Semua cintanya sudah habis untuk Leo. Pria tampan yang menjadi pujaan banyak wanita. Bagi Reca tidak ada lagi yang pantas dibanggakan dalam hidupnya kecuali Leo. Namun bagi Leo, Reca terlalu biasa dibanding dengan teman-teman yang ditemui di luar rumah.
"Kamu hoby kan ngumpulin cermin? Ngaca! Tata rambutmu, pakaianmu, sendalmu. Aku malu," ucap Leo yang berhasil membuat Reca menganga beberapa saat.
Leo yang dicintai dan dibanggakan ternyata malu memilikinya. Sejak saat itu, Reca berjanji akan bersikap seperti cermin.
"Akan aku balas semua ucapanmu, Mas." bisik Reca sambil mengepalkan tangannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sri Rusmiati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ide Buruk
"Pak, boleh ya! Kali ini aja," bujuk Reca.
"Maaf Bu, tapi Ibu tidak tahu keadaan Mba Ara." Laki-laki itu melepaskan tangan Mba Ara yang memegang erat Reca.
"Aku tahu. Aku sangat tahu," ucap Reca meyakinkan laki-laki di hadapannya.
Dengan perdebatan yang cukup alot, akhirnya Reca berhasil membawa Mba Ara keluar dari ruangan itu. Meskipun ia harus dipantau tiga orang bertubuh kekar, tapi tak masalah. Asalkan ia bisa membawa Mba Ara ke dapur dan sukses membuat nasi goreng sosis.
"Jangan!" teriak salah satu laki-laki sembari merebut pisau yang dipegang Mba Ara.
Reca terkejut saat mendengar teriakan laki-laki itu. Belum lagi ia khawatir saat melihat Mba Ara ketakutan. Dengan cepat Reca memeluk Mba Ara dan menenangkannya. Ia juga bernegosiasi dengan orang-orang itu agar memberikan sedikit kepercayaan pada Mba Ara.
"Tapi itu benda berbahaya Bu. Saya tidak bisa membiarkan Mba Ara dalam bahaya," jawab laki-laki itu.
Reca menghela napas. Ia harus menjelaskan jika trauma Mba Ara pada laki-laki. Bukan pada benda tajam.
"Tapi kami yang trauma kalau Mba Ara pegang benda tajam seperti ini," jawab laki-laki itu.
Tanpa putus asa, Reca berusaha membujuk laki-laki itu agar memberikan kepercayaan padanya. Ia hanya ingin Mba Ara menjadi dirinya sendiri hari ini. Jangan membebani Mba Ara dengan ketakutan apapun.
"Oke? Tiga puluh menit aja," bujuk Reca.
Ketiganya saling menatap dan mengangguk tanda setuju. Akhirnya Reca bisa bernapas lega saat ia bisa membawa Mba Ara kembali dengan kebiasaannya dulu. Ya, dulu Mba Ara sering membuatkan nasi goreng untuk menyambut kedatangan Pak Alam.
"Ini pisau. Tajam. Berdarah kalau kena tangan. Jangan ya! Papa sedih kalau Mba terluka," ucap Reca sambil pura-pura menangis.
Apa yang dilakukan Reca membuat Mba Ara menatap lekat. Takut namun akhirnya tertawa. Mba Ara kini takut melihat pisau. Ini bukan hal yang baik meskipun para laki-laki yang berjaga itu terlihat senang. Reca segera memaksa Mba Ara untuk memegang pisau dan meminta memotong sosis.
Awalnya sulit, namun akhirnya Reca bisa membuat Mba Ara memotong sosis itu. Meskipun potongannya tidak beraturan, namun Reca merasa sudah berhasil. Melihat Mba Ara masih semangat, Reca melanjutkan rencananya untuk memasak nasi goreng. Ia sengaja meminta Mba Ara memberikan bumbu semaunya.
"Cobain. Enak gak?" ucap Reca menyerahkan sesendok nasi goreng.
"Wah, enak." Mba Ara terlihat senang setelah mencicipi nasi gorengnya.
Enak? Reca bahkan melihat garam yang dimasukkan ke dalam wajan terlalu banyak. Tapi kenapa Mba Ara mengatakan enak? Karena penasaran, Reca ikut mencicipi nasi goreng itu. Nyaris saja Reca muntah. Rasanya sangat asin.
"Nasi goreng ini nanti makan bareng sama Papa ya. Menurut Mba Ara, Papa suka? Papa akan setuju ini nasi goreng terendul gak?" tanya Reca.
Papa? Sejenak Mba Ara terdiam. Seolah sedang mengingat sesuatu. Tanpa diduga Mba Ara membuka tudung saji dan membawa sepiring nasi. Ia masukkan lagi ke dalam wajan. Reca mengamati Mba Ara yang tengah memperbaiki masakannya. Nampak semangat dan ceria.
"Papa pasti suka," ucap Mba Ara saat mencicipi nasi gorengnya.
