Rivandra,, menjadi seorang penerus perusahaan besar membuatnya harus menjadi dingin pada setiap orang. tiba-tiba seorang Arsyilla mampu mengetuk hatinya. apakah Rivandra akan mampu mempertahankan sikap dinginnya atau Arsyilla bisa merubahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurul Widyastutik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 7
Arsyilla mampir ke kantin untuk membeli gula rendah kalori. Untuk mengganti gula yang di gunakan Arsyilla di kopi Rivandra.
"Apa yang kamu bawa itu?" tanya Shayna saat melihat Arsyilla mendekat.
"Titipan dari Pak Zaen untuk Pak Rivandra." jawab Arsyilla heran karena Shayna mencoba melihat isi paperbagnya.
"Dari Pak Zaen? Tumben sekali Pak Zaen memberikan sebotol anggur untuk si Rivan?"
"Hah? anggur? Ini, anggur,, beralkohol?" tanya Arsyilla memastikan karena memang tidak pernah tahu bagaimana bentuk botol miras.
Shayna mengangguk. "Memangnya dalam rangka apa Pak Zaen memberikannya pada si Rivan."
"Kata Pak Zaen, ini dari Katty. Aku ke ruangan Pak Rivandra dulu ya." pamit Arsyilla sambil beranjak pergi.
"Katty? Apa dia sudah kembali dari Paris?" gumam Shayna bingung.
Arsyilla mengetuk pintu ruangan Rivandra. Dan langsung masuk saat Rivandra hanya menganggukkan kepalanya.
"Apa divisi Pak Zaen pindah tempat? Kenapa harus sampai tiga jam kamu berada disana?!"
"Maaf, Pak."
Rivandra menghela nafas dan memejamkan matanya, kepalanya dirasa makin pusing. Semua pandangannya terasa berputar-putar.
"Apa Pak Rivandra sakit? Apa aku panggilkan Shayna atau Dion, Pak?" usul Arsyilla cemas.
Rivandra membuka matanya, "Apa kamu mengkhawatirkan aku?"
"Maaf sudah lancang, Pak." jawab Arsyilla cepat. Lalu meletakkan paperbag titipan dari Zaen diatas meja.
"Apa itu?"
"Titipan dari Pak Zaen, Pak. Beliau bilang, ini dari Katty. Pak Zaen bilang... "
"Apa saja yang di katakan Zaen padamu?!" seru Rivandra marah saat mendengar ada nama Katty dari mulut Arsyilla.
Rivandra kembali terduduk setelah tiba-tiba berdiri. Pusingnya makin terasa. Dia memijat kepalanya sebentar. Arsyilla mengambil satu botol air mineral dan meletakkannya di samping Rivandra.
"Ini obat yang diberikan Pak Zaen, Pak."
Rivandra membuka matanya, tangannya terulur memegang tangan Arsyilla. Hingga membuatnya terdiam kaget.
'Pak Rivandra sepertinya kesakitan sekali.' batin Arsyilla.
"Apa Zaen mengatakan sesuatu padamu?" tanya Rivandra dengan nada melunak.
"Nanti Pak Zaen akan menyerahkan berkas itu sendiri, Pak."
"Hanya itu?"
"Pak, wajah Pak Rivandra pucat sekali. Apa tidak ke rumah sakit saja, Pak?" tanya Arsyilla panik.
Rivandra hanya tersenyum, "Obatnya sudah ada didepanku." jawab Rivandra sambil menatap Arsyilla.
'Pak Rivandra benar-benar tidak mau satupun tahu dia sedang kesakitan.'
Arsyilla melepaskan genggaman tangan Rivandra dan membuka obat pemberian Zaen. Lalu meletakkannya di atas telapak tangan Rivandra. Lengkap dengan air mineralnya.
Ada senyum manis yang sulit Arsyilla artikan dari Rivandra. Setelah memastikan Rivandra baik-baik saja. Arsyilla membawa segelas kopi latte yang sudah habis.
"Maaf, saya keluar dulu. Permisi."
Rivandra mengangguk dan kembali memejamkan matanya, lalu seketika kembali membuka matanya saat melihat satu botol pemberian Katty.
"Apa Zaen juga sudah mengatakan tentang Katty?"
****
"Apa Katty sudah kembali dari Paris?" tanya Shayna sewaktu memberikan laporannya pada Rivandra.
"Sepertinya begitu."
Shayna menatap Rivandra, mengamati setiap perubahan wajah Rivandra.
"Apa kamu tidak ada kerjaan lain selain hanya menatapku dan juga,,, " kalimat Rivandra terhenti.
"Dan juga apa?"
"Tidak apa-apa. lanjutkan pekerjaanmu."
Shayna berdiri, sesaat sebelum membuka pintu ruangannya dia berbalik.
"Kalau Katty sudah kembali, apa Kak Rivan akan segera menikah dengannya?"
Rivandra menghela nafas dan menatap Shayna. "Cepat atau lambat kami akan menikah. Kamu tahu kita semua sudah di atur perjodohannya."
"Apa Kak Rivan baik-baik saja?"
"Aku baik-baik saja, harus baik-baik saja. Kamu sudah tahu kalau tanggung jawab kita semakin dewasa akan semakin bertambah untuk mempertahankan perusahaan kita."
