Kerajaan Avaris yang dipimpin oleh Raja Darius telah menjadi kekuatan besar di benua Estherya. Namun, ancaman datang dari Kekaisaran Zorath yang dipimpin oleh Kaisar Ignatius, seorang jenderal yang haus kekuasaan. Di tengah konflik ini, seorang prajurit muda bernama Kael, yang berasal dari desa terpencil, mendapati dirinya terjebak di antara intrik politik dan peperangan besar. Dengan bakat taktisnya yang luar biasa, Kael perlahan naik pangkat, tetapi ia harus menghadapi dilema moral: apakah kemenangan layak dicapai dengan cara apa pun?
Novel ini akan memuat konflik epik, strategi perang yang mendetail, dan dinamika karakter yang mendalam. Setiap bab akan menghadirkan pertempuran sengit, perencanaan taktis, serta perkembangan karakter yang realistis dan emosional.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zylan Rahrezi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kekuatan yang Tak Terbayangkan
Bab 35: Kekuatan yang Tak Terbayangkan
Kael merasakan kehangatan yang membakar telapak tangannya begitu ia menyentuh artefak itu. Sebuah gelombang energi yang luar biasa mengalir melalui tubuhnya, menghentikan detak jantungnya untuk sejenak. Pandangannya kabur, dan suara-suara di sekelilingnya menjadi tidak jelas. Seolah-olah ia tenggelam dalam kegelapan yang tak terhingga.
"Kael! Jangan!" Aria berteriak, suaranya terdengar samar. Namun, Kael tidak bisa menghentikan dirinya. Kekuatannya semakin intens, seolah ada kekuatan yang lebih besar menguasai tubuhnya.
Sebuah cahaya biru terang tiba-tiba membungkus seluruh tubuh Kael, menyilaukan mata setiap orang yang ada di dekatnya. Zian dan Aria mundur, terkejut melihat perubahan yang begitu cepat dan mendalam pada Kael. Mereka tidak tahu apakah ini adalah hal yang benar atau malah awal dari kehancuran yang lebih besar.
"Kael, kau mendengarku?" suara Zian terdengar samar, namun Kael tidak bisa menanggapi. Semuanya terasa jauh, sangat jauh.
Rasa sakit yang luar biasa menguasai tubuhnya, menyusup hingga ke tulang. Tubuhnya seolah sedang dibakar oleh energi yang tak terkontrol. Kael merasa seolah dirinya bukan lagi manusia, melainkan sesuatu yang lebih dari itu. Sebuah kesadaran yang melampaui waktu dan ruang mulai memasuki pikirannya. Gambaran-gambaran masa lalu dan masa depan saling bercampur. Sebuah suara yang jauh, namun sangat jelas, berbicara kepadanya.
"Kael, kamu telah memilih. Kamu telah memilih untuk membuka pintu. Dan sekarang, pintu itu terbuka lebar. Dunia yang kamu kenal akan berubah—tergantung pada apa yang kamu pilih selanjutnya."
Kael berusaha untuk melawan kekuatan yang merasuki tubuhnya. Ia merasa terpecah, terjebak antara kendali dirinya dan kekuatan yang mengalir deras melalui dirinya. "Apa yang... yang kamu inginkan dariku?" Kael berusaha berbicara, namun suaranya terdengar serak dan bergema.
Suara itu tertawa, seolah tahu bahwa Kael kini berada dalam dilema besar. "Aku adalah bagian dari Kegelapan yang lebih tua. Kekuatan yang telah tertidur selama ribuan tahun. Kamu yang membuka jalan ini. Sekarang, kamu harus memutuskan—apakah kamu akan mengendalikan kekuatan ini atau biarkan kekuatan ini mengendalikanmu?"
Kael merasakan tarikannya yang sangat kuat, seolah ada dua kekuatan yang saling beradu di dalam dirinya. Di satu sisi, ia ingin menggunakan kekuatan itu untuk mengalahkan segala ancaman yang ada, untuk melindungi dunia yang dicintainya. Namun, di sisi lain, ia tahu bahwa kekuatan ini dapat menghancurkan dirinya dan segala sesuatu yang ada di sekitarnya.
"Jangan biarkan dia menguasaimu, Kael!" suara Aria terdengar jelas, semakin dekat. Kael mendengar langkah kaki yang cepat, namun ia tidak bisa bergerak. Tubuhnya terasa kaku, seolah seluruh keberadaannya terkunci oleh kekuatan itu.
Kael berusaha keras untuk berpikir jernih. "Aku harus mengendalikan ini," katanya dalam hati, berusaha melawan dorongan untuk menyerah pada kekuatan yang begitu besar itu. "Aku tidak bisa membiarkan diri jatuh ke dalam kegelapan ini. Tidak untuk dunia ini. Tidak untuk mereka yang ku cintai."
Dengan sekuat tenaga, Kael memusatkan pikirannya, berusaha untuk menggenggam kendali atas tubuhnya kembali. Kekuatan itu menderu dalam dirinya, mengancam untuk merobek segala batas yang ada. Namun, perlahan-lahan, Kael mulai merasakan kekuatan itu mengalir lebih lancar, lebih terkendali. Ia tahu bahwa ini adalah perjuangan yang sangat besar, dan tidak ada jaminan bahwa ia akan menang.
"Kael!" Aria akhirnya sampai di sisinya, menggenggam tangan Kael yang masih memegang artefak itu. "Kamu bisa mengendalikannya, aku tahu kamu bisa. Kami semua ada di sini bersamamu."
Kael menatap Aria dengan mata yang penuh kebingungannya, namun ada sebuah kedamaian yang mulai tumbuh dalam dirinya. Kehadiran Aria—dan timnya—memberi kekuatan yang Kael butuhkan untuk kembali memegang kendali. Ia bisa merasakan ikatan yang lebih kuat dengan mereka daripada kekuatan gelap yang mengancam dirinya.
"Terima kasih, Aria," Kael berbisik, kemudian dengan hati-hati ia melepaskan cengkeramannya pada artefak itu. Cahaya biru yang menyilaukan mulai mereda, dan Kael merasa tubuhnya kembali normal, meskipun masih ada sisa-sisa energi yang menggeliat di dalamnya.
Namun, meskipun Kael berhasil mengendalikan dirinya, mereka semua tahu bahwa ini bukanlah akhir dari perjalanan mereka. Mereka baru saja membuka sebuah pintu yang tidak bisa ditutup begitu saja. Sesuatu yang lebih besar dan lebih gelap dari yang mereka bayangkan telah terbangun, dan mereka harus siap menghadapi ancaman yang akan datang.
"Ini baru permulaan," Kael berkata, matanya penuh tekad. "Kita harus berhati-hati. Apa yang kita temui di sini hanyalah bagian dari sesuatu yang jauh lebih besar."
Zian menatap Kael dengan serius. "Kami akan berada di sisimu, Kael. Apapun yang terjadi, kita hadapi bersama."
Aria menatap Kael dengan khawatir, namun juga dengan keyakinan. "Kita akan menemukan cara untuk mengalahkannya. Kita tidak akan membiarkan dunia ini jatuh ke dalam kegelapan."
Kael mengangguk pelan, merasakan kedamaian yang kembali melingkupi dirinya. Tetapi, di dalam hatinya, ia tahu bahwa masa depan mereka tidak akan pernah sama lagi. Mereka telah membuka pintu menuju sebuah dunia yang jauh lebih berbahaya, dan sekarang mereka harus menanggung konsekuensinya.