"Pergi kamu dari sini! Udah numpang cuma nambah beban doang! Dasar gak berguna!"
Hamid dan keluarganya cuma dianggap beban oleh keluarga besarnya. Dihina dan direndahkan sudah menjadi makanan sehari-hari mereka. Hingga pada akhirnya mereka pun diusir dan tidak punya pilihan lain kecuali pergi dari sana.
Hamid terpaksa membawa keluarganya untuk tinggal disebuah rumah gubuk milik salah satu warga yang berbaik hati mengasihani mereka.
Melihat kedua orangtuanya yang begitu direndahkan karena miskin, Asya pun bertekad untuk mengangkat derajat orangtuanya agar tidak ada lagi yang berani menghina mereka.
Lalu mampukan Asya mewujudkannya disaat cobaan datang bertubi-tubi mengujinya dan keluarga?
Ikuti terus cerita perjuangan Asya di sini!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Araya Noona, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
Indah yang pertama menghampiri Asya saat gadis itu sampai di sana. Asya mencoba tersenyum dan menjawab jika dirinya baik-baik saja ketika ada bertanya keadaannya. Ya, setidaknya sekarang dia memang merasa baik- baik saja. Jujur, sebenarnya Asya sangat malu gara-gara kelakuan Arman kemarin. Gadis itu juga kesal karena orang-orang di sana jadi menatap Asya dengan tatapan kasihan. Hal itu membuat Asya merasa lemah namun sebisa mungkin Asya melawan perasaan itu. Bahkan dia tampil seakan dirinya tidak punya beban sedikitpun.
Memangnya apa pilihan Asya? Tidak mungkin dia larut dalam kesedihan sedangkan dirinya butuh uang untuk biaya rumah sakit dan juga untuk membayar hutang-hutangnya. Yang membuat Asya makin semangat karena ada Zhaki di sana. Pemuda itu tak pernah meninggalkan Asya. Dia seakan siap siaga ketika Asya butuh sesuatu. Sungguh kehadiran Zhaki benar-benar membawa pengaruh positif untuk Asya.
"Kalian udah jadian ya?" tanya Indah setelah Zhaki memberi Asya segelas air. Gadis itu baru saja turun dari panggung.
Asya dan Zhaki saling menatap beberapa saat sebelum mengalihkan pandangan.
"Iya," jawab Zhaki membuat Asya membulatkan matanya. Loh, kok Zhaki ngomong gitu sih? Padahal kan aku belum jawab. Batin Asya protes walau sebenarnya juga jawabannya sama saja akan membuat mereka terikat sebuah hubungan sebagai sepasang kekasih.
"Wah! Selamat ya. Aku dukung banget sih hubungan kalian," ujar Indah ikut senang sambil memeluk Asya.
"Jangan peluk dulu! Gerah nih," kata Asya mencoba mendorong tubuh Indah agar menjauh. Dia masih dipenuhi keringat di sana. Namun Indah tidak peduli. Dia malah terus memeluk sambil menggoda sahabatnya itu.
Selain karena mencari uang, suasana di sana yang juga membuat Asya betah. Hanya saat bersama teman-teman dan saat berada di panggung Asya merasa dirinya bebas. Dia seakan bisa menjadi dirinya sendiri. Mengekspresikan apa yang dia rasa lewat nyanyian. Dan hal itu membuat orang-orang yang mendengar Asya menyanyi seakan hanyut dalam lagu tersebut.
Seperti sekarang ketika salah satu tamu meminta Asya untuk menyanyikan lagu yang cukup emosional dan punya arti yang dalam, semua penonton seakan bisa merasakan nyanyian Asya. Bahkan beberapa dari mereka ada yang merinding sampai menangis. Tepuk tangan langsung bergema ketika Asya mengakhiri nyanyiannya.
"Sya, kamu gak niat buat ikut lomba nyanyi gitu di televisi?" tanya Zhaki pada gadis yang telah ia akui sebagai kekasihnya itu. Sekarang mereka sedang berada di salah satu rumah warga untuk beristirahat.
"Pernah kepikiran sih, tapi untuk sekarang aku gak bisa pergi kemana-mana dulu," jawab Asya dengan wajah sedikit ditekuk.
Zhaki mengangguk pelan. Benar juga. Ayah Asya kan masih dirawat di rumah sakit. Jika dia pergi siapa yang akan menjaga adiknya. Namun Zhaki menyayangkan jika bakat Asya hanya ditampilkan di kampung-kampung seperti ini.
Zhaki baru akan membuka suara namun urung saat Indah menyela dan mengajak Asya bicara. Entah hal lucu apa yang mereka bicarakan sampai Asya dan Indah tertawa terpingkal-pingkal. Zhaki juga ikut tersenyum di sana. Ikut bahagia melihat Asya sudah bisa tertawa kembali.
