Alyssa, seorang gadis dari keluarga sederhana, terpaksa menerima pernikahan dengan Arka, pewaris keluarga kaya raya, demi menyelamatkan keluarganya dari krisis keuangan. Arka, yang memiliki masa lalu kelam dengan cinta pertamanya, juga tidak menginginkan pernikahan ini. Namun, tuntutan keluarga dan strata sosial membuat keduanya tidak punya pilihan.
Dalam perjalanan pernikahan mereka yang dingin, muncul sebuah rahasia besar: Arka ternyata memiliki seorang anak dari cinta masa lalunya, yang selama ini ia sembunyikan. Konflik batin dan etika pun mencuat ketika Alyssa mengetahui rahasia itu, sementara ia mulai menyadari perasaannya yang kian berkembang pada Arka. Di sisi lain, bayangan cinta lama Arka kembali menghantui, membuat hubungan mereka semakin rapuh.
Dengan berbagai pergulatan emosi dan perbedaan kelas sosial, Alyssa dan Arka harus menemukan jalan untuk berdamai dengan masa lalu dan membuka hati, atau memilih berpisah dan meninggalkan luka yang tak terobati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ansel 1, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menyusun Rencana
Alyssa terbangun dengan semangat baru. Pagi itu, sinar matahari menembus tirai kamarnya, menciptakan pola cahaya yang indah di dinding. Dia berusaha untuk tidak terjebak dalam keraguan yang sempat menghantuinya sebelumnya. Setelah pertemuan dengan Arka, dia merasakan ada secercah harapan. Mungkin, pernikahan ini tidak hanya tentang mengorbankan dirinya, tetapi juga tentang kesempatan untuk menemukan cinta.
Setelah sarapan, Alyssa duduk bersama Ibu untuk membahas rencana pernikahan. “Ibu, kapan kita akan mulai mempersiapkan semuanya?” tanya Alyssa, berusaha terdengar bersemangat meskipun hatinya masih bergetar.
Ibu tersenyum, penuh antusiasme. “Kita bisa mulai merencanakan segala sesuatunya minggu depan. Keluarga Arka juga ingin membantu, jadi kita bisa bekerja sama.”
Mendengar itu, Alyssa merasa lebih tenang. Meski dia masih merasa tidak siap, dia menyadari bahwa persiapan bisa menjadi cara untuk lebih mengenal Arka dan keluarganya. “Baiklah, Ibu. Aku siap membantu,” jawabnya, mencoba menampilkan semangat yang lebih besar.
Setelah perbincangan itu, Alyssa memutuskan untuk menghabiskan waktu di perpustakaan lagi. Dia merasa bahwa buku adalah tempat terbaik untuk mencari inspirasi. Saat ia mencari buku tentang pernikahan dan hubungan, dia tidak bisa menahan senyumnya. Ada begitu banyak hal yang ingin dia ketahui dan pelajari.
Sore itu, saat ia sedang membaca, ponselnya bergetar. Ternyata, itu pesan dari Arka. “Alyssa, aku ingin mengajakmu untuk bertemu besok. Ada yang ingin aku bicarakan.”
Alyssa merasa jantungnya berdebar. Apa yang ingin Arka bicarakan? Dia merasa campur aduk antara rasa penasaran dan kecemasan. “Tentu, Arka. Aku akan bertemu denganmu besok,” balasnya.
Keesokan harinya, Alyssa berusaha menyiapkan dirinya untuk pertemuan dengan Arka. Dia memilih pakaian yang membuatnya merasa percaya diri dan nyaman. Setelah sedikit ragu, dia akhirnya memutuskan untuk mengenakan gaun sederhana berwarna biru muda. Warna ini membuatnya merasa segar dan ceria.
Saat mereka bertemu di kafe favorit mereka, Alyssa melihat Arka sudah menunggu dengan senyum di wajahnya. “Hai, Alyssa! Senang melihatmu lagi,” katanya dengan nada ceria.
“Hai, Arka. Senang bertemu lagi,” jawab Alyssa, merasa sedikit lebih tenang dengan kehadiran Arka.
Setelah memesan minuman, Arka mulai menjelaskan niatnya. “Aku berpikir bahwa kita harus mulai membahas persiapan pernikahan kita. Kita bisa melakukannya bersama-sama, sehingga semuanya terasa lebih baik.”
Alyssa mengangguk, merasakan rasa gugup yang sedikit mereda. “Ya, aku setuju. Mungkin kita bisa membuat daftar hal-hal yang perlu dipersiapkan.”
Arka tersenyum, terlihat antusias. “Bagus! Mari kita buat rencana. Aku sudah berbicara dengan keluargaku, dan mereka sangat mendukung. Mereka ingin membantu kita agar pernikahan ini berjalan lancar.”
Mendengar itu, Alyssa merasa sedikit lebih tenang. Dia mulai berpikir bahwa mungkin ada jalan untuk menjalani pernikahan ini dengan baik. “Apa yang perlu kita lakukan terlebih dahulu?” tanyanya, berusaha terlibat.
“Pertama-tama, kita harus menentukan tanggal pernikahan,” jawab Arka. “Kemudian, kita perlu memikirkan tempat dan tema. Aku tahu beberapa lokasi yang mungkin bagus.”
Mereka melanjutkan perbincangan, merencanakan setiap detail dengan penuh semangat. Alyssa mulai merasakan kegembiraan yang sempat hilang. Dia menyadari bahwa meskipun ini adalah pernikahan yang dipaksakan, dia bisa mengambil bagian dalam proses tersebut dan menjadikannya lebih berarti.
Setelah beberapa jam, mereka menyusun daftar untuk hal-hal yang perlu dipersiapkan. Alyssa merasa seolah ada beban yang terangkat dari bahunya. Dia mulai percaya bahwa dia dan Arka bisa membuat pernikahan ini menjadi sesuatu yang indah, meskipun dengan segala keterbatasan.
Saat mereka selesai, Arka menatap Alyssa dengan serius. “Alyssa, aku ingin kita saling terbuka satu sama lain. Ini adalah langkah besar dalam hidup kita. Kita harus saling mendukung.”
Alyssa terkejut dengan pernyataan itu. Dia merasa bahwa Arka benar-benar serius ingin menjalin hubungan yang lebih baik. “Aku setuju, Arka. Aku juga ingin kita saling mendukung dan memahami,” jawabnya dengan tulus.
Setelah pertemuan yang produktif itu, Alyssa pulang dengan perasaan yang lebih optimis. Mungkin, ada harapan di balik semua ini. Dia tahu bahwa pernikahan ini bukan hanya tentang dirinya dan Arka, tetapi juga tentang keluarga mereka.
Malam itu, setelah menyelesaikan tugas sekolah, Alyssa duduk di meja belajarnya dan mulai membuat catatan. Dia ingin mencatat semua ide dan inspirasi yang datang ke pikirannya. Dengan pensil di tangan, dia mulai menulis tentang tema pernikahan yang ia impikan. Ia berharap bisa membuat segalanya lebih personal, meskipun situasi ini terasa terpaksa.
“Tema yang cerah dan penuh cinta,” pikirnya. Dia membayangkan dekorasi yang indah, bunga-bunga segar, dan momen-momen bahagia yang ingin dia abadikan. Ia juga mencatat hal-hal yang ingin dia bicarakan dengan Arka selanjutnya, seperti detail pernikahan dan harapan masing-masing.
Hari demi hari berlalu, dan persiapan pernikahan berjalan semakin lancar. Alyssa dan Arka semakin sering bertemu, baik untuk membahas pernikahan maupun untuk sekadar berbincang. Mereka mulai menemukan kenyamanan satu sama lain, berbagi cerita tentang masa lalu dan mimpi di masa depan.
Meskipun ada ketegangan di antara mereka, Alyssa merasa hubungan ini semakin mendalam. Arka bukan hanya sekadar calon suaminya, tetapi juga sahabat yang bisa dia ajak berbagi suka dan duka. Dalam proses tersebut, Alyssa menemukan bahwa pernikahan ini bisa menjadi kesempatan untuk mengubah hidupnya menjadi lebih baik.
Suatu sore, saat mereka sedang duduk di taman setelah pertemuan, Alyssa memutuskan untuk berbicara tentang harapannya. “Arka, aku ingin kita saling terbuka tentang apa yang kita harapkan dari pernikahan ini. Apa harapanmu?”
Arka terdiam sejenak, memikirkan jawabannya. “Aku ingin pernikahan ini menjadi perjalanan yang indah bagi kita berdua. Aku ingin kita saling mendukung, dan aku berharap bisa menjadi suami yang baik untukmu. Aku juga ingin kamu merasa bahagia.”
Mendengar pernyataan Arka, Alyssa merasa terharu. Dia tidak menyangka bahwa Arka memiliki harapan yang sama. “Aku juga ingin merasakan kebahagiaan dalam pernikahan ini. Aku berharap kita bisa saling memahami dan menghargai satu sama lain.”
Malam itu, Alyssa pulang dengan perasaan bahagia. Dia merasa seolah telah menemukan cahaya di ujung terowongan. Mungkin, pernikahan ini bukanlah akhir dari semua impian dan cita-citanya. Mungkin, ini adalah awal dari sebuah perjalanan yang penuh harapan dan cinta.
Dengan semangat yang baru, Alyssa berjanji pada dirinya sendiri untuk menjadikan pernikahan ini berarti. Dia ingin berjuang demi kebahagiaan mereka, dan menjadikan momen-momen indah dalam hidupnya. Setiap langkah yang diambil akan menjadi bagian dari kisah cinta yang akan ia bangun bersama Arka.
Ketika malam tiba, Alyssa berbaring di ranjangnya, mengingat semua yang terjadi. Dia tahu bahwa perjalanan ini masih panjang dan penuh tantangan. Namun, untuk pertama kalinya, dia merasa siap menghadapi apa pun yang akan datang. Dengan harapan yang mengalir dalam jiwanya, dia tertidur dengan senyuman, bermimpi tentang masa depan yang cerah.