Semua yang masih bersama memang pasti seakan tiada artinya. Penyesalan akan terasakan ketika apa yang biasa bersama sudah HILANG.
Andrian menyesali segala perbuatannya yang sudah menyiksa Lasya, istrinya. Sampai akhir dia di sadarkan, jika penyelamat dia saat kecelakaan adalah Lasya bukan Bianka!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lyoralina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
" Apa yang kamu lihat!"
Suara besar ini, seketika menyadarkan Lasya. Membuatnya seketika salah tingkah dengan wajah yang merah akibat menahan malu.
" Tidak apa-apa. Aku tidak lihat apa-apa kok." Bohongnya, tangannya melambai.
Tatapan dingin Andrian masih berpusat ke arah Lasya.
Andrian tanpa mengatakan apapun berjalan menuju walk in closet.
Sedangkan Lasya jantungnya berdebar bukan main, layaknya di dalam sana ada konser drum band.
Lasya masih diam, hingga dia melihat Andrian yang sudah memakai pakaian santai lengkap.
" Mas, sudah selesai kan? Ayo makan."
Lagi-lagi Andrian berlalu begitu saja. Sama sekali tidak mengucapkan sepatah kata. Seolah bibirnya dia kunci dengan sangat aman.
Lasya membuang napas kecil. Dia berjalan menyusul Andrian di belakang.
Lasya sudah sangat baik melayani Andrian. Makan malam ini, dia juga sama sekali tidak melewatkan dalam mengambilkan makanan serta menanyai Andrian lauk mana yang ingin dia makan.
Tapi, Andrian hanya sangat irit bicara. Sampai-sampai Lasya kebingungan ingin mencari topik apa.
Lasya menggerakkan netranya mencuri pandang kepada Andrian.
" Apa dia memang pendiam seperti ini?" Lasya bertanya-tanya dalam hatinya sendiri.
Lidahnya sebenarnya sangat gatal ingin bertanya ataupun memulai bicara. Tapi tidak tahu kenapa ujung lidahnya sangat susah untuk di ajak bicara.
Andrian terus makan. Tanpa perduli akan manusia yang berada di depannya. Dia terus menyantap makanan ini. Bahkan pandangannya sama sekali tidak terangkat.
" Mas, bagaimana, kamu suka nggak masakan ku?"
" Hem.."
Lasya lagi-lagi harus memutar otaknya saat Andrian hanya membalas percakapan ini dengan sangat singkat.
" Kamu nanti kerja sampai malam lagi atau mau tidur mas?"
" Kerja."
" Mau aku temani? Aku bisa kok bantu kamu?"
Andrian diam. Dia tidak menjawab lagi ucapan Lasya. Makananya sebentar lagi habis. Lasya yang melihat itu langsung berusaha mencari topik lagi.
" Aku beneran bisa lo mas. Aku temani ya." Lasya bersungguh-sungguh. Dia menatap Andrian dengan wajah yang berbinar.
" Ya mas!"
PRANG....
Lasya berjengit kaget saat tiba-tiba dan entah karena angin apa, Andrian menggeplak meja. Membuat suara piring di depannya ini ikut tercipta.
Tatapannya menatap Lasya dengan tatapan tidak suka.
" Diam." Ucapnya singkat.
Lasya sesaat meneguk ludah karena takut.
" Mas..."
" DIAM!"
Baru saja Lasya mau berbicara. Tapi Andrian berteriak dan memotong omongan Lasya begitu saja.
Andrian pergi begitu saja. Dia berjalan ke lantai dua.
Lasya terdiam, dia tidak tahu apa salahnya. Dia terus menatap langkah Andrian hingga pria itu memasuki ruangan kerja.
Lasya menunduk, merasa bersalah karena sudah mengacaukan makan Andrian.
" Sebenarnya aku sama sekali tidak berniat membuatnya marah! Aku hanya mau mencairkan suasana saja. Tapi.. aku tidak menyangka bakalan jadi seperti ini."
Lasya menyesal sekarang. Dia menatap arah depannya yang kosong. Sekarang, dia terpaksa harus menyelesaikan makan malam ini sendiri.
Di sisi lain.
BRAK...
Andrian menutup pintu ini dengan keras, melampiaskan kekesalan yang menumpuk di hatinya.
Dia berjalan menuju meja kerja, mendudukkan bokongnya kasar ke kursi putar yang biasa dia gunakan.
Kepalanya mendongak sembari wajah di tutupi oleh ke dua tangannya sendiri.
" HAH!" Sentaknya dengan membuang napas.
" Kenapa dia cerewet sekali. Apa tidak bisa dia diam saja terus makan! Aku sangat benci dengan orang sok akrab."
Andrian memijat pankal hidungnya. Dia jenuh, dia bosan. Apalagi jika harus berinteraksi dengan Lasya, itu sangat berat baginya.
•
Malam semaki larut, Lasya yang menunggu Andrian, tidak sengaja malah ketiduran.
Andrian yang baru masuk, melihat dengan jelas Lasya yang sedang tidur di atas sofa. Dia tidur tanpa bantal ataupun selimut.
