Rindunya adalah hal terlarang. Bagaikan sebuah bom waktu yang perlahan akan meledak di hadapannya. Dia sadar akan kesalahan ini. Namun, dia sudah terlanjur masuk ke dalam cinta yang berada di atas kebohongan dan mimpi yang semu. Hanya sebuah harapan rapuh yang sedang dia perjuangkan.
Ketika hubungan terjalin di atas permintaan keluarga, dan berakhir dengan keduanya bertemu orang lain yang perlahan menggoyahkan keyakinan hatinya.
Antara Benji dan Nirmala yang perlahan masuk ke dalam hubungan sepasang kekasih ini dan menggoyahkan komitmen atas nama cinta itu yang kini mulai meragu, benarkah yang mereka rasakan adalah cinta?
"Tidak ada hal indah yang selamanya di dunia ini. Pelangi dan senja tetap pergi tanpa menjanjikan akan kembali esok hari"
Kesalahan yang dia buat, sejak hari dia bersedia untuk bersamanya. Ini bukan tentang kisah romantis, hanya tentang hati yang terpenjara atas cinta semu.
Antara cinta dan logika yang harus dipertimbangkan. Entah mana yang akan menang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kabar Pertunangan
"Morning"
Nirmala yang sedang mengolesi roti tawar dengan slai langsung mendongak dan tersenyum pada Laura yang baru saja bangun. Terlihat dari rambutnya yang masih acak-acakan dan wajah yang terlihat masih mengantuk.
"Sarapan dulu" ucap Nirmala sambil menyimpan roti lapis di atas piring Laura.
"Hmm" Hanya bergumam pelan, Laura mengambil segelas susu yang sudah disiapkan oleh Nirmala, meminumnya sedikit. "... Nirma, aku minta maaf karena semalam sudah memuat kamu kedinginan di Taman. Aku tidak tahu kalau kamu malah pergi ke Taman"
Nirmala juga sedikit heran kenapa Laura sampai meminta maaf seperti ini padanya. Harusnya dia yang meminta maaf karena semalam pulang lebih dulu.
"Aku gak papa kok, semalam memang aku tidak mau mengganggu kamu sama keluarga Tuan Galen. Siapa tahu jika ada hal serius yang ingin dibicarakan. Dan maaf juga karena aku pulang duluan"
"Tidak papa, aku mengerti. Em, dan memang semalam ada yang mereka bahas dengan kami. Bahkan Daddy dan Mommy ikut video call dan ikut berbicara dengan kami, semalam"
"Pembicaraan apa?" tanya Nirmala penasaran, seharusnya dia tidak bertanya jika tidak ingin kecewa.
"Mereka semua ingin aku bertunangan dengan Galen"
Nirmala yang sudah ingin meminum kopi miliknya, langsung terhenti ketika mendengar ucapan Laura barusan. Dia meletakan kembali cangkir kopi yang sudah di tangan.
"Ber-bertunangan?"
"Iya, mereka semua sepakat untuk kami bertunangan.Tapi aku dan Galen juga belum memberikan keputusan apapun. Ini terlalu mendadak"
Bahkan Galen saja tidak jadi melamarku karena aku yang kabur. Ah, aku benar-benar belum siap untuk ini.
Seolah ada keraguan yang semakin besar dalam diri Laura saat ini. Hubungan yang terjalin bertahun-tahun, bahkan mereka yang tumbuh bersama sejak kecil, tapi sekarang seolah bukan ini yang Laura inginkan diantara kehidupannya dan Galen.
"Em, kalau begitu bagus dong. Kalian sudah terlalu lama berpacaran, jadi sudah seharusnya mulai ke jenjang lebih serius"
Ada perasaan sesak saat Nirmala mengatakan itu. Bahkan dia mencoba untuk tersenyum, meski terlihat memaksakan. Tenggorokannya terasa tercekat ketika dia mencoba menahan air mata yang mungkin menetes begitu saja saat ini.
"Aku belum siap, Nirma. Lagian Galen juga tidak menjawab apapun, dia tidak mengatakan menyetujui atau tidak tentang ini"
Nirmala hanya tersenyum saja, dia meraih cangkir kopinya dan meminumnya. Bahkan sarapannya tidak lagi dia hiraukan, dia mengabaikan sarapannya.
"Aku ke kamar dulu ya, gerah pengen mandi dulu" ucap Nirmala dengan membawa cangkir kopi miliknya.
Nirmala menutup pintu kamar, berjalan gontai ke arah sofa dan duduk disana. Menyimpan secangkir kopi yang dia bawa di atas meja. Menutup wajahnya dengan kedua tangan. Seharusnya dia tidak menyimpan harapan apapun. Salahnya yang berani perjuangkan harapan rapuh yang sudah jelas hanya akan sia-sia.
"Ya ampun Nirma, kenapa harus seperti ini? Kamu yang salah, kenapa menaruh harapan"
Nirmala bahkan tidak bisa menahan air matanya. Tangisan yang pecah begitu saja, bahkan ini terasa lebih sakit dari saat dia mengetahui Laura berpacaran dengan Galen 4 tahun lalu.
