Kim Tae-min, seorang maniak game MMORPG, telah mencapai puncak kekuatan dalam dunia virtual dengan level maksimal 9999 dan perlengkapan legendaris. Namun, hidupnya di dunia nyata biasa saja sebagai pegawai kantoran. Ketika dunia tiba-tiba berubah akibat fenomena awakening, sebagian besar manusia memperoleh kekuatan supranatural. Tae-min yang mengalami awakening terlambat menemukan bahwa status, level, dan item dari game-nya tersinkronisasi dengan tubuhnya di dunia nyata, membuatnya menjadi makhluk yang overpower. Dengan status dewa dan kekuatan yang tersembunyi berkat Pendant of Concealment, Tae-min harus menyembunyikan kekuatannya dari dunia agar tidak menimbulkan kecurigaan.
Di tengah kekacauan dan ancaman baru yang muncul, Tae-min dihadapkan pada pilihan sulit: bertindak untuk menyelamatkan dunia dari kehancuran, atau terus hidup dalam bayang-bayang sebagai pegawai kantoran biasa. Sementara organisasi-organisasi kuat mulai bergerak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ex, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dilema Evaluasi Rank
Setelah meninggalkan Hye-Rin yang masih kebingungan dengan jawabanku, aku berjalan cepat menuju apartemen. Malam semakin larut, dan lampu-lampu kota Seoul mulai menghiasi langit yang kelam. Langkahku terasa ringan, meski di dalam kepala, pikiranku seperti sedang gulat.
Evaluasi rank di asosiasi besok, ya... Apakah perlu? Aku mendengus sambil melonggarkan masker yang menutupi sebagian wajahku. Kalau aku dateng, bisa jadi sorotan. Kalau enggak, pasti dicurigai. Gimana ya, author, gue lagi malas mikir... Eh, maksudku ‘aku’.
Sampai di apartemen, aku langsung membanting tubuhku ke sofa yang sudah hampir sekarat. Ruanganku kecil, simpel, jauh dari kata mewah. Tapi, cukup untuk menyembunyikan seseorang sepertiku yang, well, terlalu keren dan kuat untuk diabaikan. Aku menatap cermin kecil di dinding seberang. Rambutku berantakan, persis seperti hidupku saat ini.
“Heh, sepertinya tenang bukan gaya hidupku lagi,” aku tersenyum sinis. Taemin yang luar biasa ini bakal dihantam kesulitan lagi. Tapi, ya sudahlah...
Aku menghela napas panjang, mencoba membayangkan evaluasi besok. Terlintas di benakku soal punching machine, tes kekuatan, tes sihir... Aduh, ini bakalan ribet, deh. Kalau aku terlalu kuat, mereka bakal curiga. Kalau terlalu lemah, ya malu dong aku, sih super OP kayak begini.
Setelah memikirkan dilema itu cukup lama, aku memutuskan, “Oke, besok aku dateng. Tapi aku bakal nahan kekuatan, ngapain sih pamer-pamer kayak pahlawan sok jago.” Dengan keputusan itu, aku memutuskan untuk tidur lebih awal menyimpan tenaga untuk ‘pertunjukan’ besok.
Pagi yang cerah (atau setidaknya aku harap begitu) menyambutku saat aku melangkah masuk ke gedung Asosiasi Awakener. Tempatnya megah, tapi aku merasa seperti masuk ke tempat nonton konser idol. Ruang tunggu penuh dengan awakener lain yang jelas-jelas tidak sabar ingin memamerkan kekuatan mereka. Kalau mereka tahu aku di sini, mungkin langsung ada yang ngambek, atau malah minta tanda tangan.
Aku langsung mendekati resepsionis dengan wajah santai, menyerahkan kartu identitas. "Aku daftar evaluasi rank," ucapku, tetap menjaga kesan tenang, meski sebenarnya agak malas.
Resepsionis itu mengetik sesuatu di komputernya, lalu tanpa basa-basi memberikan tanda pengenal. "Nomor 57. Ruang sebelah," katanya datar. Wah, kurang banget nih sambutannya, mana ramahnya?
Aku masuk ke ruang evaluasi, di mana berbagai alat teknologi tinggi sudah menanti. Alat-alat ini kayak gabungan antara gym dan laboratorium alien. Di satu sisi, ada punching bag digital, sementara di sisi lain, ada treadmill futuristik yang terhubung dengan monitor besar.
