Tragis

Akhtar masih setia mengikuti gerak langkah Maura menyusuri setiap inci pasar rakyat itu.

Puas bersenang senang dengan menaiki berbagai macam wahana.

Maura yang sempat kembali marah karena Akhtar tak mengizinkannya naik wahana ombak laut, kini kembali sumringah ketika ia melihat bom bom car.

" aku mau naik itu.... " kata Maura tanpa sadar seperti anak kecil.

Akhtar tersenyum,.

" ok...." jawabnya dan segera membeli tiket.

Lagi lagi ia ikut bermain,

Keduanya nampak tertawa bersama ketika unit yang mereka tumpangi saling bertabrakan.

Maura merasa sangat senang,

Tak sekalipun ia bermain sendirian. Ia seperti memiliki orang lain untuk berbagi saat ini.

Setiap permainan yang ia mainkan akan selalu di barengi oleh Akhtar.

bosan dengan bom bom car, kini keduanya nampak memasuki arena motor gila.

Kali ini jantung Akhtar yang di buat tak baik baik saja.

Bagaimana tidak,

Tempat yang ia pijaki bergerak gerak saat sang pemain mulai melajukan motornya.

Berbeda dengan Maura yang tertawa girang hingga meloncat loncat ketika joki motor berhasil mengambil uang di tangannya yang ia lambai lambaikan yang tadi ia minta dari Akhtar.

" jangan seperti itu...nanti kamu jatuh Ra..." pekik Akhtar ketika tangan sang joki motor meraih uang yang melambai di tangan Maura.

Saat ini ia tengah memeluk posesif Maura karena takut gadis itu akan jatuh.

Karena Maura benar benar berdiri di tepian arena.

" nggak akan.....mereka itu sudah jago..." bantah Maura.

" sejago jagonya mereka, mereka itu juga manusia Ra....nggak usah maju maju ih, takut kamu jatuh aku..." pekik Akhtar lagi sambil menarik tubuh Maura agak kebelakang.

" nggak puas kalau gini liatnya..." protes Maura.

" udah gini aja atau kita udahan liatnya..." sentak Akhtar tak mau di bantah.

Maura sontak mengerucutkan bibirnya.

" ngapain sih peluk peluk....lepasin nggak " protes Maura yang merasa Akhtar semakin mengeratkan pelukannya.

" enggak....nanti kamu jatuh Ra..." jawab Akhtar

" nggak akan....lepasin "

" Maura...diam atau kita keluar ?! " ancam Akhtar, sungguh Maura membuatnya jengkel sekaligus khawatir.

Kesan dingin dan cool yang selama ini terpancar pada diri Akhtar seolah sirna begitu saja di telan rasa takut dan kecemasannya terhadap Maura.

" nurut aja mbak....

Masnya takut itu mbaknya jatuh kalau deket deket arena " seorang wanita baya yang mendengar pertikaian dua orang itu ikut berkomentar dan membenarkan Akhtar.

Akhtar tersenyum kepada seseorang itu sembari mengangguk tanda ia berterimakasih atas perhatian wanita itu kepada mereka berdua.

Sementara Maura...

akhirnya ia pun diam, walau kini bibirnya sudah memanjang satu meter.

Pukul delapan malam,

Maura dan Akhtar nampak baru saja keluar dari arena motor gila itu.

Sampai di luar, Akhtar langsung membungkuk dan memegangi ke dua lututnya yang sudah seperti patah dan tak bertulang.

Maura menatapnya sinis.

" dasar banci...anak manja, gitu aja lemes.

Aku mau masuk lagi..." kata Maura sambil bersiap memutar tubuhnya hendak masuk kembali ke arena motor gila.

" jangan coba coba Maura....kalau kamu.... tidak mau melihatku benar benar marah padamu " jawab Akhtar terengah.

Dua kali putaran keduanya berada di dalam. Tubuhnya sudah lemas tak karuan.

Bukan hanya takut dengan papan pijakan yang terus bergerak cukup kencang.

Namun juga keadaan yang cukup pengap membuat seorang Akhtar hampir saja kehilangan kesadarannya, jika ia tak cepat cepat keluar dari ruangan itu tadi.

Dan apa tadi kata Maura....

Mau lagi....

akh dasar....tega sekali gadis itu kepadanya.

" ayo....kita pulang, ini sudah malam " kata Akhtar sambil menarik tangan Maura.

