Di tolak tunangan, dengan alasan tidak layak. Amelia kembali untuk balas dendam setelah delapan tahun menghilang. Kali ini, dia akan buat si tunangan yang sudah menolaknya sengsara. Mungkin juga akan mempermainkan hatinya karena sudah menyakiti hati dia dulu. Karena Amelia pernah berharap, tapi malah dikecewakan. Kali ini, gantian.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
*32
"Jadi tolong sekarang, Mel. Jangan menargetkan Citra lagi. Karena Citra tidak sepenuhnya salah," ucap si mama tiri lagi dengan wajah pura-pura sangat terluka.
"Oh, baiklah kalo gitu. Aku tidak akan menargetkan dia lagi. Tapi, lebel anak tidak sah untuk dia tetap tidak akan berubah. Papa membawanya sesaat setelah aku kehilangan mama. Bagaimana kalian mau menjelaskan status anak kalian dengan kenyataan itu?"
"Melia, cukup. Itu kesalahan papa. Bukan kesalahan Citra dan mamanya. Papa yang salah karena tidak bisa menahan diri. Papa menikah diri di luar sesaat setelah menikah dengan mama kamu."
"Tapi, Mel. Itu juga bukan salah papa sepenuhnya. Papa tidak mencintai mama kamu saat itu. Pernikahan kami hanya pernikahan karena perjodohan orang tua."
Deg. Penjelasan papanya membuat jantung Meli berdegup sangat kencang. Matanya kini melebar sempurna. Dua puluh tiga tahun usia Melia saat ini, dia baru tahu kalau kedua orang tuanya menikah karena perjodohan, bukan karena cinta.
Tapi, sang mama tidak pernah mengatakan sedikitpun tentang kekurangan dari rumah tangganya itu. Sebaliknya, sang mama malah terlihat sangat amat mencintai suaminya. Selalu memperlihatkan pada anaknya betapa rukunnya rumah tangga yang sedang ia jalani. Sampai akhirnya, sang mama meninggal dengan sakit yang tidak pasti.
Biliran bening jatuh secara tiba-tiba dari pelupuk mata Meli. Air mata yang mengalir secara perlahan melintasi pipi tanpa bisa dia cegah ketika dirinya memikirkan mamanya. Wanita cantik yang sangat setia. Begitu sabar dalam menjalani hidup dengan pernikahan yang rumit. Mamanya ternyata adalah wanita yang luar biasa hebatnya dalam menjaga hati dan perasaan. Hal tersebut membuat hati Melia terasa diaduk dengan banyak perasaan.
"Jika papa tidak mencintainya, papa tidak perlu menyakiti mama dengan cara keji, bukan? Papa sungguh keterlaluan. Kenapa harus berselingkuh di belakang mama jika papa tidak suka?"
"Apakah papa bisa melakukan itu, Melia?"
"Bisa!”
"Mamaku adalah wanita yang paling baik. Dia pasti rela melepaskan papa jika papa jujur dengan apa yang papa inginkan. Bukan dengan cara menyiksa mama."
"Sungguh, aku tidak pernah bisa memikirkan sesakit apa hati mama saat tahu papa menduakan dirinya dengan mencari wanita lain sampai papa punya anak tidak sah seperti dia!" Melia lagi-lagi menuding Citra dengan tangannya.
"Kalian manusia yang tidak punya hati. Seharusnya, kalian lah yang mati. Bukan mamaku."
"Melia. Kenapa bicara begitu?" Mama tiri pura-pura sangat sedih. "Tante tahu kamu sangat marah. Tapi, apakah kamu harus bicara seperti itu pada papamu. Bagaimanapun, dia adalah papa yang darahnya mengalir di dalam darahmu, Meli."
"Najis!"
"Jika aku bisa, darah pria itu mungkin akan aku keluarkan dari tubuhku. Sayangnya, aku tidak bisa melakukan hal itu."
Seketika, mata papa Meli berlinangan. Sekarang, amarahnya sudah pupus. Hatinya tiba-tiba terasa sangat perih. Sang anak ternyata sangat membenci dirinya saat ini.
"Sebenci itukah kamu sama papa, Meli?"
"Ya."
"Oh, tidak. Aku benci papa lebih besar dari apa yang papa pikirkan. Bahkan, jika bisa, jika membunuh itu tidak akan menerima hukuman, maka aku rasanya sangat ingin membunuh kalian semua. Karena kalian adalah penyebab dari luka hati yang mama ku derita."
Melia memutar tubuh. Lalu, berjalan mendekat ke depan mama tirinya.