"Tapi, tidak bisakah urusan hati kita yang menentukannya?"
"Apa kamu sedang mencintai orang lain?"
Shayna menggeleng, "Bagaimana dengan Kak Rivan?"
"Keluarlah."
Shayna keluar dari ruangan Rivandra. Tapi masih mengawasinya dari meja kerjanya. Tatapannya beralih ke arah pandangan Rivandra.
"Apa kamu benar-benar sudah menyukai Syilla? Lalu, apa yang akan terjadi nanti?" gumamnya.
*****
"Mau makan siang denganku?" tanya Zaen saat bertemu dengan Shayna di lift yang akan membawa mereka ke kantin.
"Oke."
Keduanya hanya tersenyum lalu menuju ke parkiran mobil.
"Apa ada masalah?" tanya Zaen saat mereka selesai makan siang.
"Masalah? Masalah apa ini maksudnya?"
"Rivan."
"Kenapa memangnya dengan Kak Rivan?"
"Apa dia sedang ada masalah sampai mengacuhkan kesehatannya?"
"Kak Rivan? Mengacuhkan kesehatannya? Aku gak ngerti maksud Kak Zaen?" tanya Shayna bingung.
"Aku dengar dari Syilla, sudah hampir satu bulan ini dia minum kopi latte. Kamu lupa kalau Rivan punya penyakit gula?"
Shayna menepuk keningnya sendiri. "O my God!! Aku beneran lupa, Kak Zaen. Kak Rivan selalu menyuruh Syilla membuatkan kopi latte untuknya. setahuku, Kak Rivan tidak pernah protes perihal kopinya yang terlalu manis."
Zaen menyandarkan tubuhnya ke kursi. "Aku yakin ada yang sedang Rivan sembunyikan."
"Kenapa?"
"Selama aku berada di sampingnya sejak sekolah maupun kuliah bahkan sekarang bekerja sama dengan Rivan. Tidak pernah satu kali pun aku melihat Rivan makan atau minum manis-manis. Apalagi sejenis kopi latte. Rivan selalu memilih americano, Shay. Bahkan, ini pertama kalinya dia minum obatnya lagi setelah sekian lama."
Shayna terdiam, banyak asumsi bermunculan di pikirannya.
"Bantu aku menanyakannya pada Kak Rivan."
"Tanya apa?"
"Apa yang sedang dia sembunyikan? Bagaimana perasaannya?"
"Perasaannya? Apa ini berkaitan dengan Katty?"
"Aku menebaknya begitu. Apa Katty ingin segera menikah dengan Kak Rivan?"
Zaen tertawa mendengarnya. "kalau soal itu, kamu juga tahu gimana Katty itu. Sudah sejak sekolah dia menyukai Rivan. Apalagi kedua orang tuanya memang sudah lama berteman dengan orang tuamu. Memang Rivan sedari dulu terlalu kejam pada dirinya sendiri. Harusnya dia bisa bersenang-senang sedikit saja."
Shayna mengangguk setuju. 'Dasar bodoh memang si Rivan itu Kak Zaen!' umpat Shayna dalam hati.
"Kemarin saat aku bertemu Katty. Kepulangannya sekarang ini hanya karena menghadiri pernikahan sahabatnya. Hanya sekitar satu minggu, sebelum benar-benar pulang ke Indonesia."
"Entahlah, melihat Kak Rivan yang sedingin itu terkadang membuatku ingin mencakar-cakarnya." kata Shayna gemas.
Zaen tertawa, "Apa ini tentang Syilla?" Shayna mengangguk pasti.
"Kenapa bisa sekejam itu pada Syilla? Asal Kak Zaen tahu, semua laporan proposal yang dibuat Syilla selalu di tolak Kak Rivan. Bahkan sampai ada lima belas kali Syilla harus merevisinya. Padahal menurutku laporan itu sudah sempurna."
"Lima belas kali? Hahahahah. Aku sudah bisa membayangkan gimana cemberutnya Syilla waktu itu."
Shayna mengagguk-anggukkan kepalanya di antara tawa mereka.
"Hanya saat membahas tentang Rivan yang menjadi mentor favoritnya. Syilla benar-benar gak bisa mendebatku."
"Kak Zaen juga tahu tentang pembahasan mentor favorit?"
"Iya. Nadine menceritakannya padaku sewaktu menggantikan Cindy yang cuti menikah."
"Sebenarnya aku ingin sekali Kak Rivan bisa bersama dengan Syilla. Keduanya orang yang aku sayangi."
"Kamu tahu itu tidak akan pernah terjadi, Shayna."
"Who knows?!"
"Apa kamu gak kasihan melihat Syilla yang akan terus berseteru dengan Mama dan Papamu selama mereka bersama nanti? Kamu tahu para orang tua kita bisa senekat apa kalau ada yang menghalangi rencana mereka."
Shayna langsung terdiam, yah,, kalaupun Rivan dan Syilla akhirnya bersama. Terlalu banyak halangan yang akan mereka hadapi ke depannya.
"Biarlah cerita cinderela itu tetap menjadi sebuah dongeng. Jangan memaksakan menjadi ibu peri untuk Syilla."