NovelToon NovelToon
TRAGEDI KASTIL BERDARAH

TRAGEDI KASTIL BERDARAH

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Doni arda

abella dan sembilan teman dekatnya memutuskan untuk menghabiskan liburan musim dingin di sebuah kastil tua yang terletak jauh di pegunungan. Kastil itu, meskipun indah, menyimpan sejarah kelam yang terlupakan oleh waktu. Dengan dinding batu yang dingin dan jendela-jendela besar yang hanya menyaring sedikit cahaya, suasana kastil itu terasa suram, bahkan saat siang hari.

Malam pertama mereka di kastil terasa normal, penuh tawa dan cerita di sekitar api unggun. Namun, saat tengah malam tiba, suasana berubah. Isabella merasa ada yang aneh, seolah-olah sesuatu atau seseorang mengawasi mereka dari kegelapan. Ia berusaha mengabaikannya, namun semakin malam, perasaan itu semakin kuat. Ketika mereka semua terlelap, terdengar suara-suara aneh dari lorong-lorong kastil yang kosong. Pintu-pintu yang terbuka sendiri, lampu-lampu yang padam tiba-tiba menyala, dan bayangan gelap yang melintas dengan cepat membuat mereka semakin gelisah.

Keesokan harinya, salah satu teman mereka, Elisa, ditemukan t

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10: Bayangan yang Terus Menghantui

Mereka melangkah keluar dari ruangan gudang senjata dengan napas yang tersengal, dan perasaan cemas yang tak kunjung mereda. Lorong sempit di depan mereka tampak seperti jalan menuju ketidakpastian. Tidak ada suara selain langkah kaki mereka yang gemerincing di lantai batu yang dingin. Mereka tahu, meskipun pria bertopeng itu telah terjatuh, bahaya belum selesai.

Viktor, meski terluka, memimpin dengan langkah hati-hati. Wajahnya pucat, tetapi tekadnya untuk bertahan hidup masih kuat. "Kita harus menemukan jalan keluar, atau kita akan mati di sini," katanya dengan suara parau.

"Setidaknya kita tidak sendirian," jawab Isabella, meskipun ia sendiri tidak yakin apakah itu penghiburan atau kenyataan. Mereka sudah kehilangan banyak teman, dan yang tersisa hanya empat orang—mereka harus bertahan.

Mereka terus berjalan, tanpa arah yang pasti, seakan-akan kastil ini telah memanipulasi setiap langkah mereka. Setiap sudut terasa sama, setiap lorong dan ruangan tampak seperti salinan dari tempat yang telah mereka lalui sebelumnya. Bahkan aroma lembap di udara seolah mengingatkan mereka bahwa mereka tidak akan pernah benar-benar bebas dari tempat ini.

Tiba-tiba, suara tawa kembali terdengar—tawa yang sama yang mereka dengar saat pertama kali diikuti oleh pria bertopeng. Namun kali ini, tawa itu terdengar lebih dekat, lebih dalam, dan lebih penuh dengan kebencian.

"Dia masih hidup," bisik Viktor, berusaha tetap tenang meskipun ketakutan menyelimuti dadanya.

Isabella menarik napas panjang, menoleh pada Jonathan. "Kita harus mencari tempat berlindung, atau kita akan jadi buruannya lagi."

Mereka terus berjalan, semakin cepat. Setiap pintu yang mereka coba buka selalu terkunci atau terhalang oleh sesuatu yang tidak bisa mereka lihat. Seperti kastil ini sendiri yang tidak ingin mereka keluar.

Tiba-tiba, sebuah suara berderak keras terdengar dari belakang mereka. Sebuah pintu besar terbuka, dan seorang pria dengan topeng tengkorak muncul lagi—tapi kali ini, ia tidak datang sendiri. Di belakangnya, bayangan-bayangan samar mulai muncul, mengikuti langkahnya satu per satu. Mereka adalah sosok-sosok yang tampaknya terbuat dari kabut dan kegelapan, seperti hantu-hantu yang hidup di dalam kastil ini.

Mereka tidak bergerak, hanya berdiri diam di lorong itu, menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Sekarang kalian akan tahu rasa takut yang sebenarnya," suara pria bertopeng itu menggema, kali ini lebih rendah dan lebih dalam.

