Kinanti, seorang gadis sederhana dari desa kecil, hidup dalam kesederhanaan bersama keluarganya. Dia bekerja sebagai karyawan di sebuah pabrik untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup.
Kehidupannya yang biasa mulai berubah ketika rencana pernikahannya dengan Fabio, seorang pria kota, hancur berantakan.
Fabio, yang sebelumnya mencintai Kinanti, tergoda oleh mantan kekasihnya dan memutuskan untuk membatalkan pernikahan mereka. Pengkhianatan itu membuat Kinanti terluka dan merasa dirinya tidak berharga.
Suatu hari, ayah Kinanti menemukan sebuah cermin tua di bawah pohon besar saat sedang bekerja di ladang. Cermin itu dibawa pulang dan diletakkan di rumah mereka. Awalnya, keluarga Kinanti menganggapnya hanya sebagai benda tua biasa.Namun cermin itu ternyata bisa membuat Kinanti terlihat cantik dan menarik .
Kinanti akhirnya bertemu laki-laki yang ternyata merupakan pengusaha kaya yaitu pemilik pabrik tempat dia bekerja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amelia's Story, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12 . Sebuah Kesepakatan
Kinanti duduk lemas di kursi ruang tunggu rumah sakit setelah mendengar penjelasan dokter bahwa ayahnya harus segera dioperasi. Biayanya sangat besar, jauh melebihi kemampuan keluarganya, terutama karena asuransi kesehatan hanya mencakup fasilitas kelas 3 yang masih membutuhkan banyak tambahan biaya. Ia merasa buntu dan tidak tahu harus bagaimana untuk mendapatkan uang sebesar itu dalam waktu singkat.
Pagi harinya, dengan langkah berat, Kinanti berjalan menyusuri koridor rumah sakit, mencoba mencari ketenangan sambil memikirkan jalan keluar. Tiba-tiba, ponselnya berbunyi. Sebuah pesan dari Zayn muncul di layar.
"Kinan, temui saya di pabrik segera. Ada hal penting yang perlu kita bicarakan."
Kinanti terdiam membaca pesan itu. Ia bimbang. Di satu sisi, ayahnya sedang sakit dan membutuhkan dukungan penuh darinya. Namun di sisi lain, Zayn adalah atasannya, dan menolak permintaannya bisa berisiko pada pekerjaannya.
Setelah berpikir sejenak, Kinanti memutuskan untuk pergi menemui Zayn. Ia yakin, jika tetap bekerja keras, mungkin ia bisa mendapatkan tambahan penghasilan atau mencari cara lain untuk menolong ayahnya. Dengan hati yang gundah, ia berpamitan kepada ibunya.
“Ibu, Kinan harus pergi sebentar. Kalau ada apa-apa dengan Bapak, segera hubungi Kinan, ya,” katanya, berusaha menenangkan ibunya yang tampak cemas.
"Iya nak, hati-hati ya, biar ibu yang akan menjaga ayah."
Setibanya di kantor pabrik, Zayn sudah menunggunya di ruangannya. Zayn terlihat serius, memeriksa beberapa dokumen di meja. Begitu Kinanti masuk, Zayn menatapnya dengan ekspresi sulit ditebak.
"Maaf pak, saya... terlambat. "Kinanti menunduk.
“Kinanti, saya dengar performamu cukup bagus kemarin saat bertemu klien Korea. Itu membuat saya ingin memberi tanggung jawab lebih padamu,” ucap Zayn tanpa basa-basi.
Kinanti terkejut. Ia tidak menyangka Zayn akan memuji dirinya. Namun, di balik rasa bangga, pikirannya masih dipenuhi kecemasan tentang kondisi ayahnya.
“Terima kasih, Pak Zayn. Tapi… saat ini saya sedang menghadapi masalah keluarga,” jawab Kinanti dengan suara pelan.
Zayn mengernyit. “Masalah apa?"
Kinanti ragu sejenak sebelum akhirnya menjawab, “Ayah saya sedang sakit parah, Pak. Dokter bilang harus operasi, dan biayanya sangat besar. Saya sedang mencari cara untuk mendapatkan uang secepat mungkin.”
