Raka adalah seorang pemuda biasa yang bermimpi menemukan arti hidup dan cinta sejati. Namun, perjalanan hidupnya berbelok saat ia bertemu dengan sebuah dunia tersembunyi di balik mitos dan legenda di Indonesia. Di sebuah perjalanan ke sebuah desa terpencil di lereng gunung, ia bertemu dengan Amara, perempuan misterius dengan mata yang seakan memiliki segudang rahasia.
Di balik keindahan alam yang memukau, Raka menyadari bahwa dirinya telah terperangkap dalam konflik antara dunia nyata dan kekuatan supranatural yang melingkupi legenda Indonesia—tentang kekuatan harta karun kuno, jimat, serta takhayul yang selama ini dianggap mitos.
Dalam perjalanan ini, Raka harus menghadapi berbagai rintangan, termasuk rasa cintanya yang tumbuh untuk Amara, sembari berjuang mengungkap kebenaran yang tersembunyi di balik cerita rakyat dan keajaiban yang mengikat mereka berdua. Akan tetapi, tidak semua yang bersembunyi bisa dipercaya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ihsan Fadil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30: Kisah Amara dan Asal-Usulnya
Perjalanan mereka membawa Amara, Raka, dan Arjuna menuju tempat yang tidak terduga: sebuah desa tua yang tersembunyi di lembah pegunungan. Desa itu tampak seperti sisa-sisa kejayaan masa lalu, dengan bangunan batu yang dihiasi ukiran kuno, sebagian besar sudah dililit tanaman merambat.
Saat mereka memasuki desa, Amara merasakan sesuatu yang aneh. Hawa udara terasa berbeda, seolah ada sesuatu yang menunggu kedatangan mereka.
"Amara," bisik Arjuna, menunjuk ke sebuah patung besar di tengah desa. "Itu... mirip denganmu."
Amara menghentikan langkahnya. Ia mendongak, melihat patung itu lebih jelas. Memang benar, wajah patung itu memiliki kemiripan yang mencolok dengannya. Rambut panjang yang diukir dengan indah, mata tajam, dan senyum samar—semuanya terasa seperti cerminan dirinya.
Raka mendekati patung itu, mengamati ukiran-ukiran di sekitarnya. "Ini bukan kebetulan," katanya. "Patung ini adalah bagian dari sesuatu yang lebih besar."
Amara mengangguk, tetapi ia tidak mengatakan apa-apa. Hatinya berdebar kencang, dan tanpa sadar ia menyentuh liontin kecil di lehernya—benda yang selalu ia bawa sejak kecil, satu-satunya peninggalan dari keluarganya yang hilang.
Suara Masa Lalu
Tiba-tiba, suara gemuruh terdengar. Tanah di sekitar mereka mulai bergetar, dan udara dipenuhi dengan cahaya emas yang berasal dari artefak di tangan Amara. Dalam sekejap, mereka diselimuti oleh kilatan cahaya, dan ketika membuka mata, mereka mendapati diri mereka berada di tempat yang berbeda.
Amara melihat sekelilingnya. Mereka kini berdiri di sebuah ruangan megah, seperti aula kerajaan, dengan dinding berlapis emas dan batu permata. Di ujung aula, seorang wanita berjubah putih berdiri, menatap Amara dengan tatapan lembut namun penuh kekuatan.
"Amara," suara wanita itu bergema di seluruh ruangan. "Akhirnya kau datang."
Amara terdiam, tidak tahu harus berkata apa.
"Siapa kau?" tanya Raka, melangkah maju dengan penuh kewaspadaan.
Wanita itu tersenyum. "Aku adalah penjaga terakhir dari garis keturunan kuno. Aku adalah bagian dari sejarah yang telah lama terlupakan. Dan Amara..." Ia menatap gadis itu dalam-dalam. "Kau adalah penerus garis keturunan itu."
Peninggalan Garis Keturunan Kuno
Wanita itu menjelaskan bahwa ribuan tahun yang lalu, sebuah kerajaan besar berdiri di Nusantara, dipimpin oleh raja dan ratu yang memiliki kekuatan luar biasa. Mereka tidak hanya menguasai ilmu pengetahuan dan seni, tetapi juga memiliki kemampuan untuk menjaga keseimbangan antara dunia manusia dan kekuatan alam semesta.
"Kerajaan itu adalah sumber artefak yang kau bawa sekarang," kata wanita itu. "Dan kau, Amara, adalah keturunan langsung dari raja terakhir kerajaan itu."
Amara terkejut. "Itu... tidak mungkin. Aku hanya seorang gadis biasa."
"Tidak ada yang kebetulan," jawab wanita itu. "Liontin yang kau bawa adalah kunci dari semuanya. Itu adalah simbol warisanmu, dan alasan mengapa artefak meresponsmu."
Raka dan Arjuna saling bertukar pandang. Semua ini mulai masuk akal, tetapi pada saat yang sama, mereka merasa beban di pundak Amara menjadi semakin berat.
