BIJAKLAH DALAM MEMILIH BACAAN!!!❌❌❌
Nessa Ananta atau biasa di panggil Eca, gadis yang menempuh pendidikan di luar kota akhirnya kembali ke Ibu kota setelah sebelumnya bekerja menjadi sekretaris di sebuah perusahaan.
Tapi apa jadinya jika kembalinya ke rumah Kakaknya justru mendapat kebencian tak beralasan dari Kakak iparnya.
Lalu bagaimana kisah hidup Eca selanjutnya ketika Kakaknya sendiri meminta Eca untuk menikah dengan suaminya karena menginginkan kehadiran seorang anak, padahal Kakak iparnya begitu membencinya?
Kenapa Eca tak bisa menolak permintaan Kakaknya padahal yang Eca tau Nola adalah Kakak kandungnya?
Lalu apa penyebab Kakak iparnya itu begitu membencinya padahal mereka tak pernah dekat karena Eca selama ini ada di luar kota??
Apa yang terjadi sebenarnya??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berakhir
Kesepuluh jari Eca saling bertautan di atas pangkuannya. Terkadang Eca juga menekuk jarinya sampai berbunyi karena terlalu gugup saat ini.
Dia juga terus melihat ke sekelilingnya dengan tak tenang karena menunggu kedatangan Efan. Dia memang sudah memantapkan hatinya untuk mengakhiri hubungannya dengan pria baik itu.
Eca sebenarnya juga tidak ingin mengakhiri hubungannya dengan Efan, dia masih sayang, dia terlalu cinta, tapi dia tak mau menjadi wanita egois.
Eca sudah mengembangkan senyumnya saat melihat kedatangan Efan dari kejauhan. Eca melambaikan tangannya karena Efan tampak tak melihat keberadaannya.
"Maaf telat karena ada masalah dikit, kamu udah dari tadi?" Tanya Efan karena dia merasa terlambat lebih dari lima belas menit dari waktu yang janjikan Eca.
"Nggak papa kok. Ayo duduk" Eca sudah memesankan minuman kesukaan Efan di mejanya.
"Kamu mau bilang apa sih sayang, kok nggak di kantor aja tadi? Ada yang penting ya?" Efan meraih tangan Eca yang kini sudah berada di atas meja.
Rasanya masih sama, getaran di hati Eca masih terasa begitu kuat saat Efan menggenggam tangannya. Rasanya juga tidak akan rela jika Eca di beri pilihan untuk melepaskan Efan atau tidak.
Eca menundukkan kepala untuk menyembunyikan air matanya yang sudah memenuhi pelupuk matanya.
"Efan, maaf. Sepertinya hubungan kita cukup sampai di sini. Aku nggak bisa melanjutkan hubungan kita lagi" Eca tak berani menatap Efan.
"Apa maksud kamu sayang? Jangan bercanda deh, nggak lucu tau nggak. Udah ah, aku laper kita makan aja ya?"
"Tapi aku serius Efan!" Eca mengangkat kepalanya.
Wajah Eca yang berlinang air mata membuat Efan membeku. Dia ingin sekali untuk tidak mempercayai ucapan Eca. Tapi wajah basah Eca, membuat Efan sadar jika apa yang di katakan Eca bukanlah candaan belaka.
"Coba jelaskan apa masalahnya sampai kamu bisa bicara kaya gitu sayang? Kenapa kamu mau mengakhiri hubungan kita? Apa salahku?" Efan menatap Eca dengan nanar. Jantungnya tentu saja berdetak dengan begitu cepat saat ini.
"Kamu nggak salah apa-apa Fan. Tapi ini memang murni keputusan ku untuk berpisah. Kamu laki-laki yang baik, pasti akan dapat wanita yang baik juga nantinya" Eca mencoba untuk menahan tangisannya agar tidak mengeluarkan suara meski dadanya sudah terlalu sesak.
"Itu bukan jawaban sayang. Yang mau aku dengar adalah alasan kenapa kamu mau putus sama aku padahal kita nggak ada masalah apa-apa!"
Eca hanya diam. Haruskah dia mengatakan alasan yang sesungguhnya pada Efan. Tapi apa dia sanggup?
"Kalau kamu cuma diam kaya gini, aku anggap kamu cuma bercanda!" Tegas Efan walau sebenarnya hatinya begitu kesal dan marah. Siapa yang tak marah jika kekasihnya itu meminta putus darinya secara tiba-tiba.
"Fan, aku mohon!"
"Kalau begitu katakan apa alasanmu! Beri tahu aku biar semuanya jelas!" Tekan Efan dengan suara yang agak meninggi tapi tidak sampai mengundang perhatian orang-orang di sekitarnya.
"Aku sudah menikah Fan!! Apa itu alasan yang cukup jelas buat kamu?"
Akhirnya rahasia besar yang Eca simpan dari Efan keluar juga.
"Bohong!!" Efan sampai tertawa mendengarnya. Meski begitu, tawanya itu seperti mengandung luka. Efan yakin jika Eca berbohong tapi hatinya mengingkari perasaannya sendiri.
"Jangan banyak bercanda sayang. Cepat katakan yang sebenarnya!"
"Tapi memang itu kenyataannya Fan. Aku sudah menikah. Aku sudah menjadi istri orang sejak dua hari yang lalu!!" Tegas Eca kemudian diiringi dengan isakkan kecil dari bibirnya.