Ya, ternyata cintanya sudah selama itu. Bahkan dia sudah mencoba membuka hati pada pria lain saat Galen dan Laura berada di Luar Negara untuk melanjutkan kuliah mereka. Sementara saat itu Nirmala hanya sendirian disini, menjalani semuanya seorang diri. Dan ya, Nirmala kira perasaannya bisa memudar juga dan dia mencoba membuka hati untuk pria lain. Tapi ternyata, itu tidak juga berhasil.
Hati dan perasaannya tetap untuk orang yang sama. Meski dia mencoba untuk menghilangkan perasaan itu, namun tidak mudah.
Hiks... Hiks...
Hanya suara isak tangis yang terdengar di dalam ruangan ini. Nirmala yang tidak mampu menahan tangisannya. Ini terlalu sakit, apalagi ketika dia sudah menerima sebuah permintaan dari Galen untuk menjadi teman berceritanya. Itu sudah menjadi sebuah pendekatan yang baik baginya dan Galen. Hanya saja, dia lupa diri jika itu hanya sebatas teman. Dan dia yang salah, kenapa harus berharap lebih?
Suara dering ponsel menghentikan tangisan Nirmala sejenak, dia menghapus ar matanya di pipi. Mengambil ponsel dari dalam saku piyama tidur yang dia gunakan.
"Ah, kenapa dia telepon sekarang sih?"
Air mata Nirmala kembali menetes di pipinya saat dia melihat siapa yang meneleponnya. Sengaja dia mengabaikan telepon itu, saat ini bukan waktu yang tepat untuk mengangkat telepon. Namun, Galen tetaplah orang yang tidak akan menyerah dan tidak ingin dibantah. Setelah melakukan panggilan biasa dan tidak dijawab oleh Nirmala, sekarang malah berubah menjadi panggilan video.
"Aduh, dia ini kenapa sih? Apa gak ada kerjaan lain? Kenapa terus menghubungiku"
Panggilan pertama dia abaikan, sampai beberapa pesan langsung masuk ke dalam ponselnya.
Kau dimana?
Kenapa tidak angkat teleponku?
Cepat angkat teleponku sekarang!
Dan benar saja, panggilan video kembali masuk ke ponsel Nirmala. Gadis itu sampai bingung bagaimana cara menghadapi pria ini. Tidak tahukah jika semakin Galen seperti ini, maka dia akan semakin terpikat pada pria itu. Nirmala tidak bisa untuk menjaga hatinya lagi untuk tidak semakin jatuh pada pria ini.
Akhirnya dia menerima panggilan video itu, mengusap sisa air mata di sudut matanya. Meski begitu mata dan hidungnya yang memerah tetap terlihat, menunjukan jika dia habis menangis.
"Tuan, ada apa?" tanya Nirmala.
Galen memperhatikan wajah gadis itu, dan dia menyipitkan matanya dengan tajam. "Ada masalah apa? Kau menangis karena apa?"
Benar saja, tidak mungkin Galen tidak bisa melihat jika Nirmala memang habis menangis. Dan jika sudah seperti ini, bagaimana caranya mencari alasan.
"Saya tidak menangis, hanya kelilipan debu saja" ucap Nirmala dengan mengusap ujung matanya dengan jari.
"Kau berani berbohong padaku? Katakan apa yang membuatmu menangis!"
Aku menangis karena kamu! Hanya mampu berteriak dalam hati. Nirmala tidak mungkin berani mengatakannya. Dia tidak berani dan merasa jika dia tidak pantas untuk mengatakannya. Karena dia harus sadar diri siapa dia bagi Galen.
"Aku tidak papa, Tuan tidak perlu mengurus hidupku"
Nirmala langsung menutup panggilan video itu. Melempar ponsel ke ujung sofa dan dia segera berlalu ke kamar mandi. Saat seperti ini, dia hanya perlu ketenangan. Suara dering ponsel terabaikan beberapa kali karena Nirmala yang berada di kamar mandi.
Saat dia sedang nyaman berendam di dalam bak mandi. Suara ketukan di pintu kamar mandi terdenga.
"Nirma, aku keluar sebentar ya" teriak Laura, kebiasaan Nirmala yang tidak suka mengunci pintu kamar, membuat Laura mudah masuk ke dalam kamarnya.
"Iya, jangan pulang kemalaman" Sudah seperti seorang Ibu saja yang memperhatikan anak gadisnya.
"Siap Kakakku" teriak Laura sambil terkekeh.
Laura keluar dari ruang ganti, ketika suara ponsel Nirmala berdering di atas sofa. Laura meliriknya sekilas.
"Nirma, ponsel kamu berdering tuh. Cepetan mandinya" teriak Laura yang berlalu keluar kamar.
Bersambung
lanjut kak tetap semangat 💪💪💪