Kejadian tak pernah terbayangkan terjadi pada Gus Arzan. Dirinya harus menikahi gadis yang sama sekali tidak dikenalnya. "Saya tetap akan menikahi kamu tapi dengan satu syarat, pernikahan ini harus dirahasiakan karena saya sudah punya istri."
Deg
Gadis cantik bernama Sheyza itu terkejut mendengar pengakuan pria dihadapannya. Kepalanya langsung menggeleng cepat. "Kalau begitu pergi saja. Saya tidak akan menuntut pertanggung jawaban anda karena saya juga tidak mau menyakiti hati orang lain." Sheyza menarik selimut yang menutupi tubuhnya. Sungguh hatinya terasa amat sangat sakit. Tidak pernah terbayangkan jika kegadisannya akan direnggut secara paksa oleh orang yang tidak dikenalnya, terlebih orang itu sudah mempunyai istri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon anotherika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Terbawa perasaan? Jelas. Apa yang keluar dari bibir suaminya itu membuat hati Sheyza menghangat. Merasa dihargai walaupun status pernikahan mereka di rahasiakan. Terlebih kata cinta dan sayang yang selalu terucap membuat hati Sheyza tak kuasa menahan kebahagiaan nya. Juga perhatian yang selalu Arzan berikan nyatanya mampu meluluhkan hati Sheyza.
Sheyza merasa diratukan oleh Arzan, hingga dirinya lupa kalau ada hati lain yang mungkin akan terluka saat mengetahui hubungan mereka.
Jantungnya selalu berdebar saat dekat dengan suaminya. Bahkan Sheyza sampai melupakan sumpah serapahnya kepada sang suami yang pernah Sheyza lemparkan beberapa waktu yang lalu.
Jangan salahkan Sheyza. Sheyza juga seorang perempuan. Jika diratukan dan diberi perhatian oleh pasangannya, siapa yang tidak terbawa perasaan. Ditambah Sheyza sudah lama tidak mendapatkan perhatian dan kasih sayang seperti ini. Anggap saja Sheyza haus kasih sayang. Tapi memang benar begitu kenyataannya. Sheyza mendambakan sosok seperti Arzan sedari dulu, tapi Sheyza tidak terlalu berharap. Dirinya sadar dirinya seperti apa yang mungkin tidak pantas mendapatkan apa yang dia inginkan. Sheyza juga tidak pernah bergantung kepada orang lain karena takut akan terpatahkan oleh sebuah kenyataan yang menyakitkan seperti apa yang ibunya rasakan.
Tapi, bolehkan saat ini Sheyza egois sebentar? Dirinya sangat menyukai apapun yang ada pada diri Arzan. Terlebih pada cara Arzan memperlakukan dirinya, Sheyza sangat menyukai itu. Sheyza berharap semua ini akan terus seperti ini, tidak diketahui oleh siapapun. Meskipun kemungkinan besar sesuatu yang ditutupi dan dirahasiakan pasti akan terbongkar juga suatu saat nanti. Tapi sebelum hari itu tiba, Sheyza ingin menghabiskan waktunya bersama suaminya.
Tangan lembut Sheyza mengelus lembut rahang sang suami yang masih memejamkan matanya. Rasa syukur terucap berkali-kali didalam hatinya.
"Eughh,"
Arzan melenguh. Hal itu langsung membuat Sheyza kembali memejamkan kedua bola matanya. Tentu saja Sheyza malu jika Arzan tahu dirinya diam-diam mengangumi ketampanan suaminya. Apalagi Sheyza sampai mengelus rahang tegas itu.
Perlahan Arzan membuka bola matanya lalu terkekeh melihat tingkah menggemaskan istri kecilnya itu. Sebenarnya Arzan sudah bangun dari tadi, tapi dia ingin menikmati elusan lembut sang istri jadi Arzan lebih memilih pura-pura masih tertidur. Tak dipungkiri sikap lembut Sheyza membuat hati Arzan berbunga-bunga, dirinya sangat bahagia sekali.
Cup
"Kenapa tidur pura-pura lagi? Padahal mas suka loh kamu pegang-pegang kayak tadi,"
Sheyza mencebikkan ujung bibirnya, pipinya memanas karena menahan malu. Ck, dasar tangan lancang, nggak tahanan banget sih lihat yang tegas-tegas.
"Kenapa hmm?" Arzan menciumi pipi yang sudah tampak chubby itu. Mungkin karena hamil jadi pipi Sheyza kelihatan lebih berisi.
Sheyza menggeleng. "Aku mau ke toilet mas, kebelet." Alasan Sheyza. Dia bahkan tidak berani menatap wajah tampan Arzan saking malunya.
Arzan terkekeh, gemas dengan tingkah laku istri kecilnya. "Ikut," rengek Arzan.
Mata Sheyza mendelik. "Enggak ya!"
"Mandi bersama suami dapat pahala loh sayang, kamu tidak mau?"
Sheyza memutar bola matanya. "Iya Sheyza tahu, tapi pasti ujung-ujungnya bukan cuma mandi. Jadi, mas tet- aaaa mas!!"
Sheyza berteriak saat suaminya tanpa aba-aba langsung menggendongnya dan membawanya ke dalam kamar mandi.
"Aku nggak mau mas!"
"Sayang hukumnya wajib loh melayani suami."
"Tapi ini masih pagi mas, kita harus sholat subuh dulu."
"Tenang Babby, mas tidak akan lama."
Sheyza pasrah saja. Mau sekeras apapun dirinya menolak, Arzan pasti punya seribu cara agar dia mendapatkan apa yang dia mau.
