Ace Disciple

Ace Disciple

Chapter 1

“Mulai sekarang jangan mencari ku lagi, bilang sama anak itu, jangan sembarangan menyapaku di muka umum,” teriak seorang pria sambil menujuk seorang anak kecil berusia sekitar 5 tahun.

“Ke..kenapa ? wajar saja kan dia menyapa papanya, memang kenapa,” teriak sang wanita sambil memeluk sang anak.

“Diam, jangan banyak tanya, rasakan ini,” teriak sang pria bertambah geram.

Tangannya yang menggenggam ikat pinggang terangkat ke atas dan dia mulai menyabetkan kepala ikat pinggang yang terbuat dari besi itu ke punggung sang wanita, tiba tiba tubuh sang anak bergerak dan langsung melepaskan pelukan sang wanita, dia melompat berdiri di depan sang pria dan “craaaas,” anak itu terkena sabetan ikat pinggang tepat di wajahnya, namun walau meringis kesakitan, dia menatap pria di depannya,

“Jangan pukul mama,” teriaknya.

“Evan,” teriak sang wanita yang berbalik dan kembali memeluk Evan yang masih merentangkan tangannya dengan air mata bercucuran dan darah yang keluar dari luka panjang di keningnya. Sang pria semakin naik pitam, dia mengambil gelas besar di meja dan langsung menghantamkannya ke kepala Evan sampai Evan tersungkur jatuh, sebelum pingsan, Evan sempat mendengar teriakan mamanya dan suara mamanya yang memukul pria di depannya entah menggunakan apa sampai terdengar dengan jelas suara nya.

******

“Huaaaah,”

Evan yang kini berusia 15 tahun terbangun kaget dan langsung duduk di ranjang kamar nya. Nafasnya memburu dan seluruh tubuhnya di banjiri keringat dingin, wajahnya nampak pucat, mulut nya menganga dan matanya membulat, dia memegang separuh wajahnya, jarinya menyentuh bekas luka horisontal yang memanjang dari kiri sampai kanan di kening nya.

“Mimpi itu lagi,” ujarnya dalam hati.

Kenangan masa kecilnya mulai mengisi benaknya, dua tahun setelah kejadian itu, sang ibu di temukan gantung diri di ruang tengah ketika Evan pulang sekolah. Sejak itu, Evan tinggal dan di besarkan oleh nenek nya. Namun ketika dia baru masuk ke sma, sang nenek meninggal karena sakit dan tidak memiliki biaya untuk berobat.

Sesaat sebelum meninggal, sang nenek masih sempat memberikan sebuah buku kepada Evan yang sudah di wariskan di keluarganya sejak turun temurun.

Kehilangan nenek nya benar benar membuat Evan terpuruk di dalam kesedihan, sekarang dia sendirian di dunia ini tanpa ada saudara satu orang pun. Kembali ke masa kini,

“Sudah tiga bulan sejak nenek meninggal, gue masih bermimpi yang sama (mendadak menjadi geram) semua gara gara orang itu, lo masih hidup kan sekarang ? tunggu gue, gue pasti akan mencari lo dan menghancurkan lo,” ujar Evan dalam hati karena geram.

Evan menoleh, dia membuka laci meja belajar yang berada tepat di sebelah ranjangnya, dia mengambil sebuah buku kuno yang nampak indah.

Sampul buku itu terbuat dari kulit berwarna coklat sehingga nampak seperti sebuah kitab, dia membuka halaman pertama dan membaca judul yang tertera di tengah halaman.

“The book of mentors,”

Tapi ketika membuka halaman berikutnya, ternyata halaman itu kosong dan nampak seperti buku tulis yang bergaris garis. Dengan tersenyum, dia membuka satu persatu lembaran nya sampai ke belakang dan membaca tulisan yang tertulis di bagian dalam sampul belakangnya menggunakan tulisan tangan. Isi tulisan itu adalah,

“Sekarang giliran mu, berbahagialah,”

Evan menutup bukunya dan kemudian memeluk buku itu, bagi dirinya buku itu lebih berharga dari apapun di dunia karena di berikan oleh neneknya sesaat sebelum meninggal, walau isi buku itu kosong seperti buku tulis biasa, dia terus membuka nya setiap dia bangun tidur di pagi hari sebelum berangkat ke sekolah setelah nenek nya meninggal 3 bulan lalu.

“Ok ayo berangkat ke sekolah,” gumam Evan dalam hati.

Dia berdiri dan berjalan ke depan lemari untuk mengambil handuk yang tergantung di daun pintunya, dia melihat dirinya sendiri di cermin, tubuhnya nampak sangat kurus walau tinggi, rambutnya terlihat lucu seperti di potong menggunakan mangkuk dengan poni yang panjang untuk menutupi bekas luka di keningnya, wajahnya tirus dan terlihat sangat tidak segar dan dia memakai kacamata yang tebal.

Walau begitu, dia tetap tersenyum dan menarik handuknya kemudian keluar kamar untuk ke kamar mandi. Rumah yang di tinggali Evan dan warisan nenek nya adalah rumah sederhana berukuran 60 meter dan hanya memiliki satu lantai, berlokasi di dalam gang sempit dekat sekolah nya. Ada dua kamar kecil di dalam rumah yang menembus satu sama lain dan sebuah kamar mandi.

Selesai mandi, dia kembali ke kamarnya dan mengenakan seragam sma nya, lalu dia berjalan kembali keluar kamar menuju ke pintu keluar, sebelum keluar dia menoleh melihat rumahnya,

“Aku pergi ya nek,” ujarnya.

Walau tidak ada yang menyahut, bagi Evan salam itu penting karena dia masih bisa merasakan kehadiran nenek nya yang biasa duduk di ruang tengah pagi pagi sambil menonton televisi dan menyeruput teh nya.