"Maafkan aku Efan. Hiks..hiks.." Eca menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
"Nggak mungkin, ini nggak mungkin kan sayang. Katanya kamu cinta sama aku. Tapi kenapa kamu justru menikah dengan orang lain. Jadi selama ini kamu mempermainkan ku?"
Eca menggeleng masih dengan tangisannya. Dia jelas mencintai Efan. Sampai detik ini pun pria itu yang masih ada di dalam hatinya.
"Terus menapa Ca, kenapa kamu tega? Siapa laki-laki yang berhasil menarik perhatianmu sampai kamu menghancurkan hatiku?"
Efan bersandar dengan lemas ke belakang. Rasanya sungguh nelangsa saat ini. Dia di tinggal menikah oleh kekasihnya sendiri.
"Semua nggak seperti yang kamu pikirkan Fan. Tidak ada laki-laki manapun yang berhasil menarik perhatian ku kecuali kamu"
"Maka dari itu katakan semuanya Ca!! Biar aku tau apa yang terjadi sebenarnya"
"Jadi dua hari yang lalu saat aku nggak masuk kerja, sebenarnya aku bukan sakit, tapi..." Eca tak sanggup melanjutkan kata-katanya.
"Kamu menikah?"
Anggukan kepala dari Eca membuat Efan langsung meraup wajahnya. Ingin sekali dia membalikan meja di hadapannya itu tapi masih bisa ia tahan. Rahangnya hanya mengeras di tampah kepalan tangannya yang kini terlihat begitu kuat.
"Siapa dia? Siapa laki-laki itu?" Efan masih bisa terlihat tenang di hadapan Eca yang kini terus menangis.
Efan sendiri heran kenapa Eca justru menangis seperti itu di hadapannya. Di sini Eca yang salah karena meninggalkannya menikah dengan pria lain tapi kenapa Eca justru terlihat kesakitan sendiri di depan Efan.
"Dia" Eca sempat berhenti sejenak.
"Mas Bara" Lirihnya sambil menunduk.
"Apa?? Jangan bercanda Eca!!" Kali ini suara Efan sempat membuat orang-orang menoleh ke arahnya.
"Apa menurutmu aku terlihat bercanda Fan?" Eca menatap manik mata Efan.
"Tapi gimana bisa, kamu menikah sama Kakak Ipar kamu sendiri padahal Kakak mu masih ada. Kamu nggak tau hukumnya?"
"Apa kamu pikir aku sebodoh itu? Apa kamu pikir aku dengan senang hati menjalani pernikahan ini?"
"Lalu apa alasannya Eca! Jangan berbelit-belit!!"
Eca memejamkan matanya sekejap sebelum mulai menceritakan semuanya pada Efan.
Pria dua puluh delapan tahun itu terlihat bersandar ke belakang dengan lemas setelah mengetahui semuanya.
"Tapi kenapa kamu nggak bilang dari awal Ca? Aku bisa bantu kamu cari jalan keluar. Kamu nggak harus menikah sama Pak Bara hanya demi balas budi sama orang tua Kakak kamu. Untuk petunjuk keberadaan orang tua kamu juga kita bisa cari tau sendiri. Pasti ada jalannya asal kamu mau berusaha. Bukan gegabah seperti ini" Efan benar-benar kecewa dengan Eca. Tapi dia masih bisa memahami posisi Eca saat ini.
"Maaf Fan. Aku juga nggak bisa berpikir panjang waktu itu. Mungkin juga ini sudah takdirku karena nyatanya Tuhan tidak membatalkan pernikahan kami dengan caranya sendiri, berarti ini sudah jalannya"
"Bukan kaya gini jadinya kalau kamu cerita sama aku dari awal Ca!!" Geram Efan.
"Terus aku harus gimana Fan? Di saat Mbak Ola mengatakan aku bukan anak kandung orang tuaku , di saat aku sedang terguncang karena kenyataan itu, dia menagih pasal balas budi yang harus aku lakukan. Mbak Ola juga bilang punya petunjuk tentang orang tua kandungku. Tentu saja saat itu aku nggak bisa berpikir jernih!"
Keduanya saling diam untuk beberapa saat guna meredakan emosi masing-masing.
"Sekali lagi aku minta maaf karena sudah menyakiti mu Fan" Eca kembali bersuara.
"Apa kita harus berakhir seperti ini? Apa kamu nggak mau melanjutkan hubungan kita? Aku siap menunggumu Ca!" Efan masih menatap Eca dengan begitu dalam.
"Jangan Fan, carilah wanita lain di luar sana yang bisa membahagiakan mu"
"Tapi aku mencintaimu Ca"
"Aku pun sama. Aku juga mencintaimu tapi takdir tidak menginginkan kita bersama"
"Persetan dengan takdir, kamu hanya perlu bersamanya satu tahun kan? Aku akan menunggumu!" Efan begitu keras kepala.
"Jangan membelenggu dirimu sendiri dengan ketidakpastian Fan. Carilah kebahagiaan mu sendiri di luar sana. Sekali lagi aku minta maaf sudah menyakitimu. Aku pergi Fan"
Tangis Eca kembali pecah setelah berhasil menyingkir dari cafe itu. Sungguh kejam dirinya yang menyakiti pria sebaik Efan terlalu dalam.
Eca duduk di bangku yang tak jauh dari cafe sambil menepuk-nepuk dadanya yang terasa begitu sakit
"Maafkan aku Efan. Aku mencintaimu makanya aku memilih melepas mu"