Di tengah hujan yang deras, Jane Rydell, melihat seorang pria terkapar, di pinggir jalan penuh dengan luka.
Dengan tanpa ragu, Jane menolong pria itu, karena rasa pedulinya terhadap seseorang yang teraniaya, begitu tinggi.
Hendrik Fernandez, ternyata seorang pria yang dingin dan kaku, yang tidak tahu caranya untuk bersikap ramah.
Membuat Jane, gadis berusia dua puluh tiga tahun itu, dengan sabar menunjukkan perhatiannya, untuk mengajarkan pada pria dingin itu, bagaimana caranya mencintai dan di cintai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KGDan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31.
"Ternyata dengan menikahi mu, Kakek memberikan semua aset kekayaannya, dan kalau tidak menikah dengan mu, ia tidak akan memberikan kepada siapapun, pada keluarga Fernandez yang masih ada!" ucap Hendrik melepaskan pelukannya.
Lalu meraih surat-surat penting itu, dan membacanya lagi, dengan perasaan tidak percaya.
Ternyata surat-surat itu sudah di tulis Kakeknya, saat ia sedang sakit-sakitan, terlihat dari tanggal surat itu ditulis.
Hendrik duduk di tepi tempat tidur Jane, membaca satu persatu surat, yang ada dalam kotak tersebut.
Surat pengangkatan Ceo baru Group Fernandez, jatuh pada Hendrik Fernandez, sebagai ahli waris yang sesuai.
Dan surat yang di tulis oleh Ayahnya, sewaktu masih hidup. Menyerahkan Mansion Fernandez, menjadi milik sah Hendrik Fernandez, selaku cucu pertama, dari putra pertama Kakeknya.
Mengangkat Hendrik sebagai kepala keluarga, untuk mengatur kelangsungan dalam Mansion.
Semua surat tersebut asli, lengkap dengan cap jempol, tanda tangan, dan materai.
Perlahan tangan Hendrik meraih surat lainnya, yang membuat ia masih tidak mempercayai apa yang sudah di bacanya.
Jemari Hendrik membuka surat lainnya.
-Nak, Papa menulis surat ini, hanya buat jaga-jaga saja, karena kita tidak tahu kapan sesuatu hal terjadi, bisa menimpa siapa saja, Papa hanya ingin memberitahu padamu, kalau kau sudah terikat dengan seorang gadis, yang belum kau kenal, suatu hari nanti kau harus menikahinya, ini pesan Kakek, karena Kakek gadis itu, donatur Kakek sewaktu ia masih pemuda, karena pertolongan Kakek gadis itu, kehidupan kita bisa menjadi seorang miliarder, perjodohan kalian telah di atur Kakek gadis itu dan Kakekmu, semoga kalian bisa bertemu suatu saat nanti-
Mata Hendrik nanar membaca tiap baris kata yang ada di kertas itu, sangat berbeda dengan surat wasiat yang di tulis Kakeknya.
Kakeknya hanya menulis, ia harus menikahi gadis dari putri keluarga Rydell.
Perjodohan sudah di atur, dan tidak bisa di ganggu gugat, hanya seperti itu di tulis oleh Kakeknya, pada surat wasiat yang telah di ketahui oleh Pamannya.
Hendrik menatap surat-surat yang ada dalam kotak tersebut, ia tidak menyangka Ayah dan Kakeknya, mewariskan semua aset mereka padanya.
Mata Hendrik melihat satu surat lagi yang belum ia baca, tangannya dengan cepat meraih surat tersenyum.
-Nak, jangan terkejut, saat menemukan surat warisan ini, berada di tangan istrimu, setelah kami selesai menulis surat warisan ini, kami memberikannya pada Kakek istrimu, agar istrimu menyimpannya dengan baik, supaya tidak di ketahui oleh anggota keluarga Fernandez lainnya-
Hendrik akhirnya mengerti, kenapa surat-surat penting itu ada pada Jane, ternyata kotak itu sudah ada pada Jane dalam waktu yang lama.
Jane yang membaca surat terakhir, yang di baca Hendrik, mulai memutar otaknya, untuk mengingat kapan ia menyimpan kotak tersebut.
Samar-samar akhirnya ingatan Jane, mengingat ia menerima sebuah kotak dari Ibunya, sewaktu Ibunya masih hidup.
"Untuk sementara, biarkan kotak ini tetap kau yang simpan, agar aman, sampai pada waktunya aku mengambil alih Group Fernandez!" ucap Hendrik menutup kembali kotak tersebut.
"Baiklah!" jawab Jane, menyetujui keputusan Hendrik.
Jane kembali memasukkan kotak itu, kedalam lemari pakaiannya, setelah itu mereka pun keluar dari apartemen Jane.
Saat akan naik ke dalam mobil, ponsel Jane bergetar, di layar ponsel, Jane menatap tidak bersemangat nama si penelepon.
"Siapa?" tanya Hendrik heran, melihat raut wajah Jane yang berubah.
"Papaku!" jawab Jane, lalu mengangkat ponselnya.
Begitu benda tipis itu, ia tempelkan ke telinganya, ia mendengar suara teriakan dari dalam ponsel, membuat ia sontak menjauhkan ponsel tersebut dari telinganya.
Setelah Ayahnya selesai bicara, ponsel Jane di tutup tanpa adanya jawaban dari Jane.
"Kenapa?" tanya Hendrik.
"Antarkan aku ke rumah Papa, ia ingin aku mengambil barang-barang peninggalan Mama, dari rumahnya!" jawab Jane tidak bersemangat.
"Baik!"
Hendrik mengantar Jane ke rumah Ayah mertuanya.
"Tunggu saja di mobil, aku hanya sebentar saja, kita tidak perlu bersikap ramah pada keluarga Papaku, mereka semua sangat licik!"
"Baik, aku akan menunggu mu!" jawab Hendrik dengan lembut, lalu mengelus sebentar puncak kepala Jane.
Jane pun keluar dari dalam mobil, lalu melangkah dengan wajah datar.
Bersambung....