Di sebuah desa kecil bernama Pasir, Fatur, seorang pemuda kutu buku, harus menghadapi kehidupan yang sulit. Sering di bully, di tinggal oleh kedua orang tuanya yang bercerai, harus berpisah dengan adik-adiknya selama bertahun-tahun. Kehidupan di desa Pasir, tidak pernah sederhana. Ada rahasia kelam, yang tersembunyi dibalik ketenangan yang muncul dipermukaan. Fatur terjebak dalam lorong kehidupan yang penuh teka-teki, intrik, kematian, dan penderitaan bathin.
Hasan, ayah Fatur, adalah dalang dari masalah yang terjadi di desa Pasir. Selain beliau seorang pemarah, bikin onar, ternyata dia juga menyimpan rahasia besar yang tidak diketahui oleh keluarganya. Fatur sebagai anak, memendam kebencian terhadap sang ayah, karena berselingkuh dengan pacarnya sendiri bernama Eva. Hubungan Hasan dan Fatur tidak pernah baik-baik saja, saat Fatur memutuskan untuk tidak mau lagi menjadi anak Hasan Bahri. Baginya, Hasan adalah sosok ayah yang gagal.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miftahur Rahmi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Permulaan
Malam harinya, Fatur keluar dari kosnya. Angin malam menyapa kulitnya. Namun tidak menggetarkan hatinya. Ia mengenakan pakaian serba hitam yang menyatu di dalam kegelapan malam. Dia memakai topeng hitam untuk menutupi wajahnya.
Matanya penuh dengan kehati-hatian saat berjalan menuju sebua rumah, yang sudah beberapa hari terakhir sudah dia awasi. Dengam gesit Fatur menyelinap masuk kedalam rumah melewati jendela yang lupa di kunci.
Didalam kegelapan menyelimuti ruangan. Fatur bergerak dengan cekatan, seperti bayangan yang menyatu dengan kegelapan. Ia memastikan penghuni rumah sudah terlelap dalam tidurnya.
Dia mulai menyusuri isi rumah. Membuka laci demi laci, dan memeriksa lemari dengan hati-hati. Namun dia sengaja tidak mengacak-acak pakaian di dalamnya. Seolah-olah memiliki tujuan tersembunyi di balik tindakannya.
Dia mendapatkan perhiasaan berkilauan dalam redup cahaya senter kecilnya. Dia juga mendapatkan uang kontan langsung masuk ke dalam tasnya. Setelah memastikan semuanya sudah dia dapatkan, dia meninggalkan rumah tersebut. Diluar, di bawah bayang-bayang pepohonan, Fatur berhenti sejenak menatap rumah yang baru di curinya. Dia mengukir senyum di balik topengnya.
Sementara itu di rumah Hasan Bahri, Hasan nampak kesal saat melihat uang nya tidak terlihat lagi di meja rias. Wajahnya memerah. Napasnya memburu lalu dia berteriak memanggil Eva istrinya yang baru satu bulan di nikahinya.
"Eva!" teriaknya bergema. Eva yang mendengar namanya di panggil, buru-buru mendatangi suaminya.
"Ada apa bang? Kenapa teriak-teriak! Apa ada yang salah?"
"Mana uangku?" tanya Hasan menatap tajam Eva.
"Kenapa uangku selalu hilang secara misterius? Apa kau yang ambil? Setidaknya jika kau ambil, sisa kan sedikit untukku! Kau pikir, hanya kau saja yang butuh duit, sedangkan aku tidak!"
Eva nampak bingung, "Aku tidak mengambilnya bang! Aku hanya mengambil uang yang kau berikan saja. Tapi jika kau belum memberikannya, aku tidak mengambilnya tanpa seizinmu!"
"Jangan pura-pura tidak tahu Va... Aku tahu kau suka menghabiskan uang yang ku beri untuk belanja pakaian, sepatu dan barang-barang lainnya. Pasti uang yang selalu hilang selama ini, itu karena dirimu kan? Kau yang ambil, untuk membeli barang-barang mahal."
"Aku tidak mengambilnya bang. Untuk apa? Bahkan aku tidak menyentuhnya!" jawab Eva membela diri.
"Jangan bohong, Eva!" Hasan mendekat. Jarinya menunjuk wajah sang istri.
"Kau pikir aku nggak tahu, diam-diam kamu pasti mengambil uang itu untuk kepentingan diri sendiri!"
Eva mulai menangis, suaranya gemetar.
"Bang, kenapa kamu selalu berpikir uangnya aku yang ambil? Kenapa kau berpikir buruk tentangku? Kalau uangnya hilang, mungkin ada seseorang mengambilnya dan jelas, itu bukan aku!"
"Ada orang lain?" Hasan tertawa menyepelekan.
"Rumah ini selalu terkunci! Nggak ada yang bisa masuk kecuali kamu! Nggak usah banyak alasan!"
Eva mengelengkan kepalanya, dia sangat sedih karena suaminya selalu menuduhnya mengambil uang suaminya yang hilang.
"Aku istrimu bang. Kenapa kamu selalu curiga padaku? Kenapa kami selalu menggangap aku ini musuhmu? Kita ini keluarga."
"Tutup mulutmu!" bentak Hasan membuat Eva tersentak kaget.
"Jangan sok bicara soal keluarga! Kamu nggak pernah peduli dengan apa yang aku perjuangankan! Kamu cuma tahu cara menghabiskan!"
" Bang. Aku capek disalahkan terus-terusan! Aku nggak pernah mengambil uangmu. Kenapa kamu menuduhku seperti ini!"
"Kalau kau nggak jujur, aku akan cari tahu siapa pelakunya dan jika kau yang mengambilnya, kau akan tahu akibatnya!" ujar Hasan dengan nada mengancam.
Eva tidak tahan lagi. Ia berlari keluar kamar dengan air mata mengalir di pipinya, meninggalkan Hasan yang masih berdiri dengan napas memburu, seperti binatang buas yang kehilangan mangsanya.
Di Kos Fatur
Di sudut kamar kos kecilnya, Fatur menyandarkan punggung ke kursi, menatap layar laptop dengan senyum tipis. CCTV yang ia pasang di rumah ayahnya menampilkan semua adegan itu dengan jelas. Hasan yang berteriak, Eva yang menangis, dan suasana rumah yang penuh dengan ketegangan.
Fatur tertawa kecil, lalu menggumam, “Kau marah, Ayah? Bagus. Itu baru permulaan.”
Ia menggerakkan mouse, memperbesar tampilan wajah Hasan yang merah padam di layar. Matanya menyipit, penuh kebencian yang telah dipendam bertahun-tahun.
“Dulu kau menghancurkan ibuku. Sekarang, lihat bagaimana aku menghancurkan hidupmu," bisiknya dingin, penuh dendam yang membara.
Ia menutup laptopnya dengan santai, lalu menyandarkan tubuhnya sambil menyeduh kopi. Di luar sana, matahari mulai naik, tapi bagi Fatur, hari baru ini hanyalah panggung lain untuk permainan yang telah ia mulai. Sebuah permainan yang tidak akan berakhir baik untuk Hasan.