Sumpah, ini semua mirip adegan dari anime ‘One Punch Human’. Cuma bedanya, di sini nggak ada Saitama yang dateng buat ngeledakin alat tesnya. Kecuali, yah... gue.
“Peserta nomor 57, Taemin,” panggil seorang instruktur yang kelihatan serius abis. Kayak robot yang diprogram tanpa kemampuan buat senyum.
Aku melangkah ke depan dengan santai, sambil melambai kecil pada beberapa orang yang menatapku. "Yo! Gak sabar lihat aku hancurin alat-alat ini?" Aku tersenyum iseng, bikin beberapa awakener lainnya mengernyit.
Instruktur itu tampak tidak terhibur. "Kita mulai dengan tes kekuatan fisik," katanya sambil menunjuk punching machine. Alat itu terlihat tangguh, mungkin sudah biasa dihantam awakener berbakat.
Oke, Taemin. Ingat, jangan terlalu kuat. Cukup kasih pukulan yang ‘manis’. Aku menyiapkan posisi, menarik napas dalam-dalam, dan menghantam alat itu dengan setengah kekuatan.
BOOM!
Suara benturan menggema di ruangan, sementara angka di layar muncul: 85.000. Cukup tinggi, tapi masih dalam kategori ‘manusiawi’ untuk awakener. Aku menepuk tangan, pura-pura terkesan sendiri. “Wah, itu cuma pemanasan.”
Instruktur menatap angka di layar tanpa reaksi. “Cukup kuat, tapi masih bisa lebih.”
Yah, itu kalau aku pengen menghancurkan alat ini, sih... pikirku, sambil nyengir ke diri sendiri.
"Selanjutnya, tes kecepatan," katanya, menunjuk treadmill canggih di sebelah. Serius, mereka beneran bikin semua alat kayak dari masa depan.
Aku naik ke treadmill, mulai berlari dengan santai. Di layar monitor, angka kecepatanku mulai naik pelan-pelan, hingga mencapai 400 km/jam. Tahan, Taemin, jangan sampai melampaui batas manusia normal. Tahan, seperti kamu menahan hasrat beli gorengan pas diet.
Setelah beberapa menit, aku melambat, dan instruktur itu menatap layar monitor lagi.
“Kecepatan yang mengesankan. Masih dalam batas yang wajar.”
Aku hampir tertawa. Wajar? Kalau aku serius, alat ini mungkin udah berubah jadi kipas angin raksasa.
“Kita lanjut ke tes sihir,” katanya tanpa basa-basi, seolah aku adalah murid SD yang lagi ujian harian.
Di sini bagian yang bikin aku agak tegang. Sihirku, terutama setelah awakening, jauh lebih kuat dari yang orang lain tahu. Aku berdiri di depan target latihan, mengangkat tanganku, dan memilih mantra angin yang paling basic.
“C’mon, angin sepoi-sepoi aja, Taemin,” gumamku pelan. Dengan tenang, aku melantunkan mantra kecil, dan angin tipis muncul dari tanganku, menghantam target dengan lembut. Layar di sebelah target menunjukkan hasilnya: sihir C-rank.
“Bagus,” ujar instruktur. C-rank? Bagus? Itu kayak bilang ramen tanpa topping adalah ramen terenak. Tapi, ya sudahlah, biar mereka tetap tenang.
"Terakhir, tes ketahanan," instruktur menunjuk alat benturan besar yang terlihat seperti palu Thor versi mekanik.
Aku menghela napas panjang, siap-siap menerima pukulan dari palu besar itu. Oke, ini mungkin bakal keliatan keren, tapi aku harus pura-pura kesakitan biar nggak terlalu mencolok.
WHAM!
Palu menghantam tubuhku dengan keras, tapi aku menahan diri agar tidak bereaksi berlebihan. Hasil di layar menunjukkan ketahanan level B+, cukup untuk bikin orang biasa terkesan, tapi jauh dari kemampuan asliku.
Instruktur mengangguk lagi. “Hasilmu lumayan. Kami akan mengirimkan evaluasi akhir dan rank-mu dalam beberapa hari. Terima kasih atas partisipasimu.”
