Niat hati memberikan kejutan kepada sang kembaran atas kepulangannya ke Jakarta, Aqilla justru dibuat sangat terkejut dengan fakta menghilangnya sang kembaran.
“Jalang kecentilan ini masih hidup? Memangnya kamu punya berapa nyawa?” ucap seorang perempuan muda yang dipanggil Liara, dan tak segan meludahi wajah cantik Aqilla yang ia cengkeram rahangnya. Ucapan yang sukses membuat perempuan sebaya bersamanya, tertawa.
Selanjutnya, yang terjadi ialah perudungan. Aqilla yang dikira sebagai Asyilla kembarannya, diperlakukan layaknya binatang oleh mereka. Namun karena fakta tersebut pula, Aqilla akan membalaskan dendam kembarannya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bukan Emak-Emak Biasa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
7. Alasan Demi Alasan
Foto-foto yang Aqilla unggah di akun Rumi menggunakan ponsel Rumi, mulai menyita perhatian. Efek Rumi yang kurang populer di kalangan sekolah apalagi teman, penyebarannya kurang cepat. Selain itu, Aqilla juga sengaja tak memberi kontak ibu Akina aksen untuk melihat status WA Rumi. Jadi, meski keduanya saling menyimpan dan kerap berkomunikasi satu sama lain, ibu Akina tak melihat apa yang Qilla sempat sebar menggunakan ponsel Rumi.
Liara menjadi orang yang paling ketar-ketir setelah mendapat laporan dari Sasy—salah satu sahabatnya, dan tergabung dalam perundungan kepada Chilla. Sahabat yang sepertinya lebih cocok disebut kacung, atau malah jongosnya. Karena ketimbang diperlakukan layaknya sahabat. Sejauh ini, Sasy dan kedua rekannya yang lain, memang selalu diperlakukan seperti kedua sebutan tadi oleh Liara.
“Ulah Rumi sudah bikin kita jadi bahasan di X! Rame karena sana sini sudah bagiin!” ucap Sasy.
Berbeda dengan Rumi dan Asyilla, Liara dan genk-nya itu sudah kelas 12.
“Bego emang si Rumi! Ngapain dia ss WA itu! Sudah dibilang rahasia, masih saja goblok! Aku hapus dulu grupnya!” ucap Liara yang segera meraih ponselnya dari tempat tidur.
Tak beda dengan nuansa kamar Asyilla, kamar Liara juga bernuansa serba pink. Hampir semua koleksi yang ada di dalam kamar Chilla juga ada di sana. Namun ketimbang di kamar Liara, kamar Chilla jauh lebih penuh barang karena memang lebih banyak koleksinya.
Sasy yang datang ke sana sendiri, diam-diam mengutil dua jepit dan ikat rambut warna pink, dari meja rias. Sasy terlihat sangat bahagia dan langsung kegirangan menyimpan apa yang ia ambil, ke dalam tas selempang pink yang menghiasi pundak kanannya.
“Bego banget ih Rumi. Siap-siap, kita buat perhitungan ke dia!” kecam Liara seiring kedua matanya yang jadi melirik sinis ke kanan kiri.
Mendengar itu, Sasy si wanita muda berambut sebahu, segera mendekati Liara dengan agak berlari. “Terus mengenai kabar yang beredar dan sampai bikin chat room kita tersebar gara-gara Rumi—” Ia sengaja mengatakannya, berharap perlindungan dari Liara dan ia yakini bisa melakukan apa pun menggunakan kuasa orang tuanya. “Orang tua Liara itu kaya raya. Bahkan semenjak berteman dengan Liara semenjak awal masuk SMA, aku jadi bisa makan enak! Semenjak jadi bagian dari geng Liara, aku juga enggak hanya mengenal semua yang mahal-mahal. Karena berteman dengan Liara bikin aku bisa punya barang-barang mahal!” batin Sasy.
“Tenang. Papa mamaku bisa urus!” tegas Liara dengan tatapan masih tajam dan tetap membelakangi Sasy.
Detik itu juga Sasy langsung tersenyum girang, sebelum tatapannya menyisir keadaan sekitar, menatapnya iri karena ingin memiliki. Namun ketika Liara berkata akan mengeksekusi Rumi, jantung Sasy langsung berdetak sangat cepat. Terlebih ketika Liara menunjuknya sebagai orang yang harus melakukannya.
“M—melakaukannya bagaimana?” takut Sasy. Suaranya yang jadi bergetar, menegaskan ketakutannya.
“Aku akan tetap membantumu. Dan aku akan memberikan semua yang kamu mau! Beneran semua! Kamu bilang, kamu pengin punya motor Scoopy pink yang terbaru?” yakin Liara yang perlahan balik badan kemudian menatap Sasy. “Orang tua kamu terlalu m i s k i n buat kasih kamu kehidupan, kan? Ibu kamu setiap hari marah-marah, adik kamu banyak, sedangkan ayah kamu yang pengangguran, justru hamilin anak tetangga yang usianya hanya satu tahun lebih tua dari kamu!”