Dengan senyuman yang manis, Mba Ara menyiapkan nasi goreng untuk Pak Alam dan menyajikannya di meja. Beberapa kali bertanya kapan Pak Alam akan pulang hingga akhirnya Mba Ara ketiduran di kursi.
Melihat wajah lelah Mba Ara, Reca meminta salah satu laki-laki yang terus memantau mereka memindahkan Mba Ara ke kamarnya. Namun bertapa Terkejutnya Reca saat Mba Ara di bawa ke ruangan yang tadi.
"Ini kamarnya ya?" tanya Reca bingung.
"Di sini lebih aman," jawab laki-laki itu.
Reca tidak protes. Ia hanya mengangguk dan membiarkan Mba Ara tidur di tempat itu. Dengan cepat Reca dibawa keluar oleh laki-laki itu kemudian pintu ruangan di kunci kembali.
Setelah memastikan Mba Ara tidur, Reca segera mengecek ponsel di dalam tasnya. Ada beberapa panggilan dari suaminya. Dengan cepat Reca segera menelepon balik. Ia tidak mau suaminya khawatir.
"Mas nanti aku cerita ya. Sekarang aku pulang ke rumah atau ke kantor dulu?" tanya Reca.
"Tunggu di sana aja. Mas udah di jalan. Ini sebentar lagi sampai," jawab Leo.
Sebelum Reca menunggu Leo di luar, ia penasaran dengan rasa nasi goreng buatan Mba Ara. Setelah minta izin pada salah satu pelayan di dapur, Reca mencicipi nasi gorengnya. Enak. Ya, rasanya memang enak. Menurutnya pas.
"Bi, nanti kalau Bapak pulang tolong minta Bapak cicipi nasi gorengnya ya! Bilang juga ini buatan Mba Ara," pinta Reca.
Pelayan tersebut mengiyakan. Reca segera pamit dan menunggu suaminya di luar. Pak Alam masih belum pulang. Padahal Leo sudah menjemputnya. Reca sempat berpikir Mba Ara susah untuk sembuh karena rumah ini sepi. Sempat terpikir untuk membawa Mba Ara ikut ke rumahnya.
"Aneh-aneh aja kamu," ucap Leo saat Reca menceritakan keinginannya.
"Ya kali-kali aja, Mas. Kalau Pak Alam lagi sibuk gini. Aku kan juga jadi ada temen di rumah," ucap Reca.
"Tapi kamu tahu kan pengawalannya ketat banget," ucap Leo.
"Ya gak apa-apa. Bagus dong. Jadi nanti aku ikutan ada yang kawal," ucap Reca sambil tertawa.
Leo menggeleng. Ia sama sekali tidak mau menanggapi dengan serius apa yang dikatakan Reca. Baginya keinginan Reca hanya ide buruk. Rumah kontrakan mereka hanya seperempat dari halaman rumah Pak Alam. Bagaimana mungkin Pak Alam akan mengizinkan? Lagi pula Leo tidak mau Reca kenapa-kenapa.
Menurut Leo, terlalu berbahaya jika Reca sering bersama dengan Mba Ara. Ia juga berharap jika ini adalah pertama dan terakhir kalinya Reca bersama Mba Ara. Ia mengizinkan Reca ke rumah Mba Ara hanya agar Reca tahu betul bagaimana perempuan yang dicurigainya. Berharap Reca tidak cemburu lagi padanya.
"Tapi dia cantik loh, Mas." Reca memancing Leo.
Sayangnya Leo tidak terperangkap. Ia tahu betul kemana arah bicara Reca.
"Tapi tetap saja, di mata Mas kamu yang paling cantik. Di hati Mas kamu yang paling disayang. Di hidup Mas kamu yang paling berarti," jawab Leo.
"Gombal," ucap Reca salting.
Leo senang akhirnya bisa membuat Reca tenang. Ya, mungkin sebagai laki-laki, Leo harus belajar gombal. Pada beberapa waktu, gombal memang diperlukan untuk menyelamatkannya dari pertanyaan yang tidak terduga.
"Mas, besok aku boleh ke rumah Mba Ara lagi ya," pinta Reca.
"Jangan ya! Kamu bisa temenin temen kamu aja. Itu yang kemaren gak jadi ditembak. Takutnya dia stres kaya Mba Ara lagi," ucap Leo.
Reca tertawa mendengar ucapan Leo. Tidak semua yang bermasalah dengan laki-laki menjadi depresi seperti Mba Ara. Tapi memang ada benarnya juga. Seharian ini Reca tidak ada komunikasi dengan sahabatnya itu.
Bagaimanapun sifat Resi, baginya dua orang yang selalu ada untuknya itu adalah sahabat terbaiknya. Meskipun ia sempat kesal pada Resi yang membocorkan rahasianya pada Danang, namun Reca tidak bisa bisa membohongi perasaannya. Ia tetap peduli dan sayang pada Resi.
maaf ya
semangat