banyak mengandung ***, tolong yang dibawah umur bijaklah dalam membaca setiap novel.
karya ini adalah karya saya di platform sebelah. terpaksa saya pindahkan disini sebab novel ini sudah hilang di platform sebelah. saya sudah menunggu beberapa bulan kembali nya novel ini tapi nyatanya tidak kembali lagi.
mengandung *** bijaklah dalam membaca
Zahra harus rela di nikahi oleh calon suami kakaknya, intan. sebab intan kabur di hari H pernikahannya. tak ada pilihan lain akhirnya Zahra menuruti keinginan orang tua angkatnya. ingin rasanya wanita itu menolaknya tapi hal itu menyangkut nama baik keluarga mereka.
William menyalahkan Zahra atas hilangnya calon istri saat menjelang pernikahan, pria itu mengira jika Zahra dalang dibalik semua ini karena iri dengan intan.
seakan buta mata dan hati, William terus saja menyiksa Zahra setelah menjadi istrinya. hari-hari dijalani Zahra penuh dengan penyiksaan, hinaan dan cacian sudah menjadi makanan sehari-hari nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms Al, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
William menarik rambutnya frustasi ketika mengingat kembali ciuman panasnya dengan Zahra.
"AKHHH s*alan!!!. Kenapa bisa aku terbuai dengan bibir wanita m*rahan itu".
Drttt
Drttt
Suara getaran ponsel mengalihkan perhatian William, Dengan malas dirinya mengangkat telepon dari mami nya.
"Halo ada apa mi ?". Tanya William tanpa basa basi.
"Anak kur*ng aj*r, kenapa kamu tidak pernah mengajak Zahra berkunjung ke rumah mami HAAA!!". Teriak Airin diseberang telepon, William segera menjauhkan ponselnya dari telinga sebab tak mau mendengar omelan maminya.
"Halo... Halo... William Alexander".
"Astaga, suara mami itu memekikkan telinga William. Mami teriak seperti memakai toa saja".
"Astaga anak ini. Tunggu mami disana yah, mami sama papi akan segera sampai dirumah mu. Awas saja mami kasih pelajaran nanti kamu". Setelah mengatakan hal tersebut Airin segera mematikan teleponnya, sedangkan William langsung tersadar kemudian uring-uringan sebab mendengar jika orang tuanya tidak akan lama sampai di kediamannya.
"Astaga, bagaimana ini. Bisa mati aku jika sampai mami sama papi tau jika kamar Zahra ada dibelakang menempati kamar pembantu". William segera berlari kearah bawah menuju kamar Zahra.
William langsung membuka kamar Zahra tanpa mengucapkan sepatah kata pun, ternyata kamar tersebut kosong.
"CK wanita s*alan..kemana lagi dia ini, menyusahkan saja". Umpat William merasa kesal.
Mobil yang dikendari orang tua William kini sudah terparkir sempurna, bahkan kini kedua orang tua itu sudah keluar dari mobil. Zahra yang memang sedang berada didepan rumah segera menghampiri mertuanya dengan wajah kagetnya tapi diubah sedemikian rupa agar tak kelihatan.
Padahal Zahra sempat melamun pada taman samping rumah William, memikirkan bagaimana nasibnya kedepan bersama sang suami.
"Eh papi, mami. Kok datang nggak bilang-bilang sama Zahra sih". Ucapnya menyalami kedua mertuanya.
"Mami tadi sempat telpon kamu loh nak, tapi nggak diangkat". Jawab Airin memperlihatkan log panggilannya.
"Hehe maaf mami, soalnya Zahra tadi ada ditaman terus ponselnya ketinggalan dikamar". Zahra hanya cengengesan.
"Astaga, lain kali dibawa kemana-mana yah. Mana tau ada hal penting". Zahra mengangguk mengiyakan ucapan Airin.
"Eh sampai asik ngobrol disini lupa nyuruh papi sa mami masuk kerumah deh". Zahra segera mengandeng tangan mertuanya untuk segera masuk kedalam rumah soalnya dari tadi mereka berdiri.
William yang ingin membuka pintu dibuat kaget karena Zahra sudah bersama kedua orang tuanya.
"Loh papi sama mami dari tadi sampainya?". Tanya William melirik Zahra.
"Barusan, tapi sempat ngobrol dulu sama menantu mami didepan". Jawab Airin segera menuju ruang tamu.
Mereka semua kini duduk diruang tamu tanpa terkecuali Zahra.
"Eh papi sama mami mau minum apa". Tanya Zahra yang sudah berdiri.
"Kalau mami mau minum yang dingin-dingin, jus apel kayaknya segar deh. Kalau papi mau minum apa ?".
"Samain aja sama mami biar bikinnya sekalian".