Liara sangat tahu kelemahan Sasy maupun kedua kacung-nya yang lain. Hingga ia juga tahu bagaimana caranya mengendalikan mereka. Lihat saja, hanya disinggung keadaan keluarganya saja, Sasy sudah berlinang air mata bahkan tersedu-sedu.
“Miris sekali! Menjijikan!” batin Liara, meski kini ia berangsur memeluk Sasy dan tentu saja karena terpaksa. Tak lupa, ia juga meyakinkan Sasy, agar gadis miskin itu mau menjadi ‘bonekanya’. Agar ia tak perlu mengotori kedua tangannya secara langsung, hanya untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Hal-hal yang ia inginkan dan memang harus melukai bahkan membuat seseorang kehilangan nyawa.
Di lain sisi, Oskar masih membonceng Aqilla. Perjalanan mereka terbilang lancar. Apalagi meski sempat berpapasan dengan polisi, selain mereka yang memang memakai perlengkapan berkendara komplit. Pada kenyataannya, wajah Oskar tipikal boros. Wajah Oskar jauh lebih dewasa dari usia aslinya yang masih piyik. Ketimbang dengan wajah Aqilla saja, wajah Oskar lebih cocok jadi kakak kelas Aqilla.
“Oh iya, Centilku. Kemarin aku sudah menang dan minta Steven enggak ganggu kamu lagi, ya! Apalagi gara-gara Stevan kegatelan ke kamu, demit Liara jadi musuhin kamu, kan?” ucap Oskar sengaja berteriak sesaat setelah membuka kaca helmnya.
“Stevan ...? Stevan siapa?” pikir Aqilla yang memang belum tahu siapa Stevan.
“Terus aku juga sudah bilang ke Stevan, kalau kamu pacarku. Dan aku anak kuliahan. Aku ngaku anak UI!” teriak Oskar lagi.
“Stevan ... bentar, sepertinya aku sudah melewatkan sesuatu. Ah iya, ... satu bulan lalu, Chilla bilang, dia ditembak cowok. Keren, anak orang kaya, anak basket, hobi balapan, tapi mantannya dan statusnya kakak kelas Chilla, belum move on!” batin Aqilla yang kemudian menanyakan siapa Liara.
“Liara? Lah ... Liara ya mantannya Stevan yang belum bisa move on ke Stevan dan sering bikin gara-gara ke kamu, kan? Masa iya kamu lupa? Ah iya, pikiran sama hati kamu kan sudah penuh sama aku!” balas Oskar jadi cekikikan sendiri.
Akhirnya Aqilla mulai menemukan benang merah dari kasus yang menimpa kembarannya. “Kalau Liara merupakan kakak kelas dan sekarang sudah kelas dua belas seperti yang Oskar katakan, enggak apa-apa berita ini tersebar. Dia bisa dihukum karena usianya sudah memenuhi!” pikir Chilla yang kemudian mengetahui fakta lain tentang Liara dan Stevan.
“Mereka itu sama-sama anak wakil rakyat. Bapaknya Stevan mentri olahraga, sementara papa mamanya Liara, orang penting di perpajakan!” berisik Oskar yang bagi Aqilla, amat sangat berguna untuknya.
“Stevan, ... sepertinya Chilla juga menyukainya. Apalagi gara-gara dekat dengan Stevan juga, Chilla jadi kursus basket. Padahal sejauh ini, ... Chilla anti ke yang bikin dia keringatan!” pikir Aqilla yang langsung membeku tak lama setelah Oskar kembali berseru. Bukan perkara Liara maupun Stevan lagi. Namun, mereka sudah sampai bendungan dan Aqilla yakini menjadi tempat kembarannya dibuang.
Yang membuat Aqilla tak berdaya dan berakhir lolos jatuh ke jalan, murni karena keadaan bendungan di sana sangat mengerikan. “Dari kejauhan saja, arus airnya terdengar sangat deras. Adik sekaligus kembaranku, sungguh dibuang ke sana? Hah ...?” lirihnya di tengah kedua matanya yang sudah basah dan tak hentinya menangis.
Sakit, belum apa-apa saja, Aqilla sudah kesakitan hanya karena keadaan bendungan di sana yang menyeramkan.
(Ramaikan yaaa 💪💪💪💪)
😏😏😏
iya juga yaa,, kalo sdh singgung k Mbah Kakung,, memoriq tiba2 jadi blank🤭😅
ini angkatan siapa ya... 🤣🤣🤣
kayaknya aq harus bikin silsilah keluarga mereka deh... 🤣🤣🤣
beri saja Liara hukuman yg lebih kejam Mb...
Angkasa ....,, tunggu tanggal mainnya khusus utkmu dari Aqilla
Jangan smpe orang tua nya liara berkelit lagi ...