di depannya. Pasti polisi itu yang namanya Teo.
Garra melirik Mariam sekilas, tapi hanya sepersekian detik lalu membuang muka darinya. Kesal? Jelas dong kesal. Mariam kesal bukan main.
"Bisa ke ruangan saya sebentar? Ada yang ingin kami bahas dengan pak Teo."
"Baiklah." Polisi botak yang ternyata bernama Teo itu berbalik pergi, mengikuti Garra.
"Silahkan pak Teo masuk. Rekan saya sudah menunggu di dalam sana."
"Kamu mau kemana?"
"Ke toilet sebentar." pak Teo mengangguk mengerti kemudian masuk lebih dulu.
Dari jauh Garra melihat Mariam terus berceloteh sendiri. Perempuan yang bersama gadis itu tadi sudah tidak ada. Tinggal Mariam di sana, bekerja sambil membanting-banting sapunya. Raut wajahnya kesal. Garra tersenyum simpul. Lucu sekali gadis itu kalau sedang mode sebal. Siapa suruh tidak mau dengar perkataannya, dicuekin kan jadinya.
Garra juga tidak bermaksud cuek sama Mariam, tapi karena hari ini ia sangat sibuk, jadinya ia tidak sempat menyapa gadis itu dikantor. Garra menatap kira-kanan, ketika dilihatnya tempat itu sepi, tak ada orang di situ, barulah ia mendekat. Bukannya Garra tidak senang hubungannya dengan Mariam ketahuan. Ia hanya tidak suka ada yang bergosip tidak baik tentang gadisnya.
"Kenapa mukamu cemberut begitu?" Mariam mengangkat wajah. Kehadiran Garra membuatnya makin sebal. Kesal karena seharian dicuekin.
"Maaf, anda siapa ya. Saya tidak bicara dengan orang asing." cetus Mariam saking sebalnya dicuekin sama pria itu.
"Baiklah kalau begitu, aku pergi." pria itu berbalik hendak pergi dengan sengaja.
"Ih nyebelin abis." Mariam membanting kakinya. Setelah itu ia merasakan pergelangan tangannya ditarik oleh Garra. Lelaki itu membawanya ke sebuah gang kecil dan gelap yang jarang di lewati para staf. Tempat itu adalah satu-satunya tempat yang tak ada cctv. Garra tahu, makanya dia membawa Mariam ke situ.
Garra mendorong tubuh Mariam ke tembok lalu mengunci gadis itu dengan kedua tangannya.
"Kau kesal?" Garra berbisik pelan di depan wajahnya.
"Cih," Mariam berdecih. Memangnya wajahnya lagi keliatan senang?
"Itulah yang aku rasakan semalam." gumam Garra lagi.
Hening sebentar, Mariam terus menatap lelaki itu, kemudian tanpa aba-aba ia menyerang bibir Garra.
"Mmph ..."
Mariam menyerang Garra dengan liar. Mencecap, menghisap dan menggigit bibir pria itu tanpa malu. Lagian mereka kan sudah pernah berciuman, bahkan yang lebih dari ini pernah.
Garra masih sadar kalau mereka sedang berada di departemen kepolisian. Dia harus menghentikan Mariam dengan cepat. Lelaki itu mencoba mendorong tubuh Mariam namun gerakan Mariam dibibirnya makin liar. Malah menantang Garra untuk membalas.
Akhirnya pria itu membalas ciuman Mariam. Lidah mereka saling bertaut, saling merasakan betapa manis rasanya ciuman itu. Garra kembali mendorong Mariam ke dinding. Dengan lembut dan berhati-hati agar tidak melukai gadis itu. Lidahnya bermain dalam mulut Mariam dengan begitu sensual. Panas rasanya. Ia tidak tahu sejak kapan ia jadi pandai berciuman. Padahal sebelumnya dirinya tidak ada pengalaman sama sekali.
Berciuman dengan Mariam adalah pengalaman pertamanya. Dan gadis itu akan menjadi yang pertama dan terakhir bagi seorang Garra. Akan ia pastikan itu. Napas mereka terengah-engah begitu Garra berhenti. Kening mereka saling menempel. Hembusan napas Garra di wajah Mariam membuat gadis itu merasakan kedekatan mereka yang begitu intens.
"Kamu pernah mencium seseorang? Maksudku perempuan lain selain aku." tanya Mariam. Wajar ia bertanya mengingat betapa mahirnya pria itu berciuman.
"Hanya kamu, tidak ada yang lain."
"Kenapa? Kamu kan ganteng, belum pernah pacaran? Walau aku senang aku yang pertama jadi pacarmu, tapi kan aneh juga laki-laki tampan seperti kamu nggak pernah punya pacar.
"Bukankah sudah ada kamu?" ucap Garra sembari mengatur anak rambut Mariam yang berjatuhan ke belakang telinga.
Mariam terus menatap Garra. Kali ini menyipitkan mata curiga.
"Jujur, apakah dulu kamu gay tapi sekarang sudah normal lagi karena aku jauh lebih menantang?" entah pikiran darimana itu, Garra yang mendengar langsung membelalak lebar, kesal juga di bilang gay. Bocah ini ada saja pemikiran gilanya.
"Jangan sembarangan, " ujar Garra menyentil kening Mariam pelan. Sementara gadis itu malah tersenyum lebar tanpa dosa. Suasana hatinya sudah membaik, Garra ikut senang.
"Sekarang kembalilah bekerja. Habis kerja langsung pulang, aku sudah menghubungi sopir untuk mengantarmu.
"Bisa nggak aku ke ruanganmu sebentar setelah pulang?"
"Tidak bisa, banyak pekerjaan yang harus aku urus. Pergilah," lalu Garra mendorong pelan tubuh Mariam pergi dari situ.
nemu novel ini
baca sambil ngakak dewe
wkwkwkkkkkakakaaaa
malem² lagi
byuhhhh