"Jangan biarkan dia mendekat!" Isabella berteriak. Tanpa berpikir, ia melompat ke depan, menyerang salah satu bayangan yang mendekat dengan belatinya. Namun, belati itu menembus tubuh bayangan itu seperti angin, tak berbekas.

"Mereka bukan manusia!" teriak Jonathan, meraih pedangnya dan berusaha melawan bayangan lain yang datang dengan cepat. Tapi setiap serangan hanya membuat bayangan itu menghilang sesaat dan muncul kembali.

Mereka mundur perlahan, tetapi semakin mereka bergerak, semakin banyak bayangan yang muncul dari kegelapan. Pintu-pintu yang tertutup rapat kini terbuka, dan suara-suara mengerikan dari dalamnya mulai terdengar—jeritan yang seolah berasal dari masa lalu, suara tangisan yang memanggil-manggil mereka.

"Ke ruangan itu!" seru Isabella, menunjuk ke sebuah pintu kecil yang terbuka di ujung lorong. Tanpa ragu, mereka berlari ke sana.

Namun, ketika mereka memasuki ruangan itu, mereka menemukan sesuatu yang jauh lebih mengerikan daripada yang mereka bayangkan. Di tengah ruangan, terdapat sebuah altar besar yang terbuat dari batu gelap, dikelilingi oleh lilin-lilin yang menyala, meskipun tidak ada angin yang menggerakkan api tersebut. Di atas altar, ada sebuah patung besar dengan wajah yang penuh penderitaan—wajah itu mirip dengan wajah mereka, tetapi dalam ekspresi yang mengerikan, seperti wajah orang yang telah mati dalam siksaan.

Isabella menahan napas, merasa tercekik oleh ketegangan yang membebani udara ruangan itu. "Ini tidak benar... Apa yang sedang terjadi di sini?" tanyanya dengan suara bergetar.

Tiba-tiba, tubuh patung itu bergerak—perlahan, namun pasti—menghadap mereka dengan tatapan kosong. Sebuah suara terdengar, tidak jelas apakah itu datang dari patung atau dari ruang itu sendiri, tetapi suaranya sangat jelas dalam pikiran mereka: "Kalian tidak akan pernah keluar dari sini. Semua yang datang ke kastil ini... menjadi milik kami."

Ketika Isabella menoleh ke belakang, pria bertopeng itu sudah ada di sana, di ambang pintu. Ia tertawa, suara yang begitu mengerikan, membuat semua tubuh mereka membeku.

"Begitu banyak yang ingin kalian tahu. Tetapi kalian akan segera menyadari bahwa kalian adalah bagian dari permainan ini sekarang," katanya sambil mendekat dengan langkah lambat namun pasti. Kapaknya terangkat tinggi, siap untuk menghantam.

Tanpa peringatan, Isabella melompat ke depan, berusaha menghalau serangan dengan belatinya. Namun pria bertopeng itu dengan mudah menepisnya, dan dalam sekejap, Isabella terhantam dengan keras ke dinding.

"Isabella!" Jonathan berteriak, namun ia pun terjebak dalam pandangan pria bertopeng yang semakin mendekat.

Wajah pria itu di balik topeng mulai tersenyum lebar, memperlihatkan gigi-gigi tajam yang mengerikan. "Aku sudah menunggu kalian... lama sekali."

Tiba-tiba, suara derap kaki datang dari lorong lain. Seseorang, atau sesuatu, mendekat. Pria bertopeng itu berhenti sejenak, menoleh ke arah suara itu.

"Siapa itu?" Viktor berbisik.

"Tunggu," Isabella terbatuk, berusaha berdiri meski tubuhnya terasa sangat lemah. "Ada yang datang. Kita harus melawan bersama."

Bayangan gelap yang memenuhi ruangan tampaknya mulai berlarian menjauh, memberi kesempatan bagi mereka untuk mempersiapkan diri. Mereka berpegangan pada senjata mereka yang terbatas, tetapi semangat untuk bertahan hidup semakin kuat.

Namun, ketika mereka berbalik ke arah pintu, mereka terkejut melihat bayangan lain yang lebih besar dan lebih menakutkan.

Kastil ini benar-benar tidak akan membiarkan mereka pergi begitu saja.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!