Andhira baru saja kehilangan suami dan harus melahirkan bayinya yang masih prematur akibat kecelakaan lalulintas. Dia diminta untuk menikah dengan Argani, kakak iparnya yang sudah lama menduda.
Penolakan Andhira tidak digubris oleh keluarganya, Wiratama. Dia harus tetap menjadi bagian dari keluarga Atmadja.
Akankah dia menemukan kebahagiaan dalam rumah tangganya kali ini, sementara Argani merupakan seorang laki-laki dingin yang impoten?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22. Untuk Pertama Kali
Bab 22
"Mas ...." Andhira mendorong dada Argani.
"Ada apa, Sayang?" bisik laki-laki itu dengan suara yang berat.
"I-ini ...." Arah pandangan Andhira tertuju ke bawah.
Argani paham maksud sang istri. Dia malah menarik tubuh Andhira dan mempererat pelukannya, sehingga wanita itu semakin jelas bisa merasakan.
Seakan sudah tidak bisa menahan hasratnya lagi, Argani mencumbuu Andhira untuk memancing gairaahnya. Suara desaahan wanita itu lolos dari mulutnya dan membuat sang suami terbakar semangat.
"Mas ... burungmu tidak loyo?" tanya Andhira dengan suaranya yang pelan dan napas memburu. Wanita itu merasa heran karena dengan jelas tadi suaminya mengatakan kalau dia mengalami masalah ereeksi setelah kecelakaan.
"Apa kamu mau membuktikan sendiri, apa burungku loyo atau tidak?"
Argani menggendong Andhira ke ruang istirahat yang ada di pojok. Mungkin ini akan menjadi ajang pertama kali bagi mereka dalam bercinta.
"Tu-tunggu, Mas! Kita mau ke mana?" tanya Andhira panik.
"Ke tempat yang tidak akan ada orang yang berani menggangu kita," jawab Argani.
"Mau apa?" tanya Andhira sambil menatap mata suaminya yang sudah dipenuhi kabut gairaah.
"Tentu saja untuk menguji dan mengetes diriku. Apakah masih loyo atau tidak."
"Haaaah? Ta-tapi ini masih siang," ucap Andhira begitu masuk ke dalam ruangan pribadi Argani.
"Urusan ranjang tidak mengenal waktu pagi, siang, sore, atau malam," balas Argani, lalu kembali mencumbu istrinya.
"Tapi, Mas ...." Andhira membekap mulutnya ketika merasa dirinya akan mendeesah.
"Ada apa lagi, Sayang?" Argani sudah tidak sabar dan tidak kuat menahan diri lagi.
"Ini pertama kali bagi kita melakukannya. Masa mau melakukan di tempat ini? Tidak di tempat yang lebih romantis?"
"Sudah tidak ada waktu, Sayang. Besok kita akan melakukannya di tempat sesuai dengan keinginan kamu itu."
Argani semakin gencar memberikan rangsaangan kepada Andhira. Suara merdu wanita itu kini memenuhi kamar dan membuat sang suami bersemangat.
Andhira tidak mengerti apa yang sedang terjadi kepada dirinya. Dahulu dia mendadak histeris ketika Andhika akan melakukan penyatuan, tetapi kali ini perasaan itu tidak ada. Dia malah malu-malu, tapi mau melakukan hal itu ketika melihat tubuh atletis dan proporsional milik Argani.
Ini merupakan pengalaman pertama bagi Argani dalam urusan ranjang. Dia merupakan duda perjaka, karena belum sempat melakukan hubungan suami-istri ketika menikah dengan Liana.
"Kenapa sulit sekali aku memasukinya?" batin Argani ketika akan melakukan penyatuan.
"Aduh, gimana ini? Ketahuan aku belum mahir dalam menaklukkan wanita," lanjut laki-laki itu di dalam hatinya.
Argani mengira kalau Andhira dahulu sering melakukan hubungan suami-istri dengan Andhika sampai bisa membuatnya hamil. Padahal wanita itu cuma sekali melakukannya. Ketika melahirkan pun dengan caesar.
Andhira mencakar punggung Argani melampiaskan rasa sakitnya. Dia tidak mengira kalau melakukan hubungan suami-istri itu selalu terasa sakit sampai air matanya tidak berhenti menetes.
Hampir satu jam sejak keduanya masuk ke dalam kamar. Akhirnya Argani bisa melakukannya. Senjata pusaka dia sudah lulus dalam uji coba pertama, walau sempat mengalami kesulitan karena ini pertama kali baginya.
Andhira menutup mukanya karena malu. Dia mengira kalau Argani tidak akan segagah itu. Dirinya sampai dibuat melayang beberapa kali dan dia merasa senang.
"Tadi aku mengeluarkan di dalam. Kalau kamu hamil bagaimana?" tanya Argani yang baru sadar akan perbuatannya tadi.
Andhira memang tidak melakukan KB. Jadi, dia kepikiran tentang dirinya hamil, sementara Arya masih membutuhkan ASI.
"Apa kita perlu konsultasi ke dokter kandungan?" tanya Andhira.
"Kamu ingin menunda kehamilan?"
Andhira menggelengkan kepala. Dia mau hamil atau tidak, baginya tidak masalah. Toh, dia melakukannya dengan Argani.
"Aku berharap kamu bisa segera hamil. Tapi, aku tidak boleh egois sendiri. Harus memerhatikan kebutuhan ASI untuk Arya dan juga kamu yang masih kuliah."
"Kita tunggu sampai Arya berhenti minum ASI. Bagaimana?" Andhira berharap suaminya menyetujui usulannya.
"Boleh."
Sekarang Arya sudah bisa dibujuk untuk minum susu formula jika malam hari. Tidak mesti menyusu kepada ibunya.
***
Sementara itu di kediaman keluarga Atmadja, Papa Anwar dan Mama Aini terdiam dengan wajah horor ketika mendengar sang cucu bernyanyi.
"Mimik mama, dua."
"Dari mana dia bisa mengucapkan kata-kata itu?" tanya Mama Aini menatap tajam kepada suaminya.
"Mana aku tahu. Tadi saja dia bilang "Opa loyo! Papa loyo! Sepanjang perjalanan pulang. Sampai beberapa orang tertawa terkekeh karena mendengar celotehan Arya," jawab Papa Anwar.
"Oma loyo! Opa loyo!" ucap Arya yang duduk di sofa sambil memainkan bola jelly.
Mata Mama Aini terbelalak karena disebut dirinya loyo oleh sang cucu. Selama ini dia dikenal sebagai wanita tangguh.
"Mama rasa ini perbuatan Gani, Pa! Mana mungkin Dhira mengajari yang tidak bener sama Arya," ucap Mama Aini menahan kekesalan kepada putranya.
***