Zayn terdiam beberapa saat, lalu berkata, “Berapa yang kamu butuhkan?”
Kinanti menunduk. “Sangat besar, Pak. Jika bapak berkenan maaf jika saya lancang, bolehkah saya pinjam uang dari perusahaan pak, bisa dipotong dari gaji saya pak, "Kinan sambil memejamkan matanya.
Zayn berdiri dari kursinya, berjalan mendekati Kinanti, dan berkata dengan nada tegas, “Dengar, saya tidak menawarkan pinjaman. Kamu ini... hutang kamu yang kemarin saja belum kamu bayar ya "
"Mmmaaf pak hiks hiks hiks."Kinanti terisak airmatanya mengalir deras dari sudut matanya. Dan dia berlutut seolah memohon."Saya akan lakukan apa saja, asal bapak mau menolong saya."
"Kalau kamu membutuhkan uang itu, saya bisa membantu dengan syarat kamu mau menjalankan tanggung jawab yang akan saya berikan. Ini juga untuk kebaikan karirmu.”
Kinanti memandang Zayn dengan penuh kebingungan dan rasa tidak percaya. Apakah ini sebuah kesempatan atau justru awal dari masalah baru?
"Apa itu pak?"Kinanti dengan rasa penasaran.
"Nanti akan saya sampaikan sama kamu tugas kamu apa, sekarang kamu urus ayah kamu dan satu jam lagi uang yang kamu inginkan akan masuk ke rekening kamu."
"Ttterima kasih pak, sssaya berhutang sama bapak, dan akan mengingat kebaikan bapak."Kinan berdiri setelah berlutut.
" Hei ... ingat ... jangan senang dulu kau ... belum tahu apa yang tugasmu.Sekarang pergilah."
"Baik pak saya permisi dulu."Kinan berlalu dari hadapan Zayn.
Setelah berbicara dengan Zayn, Kinanti segera bergegas kembali ke rumah sakit. Dalam perjalanan, ia masih merasakan ketegangan yang luar biasa. Ia tahu, keputusan menerima bantuan Zayn bukanlah hal yang mudah. Namun, demi menyelamatkan nyawa ayahnya, ia harus melakukannya.
Setibanya di rumah sakit, Kinanti memeriksa ponselnya. Benar saja, notifikasi dari bank menunjukkan bahwa sejumlah uang sebesar 200 juta rupiah telah masuk ke rekeningnya. Tangannya bergetar saat memegang ponsel itu, antara lega dan haru. Air matanya hampir jatuh, tapi ia buru-buru mengusap wajahnya dan melangkah menuju ruang administrasi.
“Bu, saya ingin mengurus pembayaran biaya operasi ayah saya,” kata Kinanti kepada petugas administrasi dengan suara gemetar.
Petugas memeriksa data di komputer dan menjelaskan prosedur yang harus diikuti. Setelah semua beres, Kinanti diminta menandatangani beberapa dokumen. Saat semuanya selesai, dokter segera diberi tahu, dan jadwal operasi ayahnya langsung disiapkan.
Kinanti kembali ke ruang tunggu di mana ibunya sudah menunggu dengan wajah penuh kecemasan.
“Sudah, Bu. Semuanya sudah diurus. Ayah akan segera dioperasi,” kata Kinanti sambil memeluk ibunya erat.
Ibunya menangis haru. “Alhamdulillah, terima kasih, Nak. Ibu tidak tahu bagaimana caranya kita bisa melewati ini. Kamu benar-benar anak yang kuat.”
"InshaAllah ada jalan bu."Kinan mengelus tangan sang ibu.
"Iya nak, tapi... uangnya darimana nak, pasti kamu pinjam?"
"Itu gampang bu, bisa diatur setelah ayah sembuh baru Kinan cerita, sekarang kesembuhan Ayah yang terpenting. "Kinan tersenyum getir.
Kinanti hanya mengangguk, berusaha menahan emosinya. Ia memandang ke arah ruang ICU tempat ayahnya dirawat, berharap operasi berjalan lancar.
Beberapa jam kemudian, dokter keluar dari ruang operasi dengan senyum lega. “Operasi berjalan dengan baik. Kondisi ayah Anda sekarang stabil, dan kami akan memantau pemulihannya di ruang ICU.”