Andrian acuh tak acuh, dia malah melangkah mendekati ranjang dan tidur di sana.
Dia menarik selimut untuk menyelimuti dirinya sendiri. Tidur dengan tenang dan hangat dalam dekapan selimut tebal.
Pukul 02 malam. Lasya sedikit menggigil karena hawa dingin yang menyeruak. Dia terus memeluk dirinya sendiri, mengharapkan kehangatan yang tak kunjung juga di dapatkan. Mau tidak mau dia pun membuka mata.
" Ini tumben sekali dingin."
Ucapnya sembari mengusap-usap lengannya.
Dia menatap kursi sekitarnya.
" Ternyata aku ketiduran."
Lasya beranjak bangun. Dia sedikit kaget saat melihat Andrian sudah tidur di atas kasur. Tanpa mau berpikir panjang. Lasya yang mengantuk memilih merebahkan diri di sebelah Andrian. Mereka kini berada di atas ranjang yang sama, dalam satu selimut yang memberikan sensasi kehangatan.
•
Pukul 05 pagi.
BRAK..
" AH..."
Lasya merintih saat tiba-tiba dia terjatuh dari kasur. Dia jelas kebingungan, dia tidak tahu kenapa bisa sampai begini.
Dia berdiri, melihat Andrian yang masih tidur.
" Apa aku tidurnya nggak karu-karuan ya? Bisa-bisanya aku jatuh."
Karena masih mengantuk dia kembali tidur di sana.
Tapi...
" AH..."
BUG...
Dia kembali jatuh saat tiba-tiba Andrian mendorongnya dengan kaki. Lasya segera bangkit. Dia melihat Andrian yang tidur melintang memenuhi ranjang.
" Astagaa... pantat ku sakit sekali." Dia menggerutu, tangannya mengusap pantat yang terasa nyat nyit nyut.
Terlihat jam sudah mengarah hampir setengah enam. Lasya tidak mau jatuh lagi dari kasur. Dia akhrinya memilih untuk mandi saja.
Suara gemericik air terdengar. Andrian mendengus merasa menang. Dia melanjutkan tidurnya lagi. Melanjutkan pura-puranya, membiarkan Lasya keluar dari kamar dulu.
Lasya yang sudah mandi dan sudah dandan kini melanjutkan kegiatannya berada di dapur.
Dia saat ini sedang menggoreng seafood.
" Mas Andrian kira-kira suka Seafood nggak ya?"
Lasya sebenarnya sedikit ragu saat memutuskan ingin membuat nasi goreng seafood. Tapi mau bagaimana lagi, dia bingung. Pagi-sore terus saja dia memikirkan menu apa yang akan di hidangkan.
Dari segalan pekerjaan rumah tangga, pekerjaan memikirkan menu masakan itulah yang terasa membuat pening.
Tap.. Tap.. Tap...
Suara sepatu terdengar menuruni anakan tangga. Lasya yang sudah selesai menata makanan, menyambut Andrian dengan sebuah senyuman.
" Mas kamu sudah bangun." Sapa Lasya.
" Hem.."
Andrian hanya menjawab seperlunya. Dia melihat makanan yang di hidangkan oleh Lasya. Keningnya seketika berkerut. Dia lalu melayangkan tatapan tajam ke arah Lasya.
BRAK..
Dengan sangat keras Andrian menggeprak meja, membuat Lasya kaget.
" Ada apa mas?"
" Kamu ini bisa jadi istri tidak! Apa kamu tidak tahu kalau aku alergi seafood."
" Hah! Maafkan aku mas, aku tidak tahu. Kalau gitu aku akan singkirkan seafood nya untukmu, kamu makan nasi gorengnya saja ya."
Lasya bergegas memisahkan antara nasi dan seafod. Dia melakukannya dengan cepat agar Andrian bisa sarapan.
" Stop!" Andrian mengangkat tangannya memberikan tanda berhenti.
" Kamu memang tidak pecus jadi istri."
Setelah mengatakan ini Andrian pergi begitu saja.
" Mas tunggu, ini bisa di pisahkan lo mas."
Lasya berusaha mengejar. Dia mengekor di belakang Andrian dan ingin mencoba membujuk.
" Aku buatin makanan lain mas. Kamu duduk dulu ya, kita sarapan bareng." Ucap Lasya sembari langkah yang terus mengikuti Andrian.
" Aku buatin kamu spagheti mas. Kamu mau ya!"
Andrian seolah menulihan telinganya. Dia sama sekali tak menghentikan langkahnya, dia malah masuk ke dalam mobil dan duduk dengan tenang di bangku belakang.
" Mas ayo mas. Aku buatin makanan yang lain."
Lasya mengetuk-ketuk kaca mobil.
" Jalan."
Mobil Andrian perlahan mulai jalan. Lasya seketika terdiam dengan netra memandangi kepergian Andrian. Hatinya sungguh merasa tak enak. Dia merasa menjadi salah karena menyiapkan makanan yang Andria alergi.
" Nanti aku akan kirim sarapan."