Seorang kultivator Supreme bernama Han Zekki yang sedang menjelajah di dunia kultivasi, bertemu dengan beberapa npc sok kuat, ia berencana membuat sekte tak tertandingi sejagat raya.
Akan tetapi ia dihalangi oleh beberapa sekte besar yang sangat kuat, bisakah ia melewati berbagai rintangan tersebut? bagaimana kisahnya?
Ayo baca novel ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon M. Sevian Firmansyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Malam itu terasa panjang, seolah waktu melambat di antara teriakan, denting senjata, dan debu yang beterbangan. Udara masih berat, langit tetap kelabu, dan suasana mencekam seakan meresap sampai ke tulang. Di tengah hiruk-pikuk itu, Zekki berdiri di antara rekan-rekannya, dengan napas yang mulai memburu. Wajahnya serius, tapi entah kenapa, ada rasa tenang yang menyusup di dadanya setiap kali melihat para muridnya, satu per satu, berusaha bertahan sekuat tenaga.
Fei Rong berada tak jauh darinya, dengan keringat membasahi wajah dan napas yang tak beraturan. Pemuda itu baru saja menghalau serangan dari dua musuh sekaligus, tapi jelas-jelas mulai kelelahan. Namun, di balik napas yang terengah-engah, ada kilatan semangat di matanya. “Aku nggak akan jatuh… aku nggak akan jatuh…,” gumamnya pelan, seakan meyakinkan dirinya sendiri.
Zekki memperhatikan Fei Rong dengan sudut matanya, dan dalam hatinya, ada rasa bangga yang aneh. Anak ini… benar-benar keras kepala, pikirnya, setengah tersenyum. Tapi mungkin itu yang membuat Fei Rong jadi murid pertamanya. Terkadang, keberanian bukan soal tidak takut, tapi soal tetap berdiri meski tubuh gemetar.
Di sisi lain, Mei Lin tengah bertarung sengit dengan musuh lain. Wajahnya yang biasanya tenang kini sedikit berubah—ada ketegangan, tapi juga kepercayaan diri yang tak biasa. Tangan kirinya menggenggam pedang erat-erat, sedangkan tangan kanannya bergetar halus, mungkin karena kelelahan, atau mungkin juga karena kegugupan. Tapi Mei Lin tak menunjukkan tanda-tanda menyerah.
“Mei!” Fei Rong tiba-tiba berteriak, melihat temannya hampir terserang dari belakang. Tanpa pikir panjang, dia menerjang ke depan, menangkis serangan itu tepat waktu. Pedang mereka beradu dengan bunyi nyaring, hampir seperti suara gong yang dipukul keras.
Mei Lin menoleh, terkejut tapi tersenyum kecil. “Fei, kamu nggak perlu segitunya. Aku masih bisa jaga diri, kok,” katanya, suaranya sedikit gemetar tapi penuh syukur.
Fei Rong hanya mengangguk sambil tersenyum canggung. “Y-ya… ya, aku tahu. Tapi… ya, entahlah. Pokoknya aku nggak mau ada yang terluka.”
Mereka saling pandang sejenak, dan untuk sesaat, seolah-olah waktu berhenti di antara mereka berdua. Di tengah kekacauan ini, mungkin saling menjaga adalah satu-satunya hal yang membuat mereka merasa tenang, meskipun hanya sedikit.
Di sisi lain, Zekki berhadapan langsung dengan pemimpin pasukan Sekte Langit Timur. Pria itu, bertubuh tegap dan berwajah dingin, menatap Zekki dengan mata penuh kebencian, seolah-olah kehadiran Zekki adalah sebuah penghinaan yang tak termaafkan.
“Kau ini benar-benar keras kepala, ya, Han Zekki?” suara pria itu dingin, sarat dengan ejekan yang sengaja dipertegas. “Apa kau pikir sekte kecilmu bisa bertahan melawan kami?”
Zekki hanya diam, tatapannya tetap tajam. Tapi dalam hatinya, ada kilatan amarah yang mulai menyala. Orang ini terlalu sombong, pikirnya. Tapi ia tahu, tidak ada gunanya terpancing emosi. Dia menarik napas dalam, menenangkan dirinya, lalu menjawab dengan nada tenang, “Entahlah… aku rasa justru kalian yang terlalu peduli pada sekte kecil ini. Kalau memang kami tak berarti, kenapa kalian repot-repot datang?”
Pria itu mendengus marah. Tangan kirinya menggenggam erat gagang pedangnya, sementara tangan kanannya terangkat, memberi isyarat pada anak buahnya untuk menyerang lebih gencar. “Aku akan membuatmu menyesal atas kata-katamu itu.”
Dan dengan itu, pertempuran kembali memanas. Para murid Sekte Nusantara yang tersisa berjuang sekuat tenaga untuk menahan serangan dari pasukan musuh. Denting pedang, teriakan, dan debu yang beterbangan bercampur menjadi satu, menciptakan pemandangan yang kacau.
Di tengah pertarungan, Fei Rong merasakan sesuatu yang tak biasa di dalam dirinya. Napasnya yang tadinya terengah-engah kini mulai stabil, dan di dalam dadanya, ada energi yang seakan bangkit, sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Tangan dan kakinya terasa lebih ringan, dan gerakannya jadi lebih cepat.
Apa ini? Kenapa aku tiba-tiba… pikirnya, bingung tapi juga penasaran. Matanya melebar saat ia melayangkan pedangnya dengan kekuatan yang baru ditemukannya. Lawannya terlempar mundur, terkejut dengan lonjakan kekuatan dari Fei Rong.