"Klek,” setelah membuka pintu, ada bayangan yang menutupi Evan, dia menengadah melihat seorang siswa senior yang bertubuh besar, berseragam urakan, berambut cepak dan memakai kalung rantai, tersenyum sinis melihat dirinya.

“Sini lo,”

Siswa itu menarik Evan keluar dan menyeretnya tanpa menutup pintu rumahnya, dia membawa Evan ke lapangan di depan gang nya yang biasa di gunakan untuk parkir mobil bagi pemilik rumah di dalam gang.

“Buk,” langsung saja siswa itu memukul perut Evan di tengah lapangan, “ohok,” Evan memuntahkan air yang baru saja di minumnya di rumah sambil memegang perutnya yang sakit.

“Blugh,” Evan jatuh berlutut di tanah, siswa itu tidak diam saja, dia menarik kerah Evan sekali lagi dan membuatnya berdiri, “buaak,” tinju besarnya kembali mendarat kencang di perut Evan, “ohoook,” sekali lagi Evan muntah dan berlutut.

“Ke..kenapa ?” tanya Evan terbata sambil menahan sakit.

“Lo tanya kenapa ? gue udah bilang ama lo, jangan pernah ngomong ama Bella kan, tapi gue liat lo pulang bareng dia kemarin,” jawab sang siswa.

“I..itu karena dia mau pinjem buku gue....makanya dia kerumah gue.....so..sori Sur,” ujar Evan terbata.

“Hah sori ? udah telat kalo mau bilang sori, semalem Bella putusin gue, sini lo,” teriak senior bernama Surya.

Tangannya kembali menarik kerah Evan dan “buaaaak,” ketiga kalinya tinju Surya mendarat di titik yang sama di perut Evan, kali ini Evan benar benar tersungkur dan perutnya terasa sangat sakit sampai dia meringkuk di tanah, “buaak,” kali ini kaki Surya yang menendang perut Evan yang masih di tutupi kedua tangannya.

“Dasar cupu, modal codet doang di jidat, mampus aja lo, cuh,”

Surya membuang saliva nya tepat di wajah Evan dan berbalik kemudian dengan santai nya dia pergi, tatapan Evan yang sudah tidak fokus dan berbayang, melihat Surya yang pergi begitu saja tanpa menoleh sama sekali, walau geram, Evan sama sekali tidak berdaya karena faktor perbedaan tubuh nya yang sangat signifikan dengan tubuh Surya yang besar dan padat.

Evan memejamkan matanya, dia menyadari kalau dirinya selalu di kucilkan di sekolah dan di anggap culun, dia juga menyadari kalau dia tidak punya teman satu pun di sekolah, kalau pun ada yang menegur dirinya, hanya seorang siswi bar bar bernama Bella yang mantan pacarnya menghajarnya barusan.

Setiap pagi, dia berusaha menyemangati dirinya sendiri dengan mengatakan tidak apa apa di dalam hatinya agar dia tetap tegar dan semangat pergi ke sekolah, tapi kali ini berbeda, dia benar benar meradang dan sudah muak, di tambah dia mengalami mimpi buruk semalam tentang masa lalu nya yang kelam, dia bertekad ingin mengubah segalanya,

“Emang salah gue apa sih, si Bella bar bar itu cuman minjem buku gue, trus buku gue di robek lagi, catatan nya di bawa dia pulang, sekarang tiba tiba si Surya menghajar gue karena dia putus ama Bella gara gara gue, yang bener aja, Bella ama gue itu bumi dan langit, beda kasta, kenapa gue jadi sasaran pelampiasan nya, gue ga mau begini terus, gue bener bener ga mau,” ujar Evan geram di dalam hatinya.

Dengan susah payah dan menahan sakit di perutnya, Evan berdiri, dia menoleh melihat seragam nya,

“Kayaknya hari ini gue ga masuk, males, seragam juga udah kotor,” ujar Evan dalam hati ketika melihat seragam satu satunya kotor penuh tanah.

Evan mulai melangkah, bukan keluar gang melainkan masuk kembali ke dalam gang. “Klap,” dia masuk ke rumah dan menutup pintunya, “sreek,” Evan langsung merosot duduk bersandar ke pintu. Dia menoleh ke arah sofa yang biasa di pakai nenek nya untuk duduk,

“Maaf ya nek, aku bolos, aku udah ga kuat nek, maaf banget ya nek, cucu yang nenek banggakan ternyata cupu haha...hik,” ujarnya lirih sambil meneteskan air mata.

[Kamu mau berubah ?]

“Huh,” tiba tiba terdengar suara pria yang tegas di kepalanya, Evan berdiri dan memeriksa sekeliling.

[Aku tanya, apa kamu mau berubah ?]

Tanya suara itu sekali lagi di kepalanya, Evan membersihkan air matanya menggunakan lengannya, dia mulai merasa takut,

“Si..siapa ?” tanya nya.

[Aku di kamar mu.]

Dengan langkah perlahan dan hati hati, Evan berjalan menuju ke kamarnya, “kreek,” dia membuka kamar dan melihat laci meja nya terbuka. Cahaya keluar dari dalam laci, Evan yang penasaran mendekat dan menjulurkan kepalanya ke atas laci. Matanya membulat karena melihat buku yang dia peluk setiap hari, mengeluarkan cahaya terang.

Terpopuler

Comments

Dian

Dian

Semangat thor,💪🏻💪🏻ayo saling dukung mampir jg ke karya aku “two times one love”❤️

2024-12-15

0

Amara❤️

Amara❤️

good job

2024-12-16

0

Aulia Nur

Aulia Nur

good job 🔥

2024-12-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!