***
"Ya udah nanti pulang dari sini aku juga ke sana," kata Asya yang saat ini sedang bicara dengan Luna di telpon.
"Oke, Kak," jawab Luna di seberang sana.
Panggilan itu pun berakhir setelah mereka saling mengucapkan salam.
"Gimana? Gak jadi jemput Luna?" tanya Zhaki.
Asya menggeleng sebagai jawaban. "Enggak. Katanya dia mau langsung ke rumah sakit aja dari pada datang ke sini. Besok kan juga hari minggu."
Zhaki mengangguk sambil beroh ria sebelum dia mengajak Asya untuk kembali ke panggung karena sebentar lagi giliran Asya yang menyanyi.
Sejak pagi hingga sore keadaan di sana cukup terkendali. Namun saat mereka akan tampil di malam hari, tiba-tiba masalah terjadi. Bukan masalah serius, hanya sebatas pertengkaran antar warga yang membuat jam tampil Asya dan teman-temannya agak diundur dari perjanjian.
Saat semuanya sudah reda, mereka pun memulainya. Asya cukup kaget karena penonton di sana lumayan banyak. Yang ada dalam pikiran Asya sekarang adalah semoga saja semuanya berjalan aman dan dia bisa dapat banyak saweran.
Ya awalnya seperti itu, namun makin malam entah kenapa mereka yang ada di bawah panggung tiba-tiba naik setiap kali ada penyanyi yang naik untuk bernyanyi. Bang Roy yang melihat itu pun mulai waspada takut jika mereka macam-macam. Mereka masih bisa mengendalikannya tapi saat Asya yang naik, beberapa pemuda dan bapak-bapak juga ikut naik hingga panggung itu hampir penuh.
Tentu saja Asya jadi panik, tapi dia masih berusaha untuk tetap tenang. Musik dimulai dan Asya bernyanyi seperti biasanya. Cukup sulit karena ruang sudah hampir dikuasai oleh para penonton yang naik ke panggung. Jujur saja Asya sangat risih. Dia sampai tidak konsen bernyanyi.
Hingga sebuah insiden tak terduga pun terjadi.
"Aaarrrgghh!" Asya berteriak lantang sambil menyilangkan sedua tangannya di dada. Salah satu dari mereka yang ada di sana melecehkannya.
Zhaki yang sejak dari sudah memperhatikan tak lagi bisa tinggal diam. Dia sebenarnya sudah sangat khawatir saat Asya dikerumuni terlalu banyak pria di sana. Zhaki langsung naik ke atas panggung.
Bugh!
Pemuda itu memukul pria yang telah melecehkan Asya membuat pria itu sampai terjatuh dari atas panggung. Untung saja panggung itu tidak terlalu tinggi.
"Dasar brengsek!" umpat Zhaki.
Seketika suasana menjadi riuh. Indah ikut naik untuk membawa Asya yang sudah menangis turun dari panggung. Seseorang menghajar Zhaki juga hingga jatuh tersungkur di atas lantai panggung. Dia tidak terima temannya dihajar. Untung saja Roy segera memeluk Zhaki yang hampir memukul pria itu lagi.
"Udah, Ki! Udah!" kata Roy mencoba menenangkan anaknya. Beberapa orang juga ikut melerai saat keadaan mulai semakin kacau. Untung saja mereka bisa mengatasinya dengan menyuruh mereka semua pergi.
Pria yang dihajar Zhaki bangkit dibantu oleh orang-orang yang ada di sana. Dia sudah tidak bisa melawan karena dalam pengaruh alkohol.
Pada akhirnya mereka mengakhiri semuanya di sana. Mereka takut jika acara tetap dilanjutkan maka kejadian serupa akan terjadi. Lagipula mereka juga kasihan pada Asya yang saat ini masih coba ditenangkan oleh Indah. Gadis itu sangat terkejut sampai tidak ingin menemui siapapun. Termasuk Zhaki yang saat ini begitu khawatir dengan Asya.
"Udah ya, Sya. Kamu jangan nangis lagi," kata Indah memeluk erat tubuh Asya yang gemetar hebat. Padahal baru saja gadis itu bisa tersenyum, datang lagi masalah yang lain yang membuatnya kembali menangis. Asya seakan tidak dibiarkan untuk tenang sebentar saja.
Dan sepertinya itu memang benar.
[Luna: Kak Asya cepetan datang ke rumah sakit!]
n memberitahu klo dia adalah tulang punggung kluarganya n ada utang yg harus dibayar
saran saya kalau bisa ceritanya s lanjutkan terus supaya pembaca tidak terputus untuk membaca novelnya, karena kalau suka berhenti sampai berhari hari baru muncul kelanjutan bab nya mana pembaca akan bosan menunggu,