"Bukan hanya luka hati saja yang telah kalian ciptakan untuk mamaku. Melainkan, kalian yang sudah membunuh mamaku dengan tangan kalian sendiri. Jadi, karena itu aku sangat membenci kalian."
"Terutama, papa." Mata Meli menatap papanya dengan tajam kini. "Karena papa yang telah membawa pembunuh mama masuk ke rumah yang sebelumnya mama tinggali. Papa memberikan mereka kehidupan yang bahagia setelah mereka membunuh mama. Papa sangat luar biasa."
"Melia. Jangan mengada-ada, Mel. Jangan bicara sembarangan. Meski kamu tidak suka pada papa. Kamu benci sama papa dan juga mama tirimu. Tapi jangan bicara yang sangat berlebihan seperti itu. Bagaimanapun, masa lalu tidak akan bisa diubah, Meli."
"Memang. Masa lalu memang tidak bisa diubah. Tapi, masa depan bisa."
"Aku akan ubah masa depan kalian yang sudah menyakiti mamaku dengan perubahan yang sangat besar. Kalian yang sebelumnya bahagia, akan aku buat tersiksa."
Tanpa menunggu jawaban lagi, Meli langsung masuk ke kamar. Dia banting pintu kamar dengan keras. Oh, itu bukan pelarian. Melainkan, dia yang sudah tidak lagi sabar untuk bertahan.
Meli meraih pintu lemari yang sedang tertutup rapat. Dari dalam lemari, gadis itu mengeluarkan laptop yang dia simpan dengan baik. Seketika, tangan nya lincah mengutak-atik tombol-tombol yang ada di laptop tersebut.
Tak lama kemudian, jaringan kantor polisi gadis itu tembus. Sebuah laporan dia buat lengkap dengan semua bukti yang sudah lama tangannya tahan untuk dia kirim. Bukti yang dia kumpul dengan susah payah untuk menghukum si mama tiri karena sudah berani menyakiti mamanya dengan cara memberikan racun pada sang mama sehingga wanita yang paling Meli sayangi meregang nyawa.
Sebelumnya, Meli ingin menghukum wanita itu secara perlahan sebelum dia serahkan bukti yang dia punya ke kantor polisi. Sayang, kejadian hari ini membuat Meli tidak kuat lagi untuk menahan kesabarannya. Bukti yang sudah dia kumpulkan, langsung dia serahkan dengan cepat sedetail mungkin.
"Akan aku pastikan, kamu masuk penjara mama tiriku tercinta."
"Dan, kekal lah kamu di dalamnya. Tidak akan aku biarkan kamu di bebaskan, sampai akhir hayatmu." Melia berucap sambil menggenggam erat tepian kasur dengan satu tangan.
Sementara itu, di sisi lain, tepatnya di kediaman Amerta. Ricky sedang menyandarkan diri di kursi ruang kerjanya. Kejadian malam ini menampar wajah Ricky. Untuk yang pertama kalinya, acara lelang amal yang keluarga Amerta pertanggungjawabkan hancur berantakan. Wajahnya pun sangat dipermalukan.
Namun, bukan masalah lelang amal yang membuatnya sangat terganggu. Melainkan, soal Melia yang dia anggap sebagai pemimpin kelompok kupu-kupu hitam yang sedang dia pertanyakan. Benarkah Melia pemimpinya? Kalau bukan, siapa wanita malam itu? Siapa wanita yang memukul dirinya hingga dia masuk rumah sakit?
Lincah tangan Ricky mengutak-atik ponsel miliknya. Tak lama kemudian, panggilan dari ponsel itupun langsung tersambung.
"Ya, tuan muda."
"Iyas, di mana kamu sekarang?"
"Di kediaman keluarga Racham, tuan muda."
"Ada apa, tuan muda?"
"Tidak."
"Ada yang ingin aku tanyakan."
"Apa itu, tuan muda?"
"Kamu ... berada di sekitar nona muda itu bukan, Iyas?"
"Apa kamu mencium aroma wangi bunga ketika kamu berada di sekitarnya?"
Iyas tidak langsung menjawab. Pria itu terdiam sesaat untuk mencerna apa yang sedang tuan mudanya tanyakan? Detik demi detik, akhirnya Iyas paham.
"Maksud tuan muda, nona muda pertama?"
"Iya. Siapa lagi?"
"Apa kamu mencium aroma bunga saat dekat dengannya?"
Iyas kembali terdiam. Pertanyaan tuan mudanya memang cukup membingungkan. Tapi, dia merasa memang mencium aroma bunga kenanga yang tidak sedikitpun berubah sejak pertama kali bertemu dengan Melua hingga mengantarkan Melia pulang ke rumah.
tp karena mereka bodoh maka akalnya tak sampai kesitu 😀