"Okedeh, Zahra bikinin dulu yah". Belum sempat kaki Zahra melangkah tangannya ditahan oleh Airin, william yang melihat itu membatin dalam hati.
'mampus aku ini, harus jawab apa ini. Pasti mami akan sidang aku nih'. Batinnya bergejolak tak menentu.
"Panggil saja pembantu dirumah ini nak, biar kamu duduk sama kami disini". Ucap Airin, sedangkan Zahra hanya melirik William entah apa yang akan dia katakan.
"Loh kenapa diam ? Bi.... Bibi" teriak Airin tapi tak ada satupun orang yang merespon nya.
Kini mata nya menatap tajam kearah William
"Kemana semua pembantu William ?". Tanya Airin tak sabaran.
William melirik Zahra sedangkan yang dilirik mengangkat bahunya acuh.
"Anu mi... Itu..". Ucap William terbata-bata.
"Anu apa HAAAA!! Apa sekarang kamu sudah gagap William Alexander" Teriak Airin, Handoko hanya mengelus punggung sang istri.
"Sabar mi, ingat darah tinggi mu". Kata Handoko mengingatkan sang istri.
"Sabar bagaimana sih Pi, anak kamu ini keterlaluan sekali. Dia tidak akan bangkrut hanya untuk mempekerjakan pembantu dirumah ini. Papi tahu sendiri kan rumah ini besarnya minta ampun. Zahra pasti nggak sanggup ngerjain semuanya". Terang Airin.
"Sudah mi, mas William memang meliburkan pembantu tiga hari kedepan soalnya aku yang suruh. Kasihan juga kan, mereka kerja nggak ada liburnya. Makanya hari nggak ada orang selain kita". Ucap Zahra karena tak mau terjadi keributan.
"Benar itu william ?". William mengangguk pasrah saja.
"Zahra bikini minum dulu yah mi, habis itu kita makan malam. Mami sama papi maukan makan malam disini ?". Kedua mertuanya mengangguk antusias.
Sepeninggal Zahra, Airin kembali menatap tajam sang anak yang sedari tadi banyak diam.
"Awas saja kamu, kalau terjadi apa-apa sama menantu mami habis kamu yah". Ancam Airin
"Dan mami mau kamu sudahi pencarian mantan kekasih mu itu, lupakan dia karena sudah ada Zahra yang menggantikan nya. Karena mami tidak pernah suka yang namanya penghianatan". Seketika William menegakkan badannya, matanya memerah melihat sang mami.
"Apa maksud mami ? William tidak akan pernah berhenti mencari intan sampai ketemu karena hanya intan yang William cintai bukan Zahra. Walaupun kami sudah menikah sekalipun. Mami jangan seenaknya mengatur William. selama ini William menuruti ucapan mami untuk menikahi perempuan m*rahan itu tapi ketika intan kembali lagi maka William akan menceraikan Zahra segera dan menjadikan intan satu-satunya istri ku. Dan ralat ucapan mami intan itu masih kekasihku". Airin sampai geleng-geleng kepala mendengar ucapan anak semata wayangnya, kenapa begitu keras anaknya itu. Padahal jelas-jelas Zahra lebih baik dari intan bahkan lebih cantik juga.
"Pokoknya ma...". Airin segera menghentikan ucapannya sebab Zahra sudah datang membawa minuman dan juga cemilan.
Tak ada yang tau sebenarnya Zahra sedari tadi mendengar ucapan William, tiba-tiba hatinya terasa sakit entah kenapa mendengar ucapan suaminya seperti itu. Walaupun dia hanya istri pengganti haruskah dia berkata seperti itu.
"Ayo diminum dulu papi, mami, mas William juga". Mertuanya segera mencicipi minuman buatan menantunya sedangkan William berdecak kesal.
"CK, tidak usah mencari perhatian sama orang tua ku. Dasar bermuka dua". Kata William menatap sinis Zahra.
"Jaga ucapan mu William dia ini istrimu". Bukan Zahra yang menjawab tapi Handoko yang sedari tadi diam akhirnya membuka suara karena sudah sebal dengan tingkah anaknya.
William beranjak dari tempat duduknya menuju lantai atas untuk menemukan pikiran dan emosinya.
"Sabar yah sayang, dia memang seperti itu. Bahkan sampai sekarang tidak pernah mau melupakan mantan kekasihnya. Padahal mami sudah senang sama kamu". Kata Airin mengelus rambut menantunya.
"Nggak apa-apa mi, Zahra ngerti kok. Mas William begitu mencintai mbak intan, jadi dia seperti itu. Apalagi kami juga menikah mendadak".
"Semoga dia tidak akan menyesal menunggu kekasihnya itu". Zahra mengerutkan keningnya menangkap maksud dari Airin mertuanya.
'apa mami tahu sesuatu tentang mbak intan ?'.
Bersambung...