Asupan Lorong Kehidupan
Mata Fatur, liar mencari sosok yang telah merengut jiwa Astuti. Namun tidak menemukan sosok itu dikelas.
“Kematian telah menantimu Vino. Siap-siaplah akan ada pemakaman lagi. Akan ada kematian menunggumu," teriak Fatur meninju meja kelas. Matanya nanar, menatap disekitarnya. Berharap dia menemukan apa yang dia cari.
"Aku tidak takut, kemarilah! Bunuh aku Fatur. Aku ingin harus ada kematian hari ini. Aku tidak perduli, itu kamu atau aku."
Vino datang dari arah belakang langsung menendang Fatur, hingga tersungkur kelantai. Fatur langsung berdiri, dengan tatapan nanar. Meninju wajah Vino, dengan sekali hantam.
"Kau harus mendapatkan balasan. Dengan apa yang telah kau perbuat." lalu Fatur meninju perut Vino. Hingga membuat laki-laki itu meringis kesakitan, mundur beberapa langkah kebelakang.
“Aku tidak pernah takut denganmu. Jika ada darah kematian hari ini, aku telah siap. Tidak perduli, siapa yang terlebih dulu, kehabisan darah"
Vino sedikit melompat, dan menghantam kepala Fatur. Fatur kehilangan keseimbangan. Vino tidak memberi celah, untuk Fatur memukulnya lagi. Vino menarik krah baju Fatur. Lalu berkali-kali memukul wajah itu, meninjunya dengan keras. Fatur terjerembab kelantai. Vino menginjak injak perut Fatur, dan sesekali menendangnya seperti bola.
Bayangan wajah Astuti, yang bersimbah darah memenuhi pikirannya. Fatur bangkit dengan rasa marah, dan dendam. Matanya tajam menatap Vino, lalu dengan sekali hantam, Vino jatuh kelantai dengan keras.
Perkelahian sengit, lagi-lagi terjadi. Keduanya berambisi, untuk saling membunuh. Kali ini, tidak ada yang bisa melerai keduanya. Siapapun akan dihajar, jika ada yang mencoba melerai.
"Aku akan merengut nyawamu. Atas kematian Astuti." sebuah kursi melayang kearah vino. Namun dengan gesit, Vino bisa menghindar. Amarah Fatur kian memuncak. Bayangan Astuti bersimbah darah menghantui pikirannya.
“Ini semua karena kau Vino. Kau harus membayar semuanya." teriak Fatur.
"Aku terima. Siap-siap juga, nyawamu akan melayang. Seperti gadis yang bernama Astuti itu..."
Lagi dan lagi, kursi melayang mengenai punggung Fatur. Dia masih ingat, dimana Astuti terluka parah dan mengakibatkan dia meninggal dunia.
Fatur kesetanan menerkam mangsa. Dia bangkit mencekik leher Vino. Membenturkan kepalanya kedinding kelas berkali-kali.
“Astuti mati karena kau, Vino!”
Merasa terpojok, Vino mengeluarkan belati, dari saku celananya dan menusuk perut Fatur.
Vino tersenyum sinis.“Dia cuma terlalu ikut campur. Dia pantas mendapatkannya! Lagipula, kenapa dia sok menjadi pahlawan membantumu? Padahal dia hanya wanita. Tempatnya ada didapur, bukan dipertarungan!
“Bangsat kau!" teriak Fatur nanar.
Fatur menendang Vino.
Dia melihat luka diperutnya. Dengan cepat Fatur meraih kursi. Melemparkannya kearah Vino, mengenai kepalanya. Vino terjatuh, kesempatan itu dia pergunakan, menghantam Vino dengan buas. Seperti harimau, kelaparan menemui mangsa.
Tidak ada yang mau kalah. Keduanya memiliki insting membunuh, dan itulah yang saat ini sedang mereka perjuangkan. Vino jatuh bersimbah darah. Sebelum menutup mata, Vino sempat tersenyum dan itu membuat Fatur semakin geram dan terus menendang Vino sampai menemui ajalnya.
“Berakhir sudah kehidupan aku didunia. Selamat tinggal dunia... Dunia tanpa aku, semua akan baik-baik saja. Aku tanpa dunia, menyedihkan...” Vino menutup mata.
Fatur tersenyum penuh kemenangan. Polisi segera menangkapnya. Fatur dengan berani memberikan perlawanan.
Tidak ada cara lain, untuk melumpuhkannya, selain menembaknya dibagian betis. Itupun Fatur masih melakukan perlawanan, sebelum tembakan kedua mengenai betisnya lagi.
Di sore yang mendung. Halimah di kejutkan oleh sirine polisi yang berhenti di depan rumahnya. Seketika jantung Halimah berdegup kencang. Hatinya menjadi risau. Tiba-tiba ada perasaan akan terjadi sesuatu yang buruk. Perlahan dia mendekati pintu. Tangannya gemetar membuka pintu dan mendapati dua orang polisi membawa kantong jenazah.
Seketika Halimah terhenyak. Biasanya rumahnya dihiasi kesunyian dan derita. Kini mendadak ramai untuk menyambut kedatangan putranya. Penyambutan terakhir. Kini orang-orang yang dulu membenci putranya, seketika menjadi lebih peduli pada sang putra.