Kinanti dan ibunya langsung sujud syukur di koridor rumah sakit. Hati mereka terasa lebih ringan setelah berhari-hari diliputi kekhawatiran.
"Alhamdulillah ya Allah."Ibu dan Kinan mengucapkan syukur.
Meskipun lega, pikiran Kinanti tak sepenuhnya tenang. Uang yang ia terima dari Zayn mungkin telah menyelamatkan nyawa ayahnya, tapi ia sadar bahwa ada tanggung jawab besar yang kini harus ia pikul.
Setelah memastikan kondisi ayahnya stabil di ruang ICU, Kinanti memutuskan untuk mencari udara segar di kantin rumah sakit. Namun, saat melewati koridor menuju kantin, matanya tak sengaja menangkap pemandangan di ruang perawatan Nenek Lastri, yang tampak duduk di ranjangnya sambil berbicara dengan seorang perawat.
Kinanti ragu sejenak, lalu memutuskan untuk mampir. "Assalamu'alaikum, Nek," sapa Kinanti dengan senyum hangat.
Nenek Lastri langsung berseri-seri melihat kedatangan Kinanti. "Wa'alaikumsalam, Nak Kinan! Aduh, Nenek senang sekali kamu datang. Ayo, duduk di sini sebentar."
Kinanti mendekati ranjang dan duduk di kursi di sebelahnya. "Bagaimana kondisi Nenek sekarang? Sudah lebih baik, kan?"
"Alhamdulillah, Nak. Berkat kamu kemarin, Nenek cepat tertolong. Kalau nggak ada kamu, Nenek nggak tahu apa yang akan terjadi," ujar Nenek Lastri sambil menepuk tangan Kinanti penuh rasa terima kasih.
Kinanti tersenyum kecil. "Itu sudah kewajiban saya, Nek. Nenek jangan terlalu dipikirkan, yang penting sekarang Nenek sehat."
Nenek Lastri memandang Kinanti dengan tatapan penuh harap. "Nak Kinan, kamu ini benar-benar gadis yang baik. Rasanya Nenek ingin mempertemukan kamu dengan cucu Nenek. Dia itu tampan, pekerja keras, dan masih lajang. Cocok sekali untuk kamu."
Kinanti terkejut dan merasa canggung. "Eh, Nenek bercanda, ya? Saya belum pernah bertemu cucu Nenek, jadi..."
"Nenek serius, Kinan," potong Nenek Lastri. "Cucu Nenek itu orangnya baik, dan dia pasti suka sama kamu. Kebetulan dia mau datang sebentar lagi ke sini menjenguk Nenek."
Kinanti tersenyum kaku, tak tahu harus berkata apa. Ia merasa tak enak menolak langsung niat baik Nenek Lastri, tapi di sisi lain ia belum siap untuk terlibat dengan siapa pun.
Saat mereka berbincang, suara langkah kaki mendekat dari arah pintu. "Nenek, aku sudah di sini," suara seorang pria terdengar dari belakang Kinanti.
Kinanti berbalik perlahan, dan pandangannya bertemu dengan seorang pria tinggi berpenampilan rapi. Matanya tajam, namun terselip kelembutan saat menatap Nenek Lastri.
"Nah, itu cucu Nenek," ujar Nenek Lastri penuh semangat. "Kenalkan, ini cucu Nenek, Zayn."
Kinanti menelan ludah, merasa suasana menjadi semakin canggung. Di sisi lain, Zayn tersenyum sopan dan mengulurkan tangan. "Hahhh,...jadi kamu orang baik yang sudah menolong Nenek saya?"
Kinanti menyambut uluran tangan itu dengan sopan, meski hatinya berdegup kencang. "Iiiya ...Pak Zayn."
Nenek Lastri tersenyum lebar, merasa rencananya mulai berjalan. "Loh kalian sudah kenal toh."
bersambung
di awal minggu depan mulai pindah ke kantor pusat... ternyata mbulettt
di awal nenek lastri.. sekarang nenek parwati.. 😇😇😇
nyong mandan bingung kiye...