Kisah Keluarga Amara
Wanita itu melanjutkan ceritanya. Ia menunjukkan sebuah ilusi, memperlihatkan masa lalu keluarga Amara. Mereka melihat seorang pria dan wanita yang memegang bayi kecil—Amara. Kedua orang itu adalah penjaga terakhir kerajaan kuno, tetapi kerajaan itu diserang oleh kekuatan gelap yang ingin merebut artefak untuk tujuan jahat.
"Orang tuamu melindungimu dengan mengirimmu ke dunia luar, jauh dari kerajaan ini," kata wanita itu. "Mereka mengorbankan segalanya agar kau bisa hidup dan melanjutkan warisan mereka."
Air mata mengalir di pipi Amara. Ia akhirnya mengerti mengapa ia selalu merasa ada sesuatu yang hilang dalam hidupnya.
"Mereka mencintaimu, Amara," lanjut wanita itu. "Dan sekarang, tanggung jawab mereka ada di pundakmu."
Ujian Terakhir
Namun, wanita itu juga memperingatkan bahwa kekuatan artefak tidak bisa digunakan sembarangan. Amara harus membuktikan dirinya layak untuk menjadi pewaris.
"Kau harus melewati ujian terakhir," kata wanita itu. "Ujian ini akan menguji hati, keberanian, dan pengorbananmu."
Ruangan itu berubah lagi. Kini, Amara berdiri sendirian di tengah arena yang luas, sementara Raka dan Arjuna tampak terperangkap di balik dinding kaca yang tidak bisa ditembus.
"Amara!" teriak Raka. "Apa yang sedang terjadi?"
"Ini adalah ujianmu," suara wanita itu bergema. "Kau harus memilih antara menyelamatkan teman-temanmu atau melindungi artefak. Keputusanmu akan menentukan nasib dunia ini."
Amara terdiam. Hatinya bergejolak, mencoba mencari jawaban.
"Jika kau memilih teman-temanmu," lanjut suara itu, "kekuatan artefak akan hilang selamanya. Tetapi jika kau memilih artefak, teman-temanmu akan tetap terperangkap di sana."
Amara menatap Raka dan Arjuna, yang terlihat panik. Ia tahu bahwa mereka adalah segalanya baginya. Namun, ia juga tahu bahwa kekuatan artefak adalah harapan terakhir untuk melindungi Nusantara dari kehancuran.
"Aku tidak bisa memilih," gumamnya.
"Tidak memilih juga merupakan pilihan," kata wanita itu.
Keputusan yang Mengubah Segalanya
Amara menutup matanya, membiarkan hatinya memandu keputusannya. Ia ingat semua yang telah ia lalui bersama Raka dan Arjuna—pengorbanan mereka, kepercayaan mereka, dan cinta mereka.
Akhirnya, ia membuka matanya dengan tekad. "Aku memilih teman-temanku," katanya dengan suara lantang.
Tiba-tiba, cahaya terang menyelimuti arena. Raka dan Arjuna terbebas dari kurungan kaca mereka, berlari menghampiri Amara. Namun, artefak di tangannya mulai retak, mengeluarkan kilatan cahaya yang semakin lama semakin redup.
"Amara, apa yang kau lakukan?" tanya Arjuna, panik.
"Aku tidak bisa melanjutkan tanpa kalian," jawab Amara, suaranya penuh emosi. "Jika aku kehilangan kalian, maka semuanya tidak berarti lagi."
Namun, sesuatu yang ajaib terjadi. Artefak yang retak itu tiba-tiba berhenti bersinar, lalu kembali utuh. Cahaya lembut mengalir dari artefak itu, menyelimuti mereka bertiga.
"Keputusanmu telah membuktikan bahwa kau layak," kata suara wanita itu. "Kekuatan sejati berasal dari cinta dan pengorbanan. Artefak ini sekarang adalah bagian dari dirimu, Amara."
Warisan yang Hidup
Ketika cahaya menghilang, mereka kembali ke desa kuno. Namun, kali ini suasana terasa berbeda. Amara merasa lebih kuat, lebih percaya diri, dan lebih memahami tanggung jawabnya.
Wanita berjubah putih itu muncul kembali, tersenyum hangat. "Kau telah membuktikan bahwa kau adalah pewaris sejati. Gunakan kekuatanmu dengan bijaksana, dan lindungi Nusantara dari ancaman yang akan datang."
Amara mengangguk. "Aku berjanji tidak akan mengecewakan mereka yang telah berkorban untukku."
Dengan warisan yang kini menjadi bagian dari dirinya, Amara, bersama Raka dan Arjuna, melanjutkan perjalanan mereka. Namun, mereka tahu bahwa ini bukanlah akhir—melainkan awal dari tantangan yang lebih besar.
Di kejauhan, awan gelap mulai berkumpul, menandakan bahwa bahaya baru sedang menunggu. Tetapi untuk pertama kalinya, Amara merasa siap menghadapi apa pun yang akan datang. .
.berambung ke bab selanjutnya