Maura tak menolak, ia tak tega juga melihat pemuda itu nampak pucat pasi dan lemes begitu.

" kita makan dulu....aku lapar " kata Maura yang menurut saja ketika Akhtar menarik tangannya.

" terserah padamu....mau makan di mana ?! " tanya Akhtar sambil terus melangkah.

Langkahnya masih sedikit sempoyongan karena ia yang masih sedikit pusing dan lemas.

" bakso itu saja..." jawab Maura sambil menunjuk sebuah gerobak bakso yang cukup ramai pembeli.

mata Akhtar mengikuti arah tunjuk telunjuk Maura.

tubuh pemuda itu sontak menegak dan matanya melotot.

" kau yakin... ?! " tanya Akhtar seakan tak percaya dengan pendengarannya.

" tentu saja yakin...memang kenapa ?!? " tanya Maura tanpa merasa bersalah sedikitpun

" sepertinya kau belum puas menyiksaku Maura...." kata Akhtar lemas.

" siapa yang menyiksamu...aku tidak mengajakmu, kau saja yang mau ikut.

sekarang aku juga tidak mengajakmu, bagi uang saja aku mau beli sendiri " jawab Maura santai sambil mengulurkan tangannya dengan telapak tangan membuka, tanda ia meminta uang kepada Akhtar.

Saat ini ia benar benar tak memegang uang sepeserpun.

dompet berisi uang dan kartu atmnya berada di dalam tas yang ia titipkan kepada Lana.

Tapi Lana malah sudah meninggalkannya dengan Akhtar.

" jangan khawatir, aku akan menggantinya nanti " kata Maura lagi ketika Akhtar tak kunjung memberinya uang.

" ckkk.....bukan itu masalahnya, kau yakin mau makan bakso di sini ?!

Tidak ada tempat lain ?! "

" tidak...aku mau di sini, kau jangan ikut

Biar aku sendiri saja "

" cih...kau pasti ingin berdesak desakan dengan mereka kan ?! " cibir Akhtar ketika ia melihat banyak pembeli cowok di sana.

Maura mencebik,

" kalau iya memang kenapa....aku lebih senang berteman dengan orang orang seperti mereka, tidak ribet..." jawab Maura sambil melangkah ke arah penjual bakso gerobak itu

Sementara Akhtar...

Dengan wajah masam, pemuda itu akhirnya mengikuti langkah Maura.

Maura makan bakso dengan lahapnya tanpa memikirkan Akhtar yang bahkan terlihat kesulitan untuk sekedar memegang mangkok bakso yang menurutnya panas itu.

Hingga beberapa waktu kemudian,

Keduanya telah nampak berada di dalam mobil kembali.

Maura bersedekap dada sambil memejamkan matanya.

Ia sudah menolak di antar pulang oleh Akhtar, tapi pemuda itu memaksanya.

Jadi ya....

Terserah...

Katanya.

Sepanjang perjalanan keduanya hanya diam seribu bahasa.

" stop...." kata Maura ketika mobil Akhtar berada di depan sebuah pagar tinggi.

" di sini rumahmu ?! " tanya Akhtar yang merasa tak asing dengan pagar tinggi menjulang di hadapannya itu.

" ini bukan rumahku.....aku hanya kebetulan tinggal di sini " jawab Maura dengan raut wajah sedikit berubah.

" apa maksudmu ?! "

" aku hanya anak salah satu pelayan di rumah ini " jawab Maura lagi dengan wajah sedikit sendu.

Akhtar menoleh dan menatap lekat lekat wajah Maura.

Mata keduanya sejenak bertemu sebelum akhirnya Maura tertawa.

" ha ha ha.....kenapa menatapku begitu ?!

Kau menyesal karena aku hanya seorang anak pelayan ?! " cibir Maura menanggapi raut wajah Akhtar yang kini nampak aneh.

" Ra......"

" ah sudahlah....jangan terlau kau pikirkan, apalagi merasa tak enak padaku

Jika kau malu telah mengenalku, anggap saja kita tak pernah mengenal bila kita bertemu lagi nanti.

oh ya....uangmu akan aku ganti besok,

Tanks sudah mengajakku senang senang hari ini " kata Maura sambil membuka pintu mobil itu dan keluar tanpa menunggu jawaban Akhtar.

Dan tanpa menoleh lagi, gadis itu terus melangkah meninggalkan Akhtar yang masih terpekur duduk di mobilnya.