Mei Lin yang berada di sampingnya menoleh, matanya penuh rasa kagum dan sedikit kaget. “Fei… apa yang terjadi denganmu? Kamu jadi… lebih kuat?”
Fei Rong hanya bisa menggeleng, masih tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. “Aku… aku nggak tahu, Mei. Tapi rasanya aku bisa melakukan lebih dari biasanya. Entah kenapa, energi ini… aku seperti—aku seperti punya kekuatan yang tersembunyi selama ini.”
“Bagus, kalau begitu,” jawab Mei Lin cepat, dengan senyum yang sulit dijelaskan. “Kalau kamu punya kekuatan lebih, maka gunakan itu untuk melindungi sekte kita.”
Fei Rong tersenyum, lebih yakin sekarang. “Iya, Mei. Aku nggak akan sia-siakan ini.”
Di sisi lain medan pertempuran, Yuna tampak sibuk merawat beberapa murid yang terluka. Tangan kecilnya bergetar saat dia mengeluarkan energi penyembuhan untuk menutup luka-luka mereka, meskipun itu membuatnya semakin lemah. Setiap kali ada yang terluka, dia akan langsung maju, tanpa pikir panjang, hanya ingin memastikan semua orang baik-baik saja.
Namun, tiba-tiba dia merasakan kehadiran musuh di dekatnya. Dengan cepat, ia menoleh ke samping dan melihat seorang kultivator dari Sekte Langit Timur yang mengayunkan pedang ke arahnya. Tapi sebelum pedang itu sempat mengenainya, sosok Zekki tiba-tiba muncul di depan Yuna. Dengan sekali gerakan, Zekki mengaktifkan kemampuan teleportasinya, memblokir serangan itu dengan tangan kosong.
Wajah Zekki penuh keringat, tapi sorot matanya tetap tenang. “Yuna, hati-hati. Jangan terlalu fokus pada yang lain sampai kau lupa menjaga dirimu sendiri,” katanya lembut, tapi ada nada tegas di balik kata-katanya.
Yuna menunduk sedikit, merasa bersalah. “Maaf, Zekki. Aku hanya… aku nggak bisa diam saja melihat mereka terluka.”
Zekki mengangguk, memahami. Dia tahu Yuna memiliki hati yang lembut, terlalu peduli pada orang lain. Tapi dalam situasi seperti ini, terlalu peduli juga bisa berbahaya. “Aku mengerti, Yuna. Tapi ingat, kita tidak bisa membantu orang lain kalau kita sendiri terluka.”
Yuna mengangguk pelan, mengambil napas dalam-dalam. “Aku akan lebih berhati-hati.”
Pertempuran terus berlangsung, dengan intensitas yang semakin tinggi. Meski jumlah mereka kalah banyak, murid-murid Sekte Nusantara berjuang mati-matian, bertahan dengan segala yang mereka miliki. Denting pedang, teriakan kemarahan, dan debu yang terangkat di udara menjadi saksi perjuangan mereka malam itu. Di tengah segala keterbatasan, keberanian mereka menjadi satu-satunya senjata.
Zekki, meski tubuhnya mulai terasa lelah, tetap bertahan di garis depan. Dia tahu bahwa malam ini adalah ujian yang menentukan masa depan sektenya. Di dalam hatinya, dia berjanji, apa pun yang terjadi, dia tidak akan membiarkan Sekte Nusantara hancur. Sekte ini adalah harapan terakhirnya, tempat yang ingin ia bangun menjadi tempat perlindungan bagi mereka yang terpinggirkan.
Di sela-sela pertarungan, Zekki melayangkan pandangannya ke arah murid-muridnya—Fei Rong yang bertarung dengan keberanian baru, Mei Lin yang tegar, Yuna yang tak kenal lelah membantu yang terluka. Hatinya menghangat sejenak, melihat tekad mereka yang begitu tulus.
Entahlah… tapi aku rasa, mereka ini adalah alasan aku terus bertarung, pikir Zekki. Mereka semua adalah cerminan dari mimpi dan harapannya, dan malam ini, ia akan mempertaruhkan segalanya untuk melindungi mereka.
Dengan tekad yang membara, Zekki menatap kembali ke arah musuh di depannya. Ia mengangkat tangannya, memfokuskan energi ke dalam telapak tangannya. Void Slash. Sebuah tebasan dimensi yang siap meluncur, memecah udara, menghantam musuh dengan kekuatan yang mematikan. Tapi kali ini, ada sesuatu yang berbeda. Kekuatan itu terasa lebih kuat, lebih intens, seakan mencerminkan seluruh tekadnya.
Tanpa ragu, dia melepaskan Void Slash itu ke arah pemimpin pasukan Sekte Langit Timur. Tebasan itu melesat, nyaris tak terlihat, dan kali ini, tak ada yang bisa menghindarinya. Pemimpin musuh tersentak, matanya melebar saat energi itu menerpa dirinya, meninggalkan luka yang dalam.
Dengan gemetar, pria itu mundur, memandang Zekki dengan ketakutan yang bercampur kebencian. Tapi Zekki hanya menatapnya dingin. Ini hanya permulaan, pikirnya. Karena malam itu, Sekte Nusantara membuktikan bahwa mereka lebih dari sekadar sekte kecil—mereka adalah kekuatan yang siap bertahan, melawan siapa pun yang mencoba menindas mereka.
apa gak da kontrol cerita atau pengawas
di protes berkali kal kok gak ditanggapi
bok ya kolom komentar ri hilangkan