Gadis suci harus ternoda karena suatu keadaan yang membuat dia rela melakukan hal tersebut. Dia butuh dukungan dan perhatian orang sekitarnya sehingga melakukan hal diluar batas.
Penasaran dengan ceritanya, simak dan baca novel Hani_Hany, dukung terus yaa jangan lupa like! ♡♡♡♤♤♤
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hani_Hany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 7
"Diana, kamu sudah mau ujian ya nak?" tanya sang ibu ketika mereka berada di dapur untuk memasak makanan buat sarapan.
" Iya bu." jawabnya singkat. Diana sedang mengupas bawang merah dan putih tapi pikirannya kemana-mana. "Bagaimana jika ibu dengar kabar tentangku yang berselingkuh dengan pak Wijaya, memang sudah berakhir tapi ibu pasti sangat sedih." batin Diana penuh sesal.
"Rajin belajar nak supaya lulus." kata ibu.
"Iya bu." jawabnya singkat.
"Kamu kenapa nak?" tanya ibu mendekat pada Diana. Diana tersenyum melihat ibunya duduk dihadapannya.
"Aku gak apa bu, hanya kepikiran laporan Prakerin belum selesai." jawab Diana tidak sepenuhnya bohong.
"Oh ya sudah, dikerjakan perlahan saja nak yang penting selesai."
"Iya bu." jawab Diana singkat. Usai melakukan masak memasak kini saatnya Diana mandi sebelum sarapan. "Ibu, aku mandi dulu ya! Sudah gerah." pamit Diana menuju kamar untuk mengambil handuknya.
"Iya nak, ini tinggal ibu hidangkan saja." jawab ibu sambil meletakkan hasil masakannya di atas meja makan.
"Maaf kan Diana bu." batin Diana sedih, semua telah terjadi yang ada hanya penyesalan. Dibilang selingkuh tapi tidak ada kata jadian, dibilang tidak jadian tapi Diana mau menerima uang atau apa pun pemberian Pak Wijaya. Suatu hari memang Diana pernah dikasih minuman yang terbuka atau tidak rapat tutupnya, dengan polosnya Diana menerima dan meminumnya hingga tandas mungkin karena haus. Mulai dari situ Diana luluh oleh perkataan pak Wijaya, menolak pun tetap mau menuruti perintah pak Wijaya.
Mereka sarapan bersama, meski sederhana tetapi kebersamaan yang mereka ciptakan.
"Belajar yang rajin Na, sudah mau ujian." ucap sang ayah.
"Iya ayah." Diana makin hemat bicara karena lebih banyak melamun. "Diana pamit duluan yah, bu, mau selesaikan laporan." pamitnya, dia makan hanya sedikit saja asalkan orang tuanya tidak curiga.
Saat di kamar Diana sibuk membuat laporan dengan menulisnya menggunakan pulpen dibuku agenda besar. Beberapa hari dia rutin menyelesaikan laporannya untuk menghilangkan rasa penyesalannya meski tidak sepenuhnya hilang.
"Alhamdulillah selesai juga. Saatnya bimbingan!" gumamnya bangkit dari kursi untuk membereskan bukunya.
Keesokan harinya Diana pergi sekolah dan dia melakukan bimbingan di waktu senggang.
"Permisi pak, mau bimbingan laporan prakerin boleh?" saat masuk di ruang guru.
"Masuk dan duduk lah. Mana laporannya!" Diana menyerahkan laporan tersebut kemudian dibaca oleh pembimbingnya. "Bagus, perbaiki sedikit kosa katanya dan tambahkan materi tentang penelitianmu disini." ucap pembimbing menasehati, Diana hanya mengangguk.
Keesokan harinya Diana datang untuk bimbingan lagi dan akhirnya di ACC untuk diketik supaya kompak sesuai aturan. Kini tiba saatnya Diana ujian, dia anak yang cerdas dalam menulis, dia juga anak yang ceria! Karena masalah yang dia hadapi dia cenderung pendiam. Bahkan saat ujian dia tidak mampu menjawab semua pertanyaan penguji padahal dia yang membuat laporan tersebut. Akhirnya Diana dinyatakan Tidak Lulus.
"Aku gak lulus, padahal aku duluan selesai! Aku terlalu banyak melamun, padahal aku yang kerja sendiri laporan ini." batinnya sambil menangis di kamar mandi. "Aku harus gimana?" ucapnya lirih sambil bersandar dipintu kamar mandi.
Beberapa hari kemudian, diumumkan jika yang tidak lulus bisa melakukan remedial dengan membawa bunga dengan potnya supaya menjadi hiasan di sekolah.