Aku nyengir, melambaikan tangan ala pahlawan yang baru memenangkan pertarungan. "Oke, kapan-kapan kalau perlu demo jurus rahasia, panggil aku lagi, ya." Aku keluar dari ruang evaluasi dengan senyum puas. Well, nggak jelek. Gue... eh, aku berhasil nahan diri.
Setelah evaluasi kemarin yang cukup memeras otak, aku kembali ke rutinitas biasa kerja di kantor. Siapa yang bilang jadi awakener itu glamor dan penuh aksi? Padahal, realitanya jauh dari itu. Hari-hari lebih banyak diisi dengan... ya, kehidupan biasa.
Aku duduk di meja kerjaku yang sederhana, dikelilingi rekan kerja yang tampak sibuk dengan pekerjaan mereka. Tumpukan dokumen yang perlu direview dan email yang harus dibalas, seolah menyapaku dengan cengiran sarkastik. Tugas ini memang lebih ribet daripada ngadepin monster Dungeon Break.
“Taemin, file presentasi buat meeting sore ini udah siap belum?” suara atasan, Pak Kim, menyentakku dari lamunan.
Aku menoleh malas dan tersenyum setengah hati. “Siap, Pak. Lagi finishing touches. Mau sekalian saya tambahin efek laser dan soundtrack dramatis biar lebih epik?” Yah, setidaknya kalau kerjaan monoton gini, humor perlu banget biar nggak bosen.
Pak Kim hanya melirikku dengan ekspresi datar. “Cukup slide dan poin-poinnya saja, jangan yang aneh-aneh.”
Yaelah, gak bisa diajak bercanda sama sekali, orang tua satu ini. Aku kembali fokus ke layar komputer, mengetik beberapa poin tambahan untuk presentasi nanti. Padahal di sisi lain kepala, aku terus mikirin hasil evaluasi rank yang belum juga keluar.
“Taemin, kau baru balik dari asosiasi, ya?” suara Jungmin, salah satu rekan kerja sekaligus teman dekatku, membuatku menoleh.
“Iya,” jawabku tanpa semangat. “Evaluasi rank, tapi masih nunggu hasil. Lo... eh, maksudku, kamu tahu sendiri kan, gimana lambatnya birokrasi di asosiasi? Mereka kayak siput yang ikut maraton.”
Jungmin tertawa kecil, “Haha, tenang, mungkin bentar lagi keluar. Kau udah rank B, kan? Kalau naik jadi A, traktir makan, ya.”
Aku mengangkat bahu, “Ya, lihat aja nanti. Tapi kalau aku tiba-tiba jadi S-rank, mungkin aku bakal keluar dari kerjaan ini dan jadi pahlawan full-time.”
“Kalau jadi S-rank, kau pasti langsung kaya raya. Tinggal ngusir monster, terus tiap bulan gajian gede,” tambah Jungmin sambil menepuk bahuku.
Aku tertawa dalam hati. Kalau mereka tahu kekuatanku yang sebenarnya, mungkin mereka udah naruh patung gue di depan gedung asosiasi itu. Tapi, ya sudahlah, aku lebih suka yang low profile kayak gini. Kayak pahlawan yang muncul tiba-tiba dan hilang begitu saja. Dramatis kan?
Sudah tiga hari sejak evaluasi rank, dan aku masih terjebak dalam rutinitas membosankan di kantor. Setiap kali ada email baru yang masuk, aku berharap itu laporan hasil rank, tapi ternyata isinya hanya tugas baru atau undangan rapat yang makin bikin kepala mumet. Ayolah, asosiasi, secepat itukah kalian lupa sama aku? Padahal kemarin aku udah tampil keren abis!
Sambil menyeruput kopi yang sudah hampir dingin, aku memeriksa telepon genggamku. Tidak ada notifikasi dari asosiasi. Great, masih nihil. Padahal aku udah siap-siap mental kalau mereka ngasih rank B atau C. Biarin deh, yang penting aku bebas dari sorotan.
Hari-hari terus berjalan dengan kecepatan yang menyakitkan, persis seperti waktu kerja yang rasanya gak habis-habis. Aku melirik jam di layar komputer. Masih jam 10 pagi. Kok, rasanya kayak udah sore? Aku mendesah panjang.
“Taemin, kau kelihatan lesu. Capek ya?” Jungmin menyadari perubahan ekspresiku.
Aku memutar kursi menghadapnya, “Nggak juga. Cuma bosan aja. Kau tahu kan, kalau terlalu lama di kantor rasanya kayak disedot energinya.”
Jungmin mengangguk. “Iya, benar juga. Mungkin kau butuh refreshing. Aku dengar ada Dungeon Break baru di sekitar Incheon, gimana kalau kita cek di sana?”
Aku mengernyitkan dahi. “Lho, sejak kapan kau tertarik dengan Dungeon Break?”
Jungmin tertawa. “Bukan, bukan aku. Kau kan awakener, mana tahu ada kesempatan bagus. Aku cuma pengen lihat gimana aksimu di lapangan.”
Aku tersenyum tipis, “Nah, itu baru asyik. Tapi kalau aku turun tangan, mungkin aku bakal kelihatan terlalu keren. Terus nanti orang-orang bakal jadi fans berat.”
Jungmin menggeleng-geleng, “Bisa aja kau.”
Di tengah percakapan itu, tiba-tiba ponselku bergetar. Notifikasi dari asosiasi. “Oh, akhirnya datang juga,” gumamku pelan.
Aku membuka pesan itu dengan hati-hati. Di layar, muncul pemberitahuan bahwa hasil evaluasi rank sudah keluar. Dengan napas yang agak tertahan, aku mengklik tautan yang disertakan. Oke, ini saatnya. Apa pun hasilnya, aku harus tetap cool...
Rank: B
Aku menatap layar ponsel. B? Oh, come on! Beneran B? Aku sedikit lega karena berhasil menahan kekuatan, tapi tetap merasa agak kesal. Padahal aku udah berharap ada kesalahan kecil yang bikin aku dapet A-rank, atau mungkin S-rank sekalian. Tapi ya udah lah, ini bagus. Biar nggak terlalu mencolok.
Aku menutup ponsel dan menoleh ke Jungmin yang penasaran. “Rank B,” jawabku santai, seolah itu bukan hal besar.
“Wah, selamat! Bukan rank sembarangan, kau pasti makin dilirik asosiasi sekarang,” kata Jungmin, tersenyum puas.
Aku mengangguk, tapi di dalam hati tertawa. Dilihat? Semoga aja enggak. Aku lebih suka kerja sambil nonton anime dan makan permen dari meja kantorku ini. Lagipula, jadi terlalu terkenal itu bikin repot.
Hari-hari di kantor terus berjalan seperti biasa, diisi dengan pekerjaan monoton, obrolan ringan dengan Jungmin, dan sesekali selingan soal Dungeon Break yang terjadi di luar sana. Tapi semua itu nggak jauh lebih menarik dibanding merenung sambil menatap langit dari balik jendela.
“Taemin, presentasi meeting sore ini siap, kan?” Pak Kim mendekatiku dengan ekspresi serius.
Aku menoleh santai. “Siap, Pak. Slide-nya udah dipoles kayak berlian. Cuma tinggal ngasih spotlight biar makin kinclong.” Aku tertawa kecil, sementara Pak Kim lagi-lagi hanya melirikku datar.
“Jangan macam-macam,” katanya sebelum berbalik pergi.
Ah, hidup kantor. Tidak peduli seberapa kuat kau di dunia luar, di sini, atasan tetaplah atasan. Aku kembali ke layar komputerku, melanjutkan pekerjaan dengan sedikit rasa bosan. Setidaknya, aku punya sesuatu yang bikin hidup lebih seru sekarang. Rank B, huh? Well, it's a start.
Malam sudah turun, dan markas Golden Lion Guild terlihat tenang dari luar. Namun, di dalam ruangan konferensi, ketegangan terasa tebal. Guild master Kang Hyun-jae menatap papan besar di depan ruangan, di mana peta Korea Selatan terbentang dengan berbagai titik merah yang menandai aktivitas mencurigakan di seluruh negeri.
“Ini sudah lebih dari sekadar kebetulan,” gumam Hyun-jae dengan suara berat. "Aktivitas cult yang meningkat, hilangnya awakener di sekitar lokasi-lokasi ini. Dan yang paling aneh—tidak ada jejak sama sekali setelah mereka hilang."
