Datang Untuk Membalaskan Dendam Sang Kembaran
“Jalang kecentilan ini masih hidup? Memangnya kamu punya berapa nyawa?” ucap seorang perempuan muda yang dipanggil Liara, dan tak segan m e ludahi wajah cantik Aqilla yang ia cengkeram rahangnya. Ucapan yang sukses membuat perempuan sebaya bersamanya, tertawa.
Niat hati memberikan kejutan kepada sang kembaran atas kepulangannya ke Jakarta, Aqilla justru dibuat sangat terkejut dengan fakta menghilangnya sang kembaran.
Aqilla berpikir, mungkin Asyilla kembarannya, atau yang akrab dipanggil Chilla, sedang menginap di rumah Rumi, sang sahabat. Namun, baru juga sampai jalan gang perumahan rumah orang tua Rumi berada, Aqilla yang naik motor matic, dihadang empat wanita muda dan kiranya sebaya dengannya. Keempatnya baru saja turun dari mobil mewah warna merah, dan atapnya bisa dibuka tutup.
Selanjutnya, yang terjadi ialah p e r u n dungan. Aqilla yang dikira sebagai Asyilla kembarannya, diperlakukan layaknya b i n a t ang oleh mereka. Namun karena fakta tersebut pula, Aqilla akan membalaskan dendam kembarannya! Sebab Aqilla yakin, keempatnya menjadi bagian dari menghilangnya sang kembaran.
Jambakan demi jambakan, Aqilla dapatkan dari keempat wanita berpenampilan gaul tersebut. Namun setelah menguasai diri, berbekal emosi yang meledak, Aqilla membalas.
Kenyataan Aqilla yang jadi beringas, dan tak segan melemparkan bogem bahkan menghantam kan keningnya ke setiap kening ke empatnya, membuat keempatnya melipir ketakutan.
“Ada apa dengan Chilla ...? Kenapa dia jadi beringas begitu? Apakah orang yang sudah babak belur kemudian kembali sehat, bisa ... ah, ... jangan-jangan, dia justru hantu?” bisik ketiga wanita muda yang sudah berkerumun di kanan kiri Liara.
Liara yang juga sudah acak-acakan rambutnya setelah mendapat serangan balik, refleks mendengus kesal. Kedua tangannya mengepal kencang di sisi tubuh, tapi alih-alih maju melawan Aqilla lagi, ia yang sempat meludahi wajah Aqilla justru menjadi orang pertama yang masuk ke dalam mobilnya.
Selanjutnya ketika rekan Liara juga menyusul masuk ke dalam mobil. Ketiganya bahkan menjerit ketakutan dan sampai histeris karena Aqilla tak segan lari menyusul mereka. Kedua sepatu sneaker warna merah milik Aqilla, melesat mengenai kepala maupun kening penghuni mobil Liara, sesaat setelah Aqilla melemparkannya sekuat tenaga kepada mereka.
“Apa-apaan ini? Apa yang tadi mereka katakan? Hah!”
Napas Aqilla amat sangat memburu. Peluh keringat sebesar biji jagung mengalir dari atas kepalanya membasahi pipinya yang masih dihiasi sisa ludah Liara. Selain di pipi kiri Aqilla yang sampai dihiasi dua cakaran dalam. Darah segar Aqilla dapati menghiasi luka tersebut, telapak tangan kanannya jadi dihiasi darah sesaat setelah mengusapnya. Namun ketimbang luka di pipi maupun bagian yang lain karena rambut agak bergelombang Killa saja sampai rontok parah setelah dijambak, nasib keberadaan sang adik, jauh lebih membuat Aqilla kembaran.
“Chilla ... apa yang sebenarnya terjadi? Jauh-jauh dari Australia buat liburan sekolah sama kamu, ... Kakak justru disuguhkan dengan keadaan seperti ini? Kenapa kamu enggak cerita, Dek? Minimal ke papa mama!” Hati Qilla meronta-ronta. Segera ia meraih motornya yang sempat didorong oleh rombongan Liara, sesaat sebelum mereka menariknya paksa meninggalkan mobil.