“Bu Halimah..." suara seorang petugas polisi terdengar berat.“Kami membawa anak ibu...”wajah Halimah seketika memucat.
“Sesuatu yang buruk telah terjadi pada anakku.”bisiknya.
Halimah mendekati kantong jenazah, “Mungkinkah ini anakku? Kenapa kalian memasukkannya ke dalam kantong ini? Nanti anakku sulit bernapas! Apa kalian mau bertanggung jawab, jika terjadi sesuatu pada anakku?" ucap Halimah mencoba menepis pikiran buruk di kepalanya. Seorang warga mencoba menenangkannya.
“Sabar bu...”ucap wanita itu mengusap-usap pundak Halimah.
Saat kantong jenazah itu dibuka, bibir Halimah gemetar melihat akhir dari hidup anaknya. Berakhir mengenaskan. Wajahnya pucat dan penuh luka.
“Ya allah...” lirih Halimah memeluk putra tunggalnya itu.
“Apa yang mereka lakukan padamu nak? Kenapa kamu berakhir seperti ini?” suaranya lirih, hampir tak terdengar.
Bayangan masa lalu memenuhi pikirannya. Ia melihat Vino kecil berlari-lari bermain di rumahnya. Wajah polosnya begitu meneduhkan. Vino kecil berlari keluar rumah, memetik setangkai bunga untuk ibunya.
“Untuk ibu...”ujar Vino tersenyum. Halimah meneteskan air matanya mengingat Vino kecilnya.
“Saat Vino udah besar. Vino akan buat ibu bahagia...” Halimah bergetar menahan tangis dan sesak di dadanya. Sekarang anaknya sudah pergi meninggalkannya, tanpa bisa mewujudkan cita-citanya yang sungguh mulia. Halimah tersedu-sedu. Dia bukan hanya karena kehilangan Vino. Tapi juga ada penyesalan, tidak bisa mewujudkan keinginan terakhir anaknya.
“Ini semua salahku...”gumamnya. “Kalau saja aku bisa memberikan kehidupan yang lebih baik. Mungkin kamu tidak seperti ini nak. Seandainya aku bisa melindungimu...” Halimah semakin erat memeluk jenazah anaknya.
Melihat Halimah tidak mau beranjak dari anaknya. Para warga mencoba membujuk wanita tersebut.
“Ayo bu, kita bawa Vino ke dalam. Kasihan dia pasti kedinginan diluar..." ujar para warga. Halimah melepaskan pelukannya, namun dia kembali memeluk putranya.
“Biarkan aku yang membawanya kedalam. Dulu dia sering kugendong, sekarang biar aku gendong dia untuk terakhir kalinya...” Halimah membuka kantong jenazah itu perlahan, dan membopong Vino yang sudah kaku, masuk kedalam rumah.
Saat hendak memasuki rumah. Lamunannya kembali kemasa lalu. Teringat Vino kecil, memohon pada ibunya untuk pergi dari rumah. Supaya mereka tidak harus menghadapi ayahnya yang kasar lagi. Namun karena kecintaannya pada sang suami, dia mengabaikan permintaan itu.
“Kita harus kuat Vino. Semuanya akan menjadi lebih baik...” kata Halimah saat itu.
Halimah memandikan anaknya untuk terakhir kalinya. Dia juga ikut mengkafankan anaknya.
Tangannya gemetar menyentuh jenazah anaknya dan mencium berkali-kali wajah sang anak, untuk terakhir kalinya sebelum dikebumikan.
“Selamat jalan nak... Semoga rasa sakitmu, dihadiahkan surga oleh Allah...” ucap Halimah getir.
Dipenjara
Jeruji. Rumah terakhir Fatur, tidak ada duka ataupun penyesalan, terukir diwajahnya. Dia tersenyum puas, dengan aksi balas dendamnya.
Dipenjara, dia kedatangan tamu yang sangat dia benci.
“Mau apa kau datang menemuiku? Puas! Telah membuat hidupku hancur. Aku tidak membutuhkanmu menjenguk laki-kali malang ini."
"Aku turut prihatin, dengan apa yang terjadi padamu." wanita itu, terlihat sedih.
"Jangan katakan itu. Katakan saja kau bahagia. Tidak perlu berpura-pura..." Fatur menatap wanita yang ada dihadapannya, dengan wajah dingin.
“Aku masih menginginkanmu..." terlihat ada linangan dimata wanita tersebut.
“Bagaimana mungkin kau bisa mengatakan itu padaku?" Fatur tersenyum getir.
"Sedangkan kau memiliki hubungan dengan ayahnya sendiri. Sungguh memalukan dirimu..."
Fatur menatap mata Eva tajam. Seakan-akan ingin menembus mata itu, dan merobeknya seperti kertas.
“Lihat Astuti," Fatur menarik nafas, panjang.
“Dia mati dengan tenang. Karena telah menyelamatkan seseorang, dari perkelahian yang tidak seimbang. Berbeda jauh dengan kau, yang hanya bisa menjual dirimu sendiri demi harta. Pergi! Atau kau akan bernasib sama dengan Vino!..."
Fatur menatap Eva sinis, dan akhirnya Eva meninggalkan tempat itu, dengan perasaan sedih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments