"Buang obat penenang itu! Mulai sekarang, aku yang akan menenangkan hatimu."
.
Semua tuntutan kedua orang tua Aira membuatnya hampir depresi. Bahkan Aira sampai kabur dari perjodohan yang diatur orang tuanya dengan seorang pria beristri. Dia justru bertemu anak motor dan menjadikannya pacar pura-pura.
Tak disangka pria yang dia kira bad boy itu adalah CEO di perusahaan yang baru saja menerimanya sebagai sekretaris.
Namun, Aira tetap menyembunyikan status Antares yang seorang CEO pada kedua orang tuanya agar orang tuanya tidak memanfaatkan kekayaan Antares.
Apakah akhirnya mereka saling mencintai dan Antares bisa melepas Aira dari ketergantungan obat penenang itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 20
Pagi itu, Antares mengantar Aira ke rumahnya untuk mengambil barang. Sepanjang perjalanan, Aira terlihat gelisah. Dia sudah membayangkan apa yang dikatakan kedua orang tuanya nanti.
"Jangan takut. Ada aku," kata Antares sambil menghentikan mobilnya di depan rumah Aira.
Aira mengangguk pelan kemudian mereka turun dari mobil dan berjalan menuju pintu yang setengah terbuka itu. Langkah mereka berhenti saat mendengar pertikaian kedua orang tuanya.
"Mas Fadil kenapa minta uang 50 juta sama Pak Ares."
"Dia ingin bersama Aira, lagian dia kaya raya memberi uang segitu gak ada apa-apanya! Dia saja yang pelit."
Aira akan masuk ke dalam rumahnya tapi ditahan oleh Antares. Dia memberi kode pada Aira agar mendengar apa yang dikatakan kedua orang tuanya. Berharap ada satu rahasia yang akan terbuka kali ini.
"Itu sama saja dengan menjual Aira! Kalau Aira memang ingin bersama Pak Ares ya sudah, jangan ganggu mereka!"
"Hutangku di Bang Toni harus dibayar!"
"Itu kesalahan kamu sendiri, kenapa kamu hutang sama dia!"
"Kamu lupa dengan perjanjian kita sejak awal, aku mau menganggap Aira sebagai anakku asal dia harus menuruti semua perintahku! Kalau aku tidak menikahi kamu waktu itu, kamu sudah diusir dari keluarga kamu. Ayah kandung Aira justru melarikan diri dengan uang hasil korupsinya! Dia hanya mempermainkan kamu!"
Aira mengepalkan kedua tangannya mendengar suara itu. Air mata itu sudah mengalir tidak bisa dia hentikan. Dadanya semakin terasa sesak hingga dia jatuh terduduk di lantai.
"Aira!" Antares berjongkok dan menahan tubuh Aira.
Mendengar suara Antares, seketika kedua orang tua Aira keluar dari rumah. "Sejak kapan kalian ada di sini?"
Antares membantu Aira berdiri. Dia merengkuh bahu Aira dan mengusap lengannya. "Aku akan membantu Aira pindah dari rumah ini." Antares mengajak Aira masuk ke dalam rumah begitu saja, lalu masuk ke dalam kamar Aira.
"Pindah kemana? Aira anak kita, jangan bawa dia seenaknya."
Antares mendudukkan Aira di tepi ranjang. Dia segera mengambil koper yang berada di atas lemari lalu membukanya. Dia masukkan pakaian Aira ke dalam koper itu.
"Kalau kamu nekad bawa Aira, aku akan tuntut kamu."
Aira berdiri dan menatap Fadil. "Kamu bukan ayahku, apa hak kamu melarangku! Aku sudah mengganti semua uang kamu untuk memberi makan aku. Ambil sekalian rumah ini! Sepeser pun kamu tidak ikut membeli rumah ini." Kemudian Aira mengambil satu tasnya lagi dan memasukkan seluruh buku serta make up yang ada di atas mejanya. "Seharusnya ibu tidak perlu menikah sama dia. Lebih baik aku dibesarkan tanpa ayah daripada harus berhutang budi atau sekalian saja lenyapkan aku sebelum aku lahir. Ibu juga jadi jahat karena hasutan dia. Jangan mencariku lagi, anggap saja aku tidak pernah ada di keluarga ini."
Aira membawa tasnya keluar dari kamarnya yang diikuti oleh Antares yang menggeret koper Aira. Tapi langkahnya berhenti saat melewati Fadil. Dia mencengkeram kaos Fadil dan menatapnya tajam. "Sekali lagi kamu mengganggu Aira, aku pastikan kamu mendekam di penjara."
Antares melepas cengkeramannya dengan kasar lalu dia berjalan menuju mobilnya. Dia memasukkan dua tas Aira ke dalam bagasi lalu masuk ke dalam mobilnya dan melihat Aira yang sudah duduk di sebelahnya sambil menutup wajahnya.
"Aira, sudah. Jangan menangis. Sekarang, mulai hidup kamu yang baru." Antares mengangkat satu tangannya. Dia akan mengusap rambut Aira tapi terhenti. Dia memasangkan sabuk pengaman di tubuh Aira lalu di tubuhnya sendiri. Setelah itu, dia segera melajukan mobilnya.
Tidak ada pembicaraan di antara mereka. Hanya isak tangis Aira yang terdengar. Setelah sampai di depan rumah kontrakan Aira, barulah Aira bersuara.
"Pak Ares, terima kasih atas bantuannya selama ini. Mulai sekarang Pak Ares tidak perlu membantuku lagi. Hubungan kita hanya sebatas anak buah dan atasan."
Antares tak menjawabnya. Dia justru keluar dari mobil dan mengeluarkan dua tas Aira lalu menunggu di depan pintu rumah kontrakan itu menunggu Aira membukanya.
"Perlu dibantu menata barang-barang kamu?" tanya Antares menawarkan diri. Larangan Aira seperti perintah baginya.
Aira berdengus kesal. "Pak Ares dengar tidak apa yang aku katakan barusan."
"Oh." Antares justru tertawa dan mengacak rambut Aira. "Kamu hanya terbawa emosi, sudah tidak usah dipikirkan. Kalau tidak mau aku bantu, ya sudah aku akan pulang. Nanti aku antar Bintang ke sini." Antares memasukkan koper Aira terlebih dahulu lalu dia berjalan menuju mobilnya.
Aira hanya menatap mobil Antares yang melaju. Kemudian dia menutup pintu rumah kontrakannya.
Sedangkan Antares kini melajukan mobilnya menuju rumah Aira lagi. Dia menghentikan mobilnya beberapa meter sebelum rumah Aira saat melihat Fadil keluar dari rumah itu sambil mengendarai motornya.
"Kebetulan sekali dia pergi." Antares kembali melajukan mobilnya dan berhenti di depan rumah Aira. Dia turun dari mobilnya lalu berjalan menuju pintu rumah yang terbuka itu.
"Ada apa?" tanya Rika yang sedang duduk di ruang tamu.
"Aku mau bicara sama Tante," kata Antares sambil berjalan masuk ke dalam rumah itu dan duduk tanpa dipersilakan.
"Bicara apa?" tanya Rika.
"Siapa ayah kandung Aira?"
Rika tak menjawab pertanyaan itu.
"Mengapa tidak mau memberi tahu yang sebenarnya? Apa Tante tidak kasihan sama Aira yang selama ini hidupnya sangat tertekan. Bahkan Aira sampai kena anxiety disorder."
Rika mengepalkan kedua tangannya. Setetes air mata itu jatuh di pipinya. "Aku memang tidak pernah menyayangi Aira. Aku membiarkan Aira terus diperas sama Mas Fadil. Aku yang salah."
"Aku tanya sekali lagi, siapa ayah kandung Aira?" tanya Antares lagi dengan tegas.
"Aku tidak tahu dimana dia sekarang. Nama ayah kandung Aira adalah Galih. Dulu dia bekerja di perusahaan makanan kita sebagai kepala divisi keuangan. Dia korupsi lalu membawa kabur uang korupsi itu, dia juga tidak mau bertanggung jawab padaku. Setelah beberapa bulan, aku dengar dia tertangkap dan dipenjara. Aku tidak tahu kondisi dia sekarang seperti apa."
Antares terdiam mendengar cerita itu. "Galih, dari perusahaan makanan kita. Sekitar 28 tahun yang lalu," gumam Antares sambil berpikir. "Aku akan mencarinya."
"Buat apa? Kalau Aira tahu ayah kandungnya juga jahat, Aira akan semakin terluka."
Antares tak menyahuti perkataan Rika. Dia berdiri dan keluar begitu saja dari rumah itu dan kembali masuk ke dalam mobilnya.
"Aku pasti akan temukan ayah kandung Aira. Kebenaran harus terungkap."
Mantap sekali.. 👏👏👏👏👏
👍👍👍👍👍
♥️♥️♥️♥️♥️
⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️