Aqilla dan Asyilla itu kembar. Keduanya kembar identik dan yang membedakan hanya gaya rambut. Aqilla yang diam dan misterius berambut bergelombang panjang. Sementara Asyilla berambut lurus, ceria, kadang centil, sekaligus maniak warna pink. Enam bulan lalu setelah kelulusan SMP, Aqilla memutuskan mengambil beasiswa di Australia. Jadi, kini menjadi liburan awal Aqilla. Aqilla sengaja pulang sendiri tanpa dampingan orang tua atau setidaknya keluarga. Sekadar mengabarkan kepulangannya saja, Aqilla tak melakukannya. Namun sungguh, Aqilla juga sulit percaya. Sebab keputusannya tersebut malah membuatnya menemukan fakta mencengangkan.
“Apa yang sebenarnya terjadi?”
“Sebentar, ... kenapa mereka dari arah rumah orang tua Rumi?” Memikirkan itu, Aqilla yang sudah sempat mengemudikan motornya, berangsur menghentikannya.
“Jika mereka yang menganggap Chilla harusnya sudah mati saja baru dari rumah orang tua Rumi. Bisa jadi mereka sengaja menemui Rumi karena Rumi mengetahui sesuatu!” Aqilla yakin itu.
“Tidak bisa didiamkan. Aku harus mengusutnya secepatnya! Apa yang bisa aku jadikan barang bukti? CCTV sekolah? Iya, ... aku ... aku bisa ke sekolah Chilla dan mengandalkan kemiripan kami sebagai alasan!”
Berbekal keyakinannya dan sederet analisa sekaligus cocok logi yang dilakukan, Aqilla segera putar balik. Aqilla mengemudikan cepat motornya, meski kali ini ia yang rambutnya masih sangat awut-awutan, tak sampai memakai helm. Polisi lalu lintas yang memergoki Aqilla, ketika Aqilla di jalan raya, langsung meniup peluit. Yang awalnya hanya peringatan dari seorang polisi, menjadi adegan kejar-kejaran. Namun, bukan Aqilla namanya jika tidak nekat. Remaja tujuh belas tahun itu makin melesatkan kecepatan motornya. Tukang cendol yang lewat, tak luput menjadi korban polisi yang mengejar Aqilla.
Padahal, Aqilla saja bisa menghindari tukang cendol yang mendorong gerobak. Namun, polisi yang mengejar Aqilla justru tidak bisa melakukannya. Namun karena agenda polisi menabrak gerobak tukang cendol, Aqilla jadi lolos dari kejaran polisi tadi.
Sekitar dua puluh menit kemudian, akhirnya Aqilla sampai di sekolah elite sang kembaran sekolah. Yang membuat Aqilla heran, satpam yang berjaga dan bernama Ahmad, langsung ketakutan ketika awal melihatnya. Awalnya Aqilla berpikir, bahwa satpam yang langsung keluar dari pos jaga tak jauh dati gerbang sekolah itu, terganggu dengan penampilan Aqilla. Namun, ketakutan sang satpam dirasa Aqilla berlebihan. Termasuk juga meski Aqilla sudah merapikan rambutnya dan ia ikat dengan benar mirip ekor kuda. Satpam berkulit hitam mutlak itu tetap saja lari meninggalkannya.
“Kalau kejadiannya kayak gini, aku rasa satpam tadi, bahkan sekolah ini, ada kaitannya dengan menghilangnya Chilla.”
“Ketakutan satpam tadi sangat berlebihan. Dia melihatku seolah-olah dia melihat hantu. Sedangkan kata si Liara ... harusnya Chilla sudah mati!”
Tak mau membuang-buang waktu, Aqilla nekat memanjat gerbang sekolah yang kiranya setinggi tiga meter. Ia yang hanya memakai alas kaki warna merah pendek semata kaki, melakukannya tanpa sedikit pun keraguan apalagi takut.
Suasana sekolah amat sangat sepi. Karena kini memang tengah masa libur sekolah. Terhitung sudah hampir satu minggu lamanya, liburan sekolah berlangsung. Namun selama itu juga, Chilla dinyatakan menghilang.
Mampukah Aqilla memecahkan misteri menghilangnya Chilla sang kembaran? Ikuti terus kisah kelanjutannya. Baca secara runtut biar retensi aman, ya. Salam kenal, dan semoga kalian suka ke karya-karyaku ❤️❤️❤️❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
Al Fatih
Menarik ,, qta kembali k masa SMA....,, duh jiwa mudaku meronta ronta 🤣.
2024-11-06
1
W_E_N_A
Ceritanya sangat menarik... g sabar baca cerita berikutnya...
lanjut Mb❤
2024-10-30
1
Riana
ceritanya sangat bagus, ditunggu cerita berikutnya
2024-11-02
3