Di sudut ruangan, Jung Min-seok, tangan kanan Hyun-jae, menyilangkan tangan dan menatap layar monitor. “Apakah menurutmu ini pekerjaan dari salah satu guild gelap?”
Hyun-jae menggelengkan kepala perlahan. “Tidak, ini lebih dari sekadar aksi bandit atau guild liar. Ini lebih terorganisir… dan lebih berbahaya.”
Choi Soo-jin, kepala divisi intelijen, melangkah maju. “Kami menemukan simbol yang sama di beberapa lokasi. Bentuk bulan sabit hitam. Dari penggalian informasi yang kita dapatkan, simbol ini mengarah pada sesuatu yang disebut Black Crescent Cult. Mereka adalah kelompok rahasia yang menyembah demon dan terlibat dalam ritual pengorbanan.”
Soo-jin menekan sebuah tombol di remote-nya, dan layar di depan mereka menampilkan gambar simbol bulan sabit hitam yang terukir di dinding-dinding beberapa lokasi misterius yang mereka investigasi. “Kami tidak tahu seberapa besar jaringan mereka, tapi yang jelas, ini bukanlah kelompok biasa.”
Min-seok mengerutkan kening. “Jadi ini bukan sekadar kultus kecil. Mereka mungkin berhubungan dengan dunia demon?”
Soo-jin mengangguk. “Dari beberapa kesaksian yang kami dapatkan, orang-orang yang terlibat dalam cult ini memiliki kekuatan aneh, seperti kekuatan demon. Ritual-ritual yang mereka lakukan juga melibatkan penggunaan darah awakener yang hilang.”
Suasana ruangan menjadi lebih tegang. Kang Hyun-jae beralih pandang ke arah semua orang yang hadir di ruangan itu. “Kita tidak bisa membiarkan mereka berkembang lebih jauh. Black Crescent Cult harus dihentikan sebelum mereka benar-benar memicu kekacauan besar.”
Soo-jin berdiri lebih tegak, menyusun laporan di tangannya. “Kami sudah mengidentifikasi beberapa lokasi di mana aktivitas mereka paling padat. Salah satunya ada di wilayah utara Seoul, dekat reruntuhan lama di Gunung Bukhan. Kami berpikir untuk mengirim tim penyelidik ke sana.”
Hyun-jae mengangguk. “Buat rencana aksi. Kirim tim terbaik kita. Jika kita menemukan bukti nyata tentang hubungan mereka dengan demon, kita harus bertindak cepat.”
“Baik, Master,” jawab Soo-jin.
Suasana berubah hening saat mereka semua menatap peta dan simbol misterius itu. Di luar, angin malam berhembus perlahan, seolah membawa pesan dari bayang-bayang yang mulai bergerak. Namun, bagi Golden Lion, mereka tahu ini bukan sekadar investigasi biasa ini adalah awal dari sesuatu yang lebih besar, dan mungkin jauh lebih berbahaya dari yang mereka kira.
Sebelum pertemuan bubar, Min-seok menoleh kepada Soo-jin. “Jika cult ini memang seberbahaya itu, kita tidak bisa meremehkan kekuatan mereka. Berhati-hatilah saat mengirim tim.”
Soo-jin tersenyum tipis. “Aku akan pastikan tim ini yang paling siap.”
Di luar markas, bulan menggantung rendah di langit, sinarnya terhalang awan gelap. Bayang-bayang panjang menyelimuti jalanan kosong, seakan menandakan bahwa sesuatu atau seseorang sedang mengawasi dari kegelapan.
Di tempat lain, Taemin sedang berjalan menuju apartemennya, merenungkan hasil evaluasi rank yang baru saja dia lakukan. Namun, perasaan ganjil mulai muncul di dalam dirinya, seakan dia sedang diikuti oleh bayangan yang tak terlihat. Namun, pikirannya teralih oleh hal lain sebuah pertemuan tak terduga yang akan segera terjadi.
dah gitu aja.
kecuali.
dia punya musuh tersembunyi. demi nemuin musuhnya ini dia tetep low profile gitu. atau di atas kekuatan dia masih ada lagi yang lebih kuat yang membuat dunianya berubah makannya untuk nemuin harus tetep low profile dan itu di jelasin di bab awal. jadi ada nilai jualnya.