Satu jam kemudian.
Cup
"Mas pergi dulu ya, mungkin sore mas akan kesini lagi. Setelah dari kantor mas harus ke rumah sakit dulu untuk melihat ummi. Kamu hati-hati ya. Mas sebenarnya tidak mau kamu disini sendirian, tapi mau bagaimana lagi." Ucap Arzan setelah selesai bersiap rapi untuk pergi berkerja.
Sheyza memasangkan dasi suaminya. Beruntung Arzan selalu menyetok beberapa baju didalam mobil untuk kepentingan mendadak seperti ini.
"Semua itu musibah mas, tidak ada yang tahu kapan datangnya. Insyaallah aku bisa jaga diri kok, mas kerja dengan tenang saja."
"Iya semua itu musibah, tapi mas tetap takut. Oh iya nanti akan ada orang yang datang bawa beberapa pakaian dan ponsel buat kamu. Mas udah kasih nomor handphone mas di note diatas nakas. Nanti kamu telpon mas ya, jangan lupa."
Sheyza mengangguk lalu mengantarkan kepergian suaminya.
Cup
"Hati-hati mas, jangan ngebut."
Arzan mengangguk. Walaupun tidak tega meninggalkan istrinya disini sendirian, tapi tanggung jawab yang lainnya tidak bisa dia tinggalkan begitu saja. Dia juga sudah tidak berangkat ke kantor beberapa hari.
***
"Mas dari mana saja? Kenapa semalam tidak pulang? Dan ini udah mau pergi lagi? Padahal kan baru pulang mas. Mas dengar aku enggak sih?!" Anisa menyentak tangan Arzan dengan amarah yang berkobar. Dirinya sangat kesal dengan sikap suaminya yang akhir-akhir ini sangat berubah. Entah apa penyebabnya, tapi Anisa tidak suka.
"Aku juga butuh kamu perhatiin mas. Kenapa aku selalu ditinggal-tinggal terus?! Bahkan kamu tidak pernah bilang mau pergi kemana, atau mau pergi dengan siapa kamu tidak pernah bilang. Tiba-tiba tidak pulang. Setelah pulang sebentar langsung pergi lagi. Aku kapan mas?!!" Ucap Anisa menatap tajam suaminya.
Arzan menghembuskan nafasnya lelah. Kalau saja tidak ada berkas yang harus diambil, Arzan tidak akan pulang dulu ke pesantren dan bertemu dengan Anisa. Bukannya tidak mau bertemu dengan Anisa, tapi entah kenapa akhir-akhir ini Anisa begitu menyebalkan di mata Arzan. Anisa terlihat berbeda, bahkan Anisa terkesan menuntut.
"Maaf Anisa, tapi mas harus bekerja. Kemarin mas juga disibukkan dengan berkas-berkas yang menumpuk."
"Selalu saja alasannya seperti itu. Emang tidak ada alasan lain? Oh atau yang dibilang Bu Indah tempo hari itu benar? Mas punya wanita lain di belakang aku? Iyaa?!!" Pekik Anisa keras.
Arzan mengelus dadanya berusaha sabar menghadapi istri pertamanya ini. Biar bagaimanapun dirinya juga salah telah mengabaikan Anisa. "Maaf Anisa, maaf kalau mas salah."
"Ya. Mas memang salah! Dan seharusnya mas sadar kalau perbuatan mas itu sudah menyakiti hati istri mas sendiri. Ck, mas itu anggap aku apa sih? Aku istri mas kan?!!"
Ternyata mengalah dan meminta maaf saja tidak bisa melunturkan emosi yang sudah terbendung di dalam diri Anisa.
"Anisa mas minta maaf, mas benar-benar ti-"
"Sudah lah mas. Yang jelas kalau mas itu mentingin diri sendiri daripada aku!" Ucap Anisa kesal dan langsung berlalu pergi begitu saja tanpa menunggu respon suaminya.
Arzan hanya bisa menghela nafas lelah. Memijit pelipisnya yang terasa berdenyut. Dia tidak berniat untuk mengejar Anisa, Arzan lebih memilih mencari berkas yang harus dirinya bawa ke kantor.
***
Satu Minggu berlalu.
Hari ini Sheyza akan pindah ke pondok pesantren. Sesuai dengan apa yang telah disepakati sebelumnya, Sheyza akan membantu merawat ummi Zulfa. Arzan juga sudah membicarakan kepada Abah dan adiknya jika sudah menemukan orang yang bisa merawat ummi.
Arzan mengatakan jika Sheyza, istri temannya sedang membutuhkan pekerjaan. Sheyza tinggal sendiri disini karena suaminya bekerja di luar negeri. Ya walaupun mereka terkesan jahat karena telah berbohong, tapi tidak ada cara lain lagi. Mereka hanya bisa meminta ampunan kepada Allah atas apa yang terlah mereka perbuat.
Tidak lupa Arzan juga mengatakan kalau Sheyza tengah mengandung, tapi untungnya Kyai Rofiq dan Nabila tidak keberatan dengan keadaan Sheyza. Kyai Rofiq bahkan sudah menyiapkan rumah yang lokasinya menyerong di sudut pesantren untuk tempat tinggal Sheyza.
"Mas aku gugup,"
"Tenang sayang, mas disamping kamu."
Arzan mengecup tangan sang istri yang ada di pangkuannya.
Sheyza tetap resah dan gelisah memikirkannya sebentar lagi dirinya akan bertemu dengan keluarga sang suami. Bertemu dengan istri pertama Gus Arzan.