"Alhamdulillah. Akhirnya ada jalan keluarnya." ucap Diana dalam hati meski harus merelakan bunganya untuk dibawa ke sekolah. Diana rajin menanam bunga bersama ibu Riana.
Kini tiba saatnya ujian Sekolah dan Nasional, Diana tetap percaya diri ke sekolah meski sering melamun.
"Aku harus semangat, usai ujian aku akan pergi jauh dari sini." batinnya semangat. Sebelum pengumuman kelulusan Diana sudah kabur ke kota Makassar, Sulawesi Selatan.
"Bu, aku mau pergi kerja ya!" pamit Diana kepada sang ibu.
"Mau kerja dimana nak?" tanya ibu sambil menyulam pakaian yang robek.
"Mau ke Kota bu, mau kerja buat bantu biaya kehidupan kita semua." ucap Diana jujur.
"Kan bisa kerja disini nak. Di kota mana? Siapa yang akan menemanimu nak?" tanya ibu Riana sedih.
"Aku sudah besar bu, ada temanku di Kota Makasaar, dia pasti mau menampungku disana. Nanti aku akan menelfonnya ketika ibu telah memberi izin." jelas Diana, ibu Riana hanya diam saja melanjutkan pekerjaannya.
Beberapa hari kemudian keputusan Diana sudah tidak dapat diganggu gugat.
"Bu, pagi ini aku akan berangkat ke Makassar naik bus." pamit Diana sebelum mandi, ibu Riana tentu kaget.
"Tunda lah nak!" ujar ibu lalu membalikkan badan menuju kamar. "Diana kalau sudah ada maunya pasti dia akan tetap pergi." batin ibu Riana kemudian mengambilkan uang buat pesangon sang anak.
Usai mandi Diana bersiap, memakai pakaian, menyiapkan keperluan yang lainnya seperti tas dan ponselnya. Ada temannya di Makassar namanya Nurma, dia siap menerima Diana disana sementara waktu.
"Bu, aku pergi ya! Ibu baik², jaga kesehatan dan doakan aku supaya sukses disana." pamit Diana, ibu mulai berkaca².
"Nanti lah kita cari kerja bersama nak, disini lah bersama kami." ucap ibu menahan tangis.
"Ibu gak usah nangis ya, aku gak apapa." ucap Diana menahan tangis juga karena merasa sedih meninggalkan keluarganya. Mereka berpelukan sebelum Diana berangkat. "Maaf kan Diana bu! Diana bukan anak yang baik, mungkin dengan Diana pergi semua akan segera mereda dan ibu bisa tenang disini bersama adik²." batin Diana, air matanya sudah meleleh.
"Sana pamit sama ayah, ayah ada di dapur." ucap sang ibu sambil memberikan uang pesangon buat Diana.
"Iya bu." ucap Diana menghapus air matanya. Sebelum dia melangkah, Diana memeluk ibunya lagi. "Maaf kan Diana bu, ibu sehat² ya!" ucap Diana tidak mampu melepaskan pelukan ibunya, sedih pasti! Tapi dia harus pergi dari kampung itu, pikirnya. Kemudian dia melangkah kan kaki ke dapur untuk menemui sang ayah yang dengan duduk² santai.
"Yah, aku mau berangkat ya." ucap Diana lalu menjabat tangan ayahnya dan mengecup punggung tangannya. "Ayah tidak melarang ku?" tanya Diana.
"Itu sudah keputusanmu nak, ketika ayah melarangmu apakah kamu mendengar?" tanya sang ayah mengecup pucuk kepala Diana.
"Maafkan Diana yah." ucapnya lalu berbalik untuk melangkah keluar dari rumah. Beruntungnya Diana tidak sampai ayahnya mengatakan bahwa "Kalau kamu keluar dari rumah berarti kamu tidak menganggap kami orang tuamu." hehehe
Diana keluar rumah dan ternyata temannya sudah menunggu untuk mengantarnya ke Terminal Bus di Kota.
"Ayo." ajak Diana lalu naik diboncengan temannya.
"Ok." kemudian dia menyalakan mesin motornya dan melaju dengan kecepatan sedang. Namanya Agus, dia teman SMK Diana yang cukup pendiam. Sesampainya di Terminal Bus ternyata semua sudah penuh dan sudah berangkat.
"Gimana nih?" gumam Diana pelan.
"Kamu nginap saja di sepupuku namanya kak Tati, dia kerja di rumah dosen meski jadi pembantu." ujar Agus.
"Iya deh." jawab Diana singkat, daripada harus kembali pulang, pikirnya.