"Aku mencintai kamu."
Sesederhana itu, cara ku mencintaimu.
"Jangan tanya kenapa aku mencintaimu, karena sederhana saja aku mencintaimu dan jangan tanyakan alasannya.
Karena jawabannya sama, aku mencintaimu."
I LOVE YOU ❤️❤️❤️
"aku mencintaimu dan aku ingin hidup bersama mu."
😍😍😍
Seorang laki-laki yang memperjuangkan cintanya dengan hambatan restu dari Mamanya karena mereka berbeda.
Apakah mereka akan masih bisa bersama dengan tembok pembatas yang begitu tinggi dengan segala perbedaan yang membatasi mereka.
"Hidup ku jauh lebih nyaman sebelum mengenal Mu, Mas. Terimakasih atas semuanya."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aeni Santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#7
"Kasih."
Yang punya nama sedang menikmati minuman dan makanannya lalu menoleh ke arah suara yang memanggil dirinya.
Seorang laki-laki tinggi mengenakan jas berjalan ke arahnya.
"Cowok itu Kasih."
Ucap Septi begitu melihat sosok Akmal yang berjalan ke arah Mereka.
"Akmal."
Septi tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
"Cie..."
"Hi..he..."
Kasih malah meringis aja memperlihatkan gigi putihnya.
"Kasih, sedang apa disini.?"
Akmal sudah berdiri di depannya membuat Kasih tersenyum saja.
"Nggak lupa kan sama saya.?"
Akmal menampakkan senyumnya dengan manis.
"Eh.. Iya, Masnya yang membantu saya waktu itu."
Kasih tidak menyebutkan namanya.
"Akmal, Kasih sedang apa disini.?"
Akmal menyebut namanya sendiri, dia berasumsi jika Kasih lupa namanya.
"hmm.. Lagi istirahat."
ucap Kasih singkat sambil tersenyum.
"Boleh ikut duduk.?"
Masih ada satu kursi kosong dekat kasih.
"Oh.. Silahkan Mas."
Kasih bergeser ke sebelah Septi dan membiarkan Akmal duduk. Ridho yang sudah turun dari mobil masuk ke dalam minimarket sambil melihat ke arah Akmal.
"Kalau diperhatikan memang manis anak itu, tapi penampilannya yang biasa sekali."
Dalam hati Ridho sambil melihat Kasih dari dalam minimarket.
"Saya nggak ganggu kan ikut duduk disini."
"Oh.. Tidak papa Mas, santai aja."
Septi yang jawab karena Kasih hanya melirik ke arahnya.
"Ini Bro."
Ridho mendekati mereka dan memberikan minum ke Akmal.
"Makasih."
Akmal menerima minuman itu.
Kasih dan Septi sontak memperhatikan sosok Ridho yang tak kalah menawan penampilannya mengenakan kemeja dan nampak gagah.
"Kasih ini teman saya, Ridho namanya."
Kasih tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
"Hai Kasih, kamu masih kuliah ya.?"
Ridho mencoba mengajaknya bicara.
Kasih menganggukkan kepalanya, Dia merasa risih ngobrol lama-lama dengan laki-laki ini.
"Kenal Akmal dimana.?"
"Hmmm.."
"Bro, udah lah jangan tanya terus."
"Kita ketemu diwarung nasi, Mas Akmal ini menolong saya."
Kasih menyenggol kaki Septi, tanda dia sudah tak mau ngobrol lagi.
Ridho tersenyum dan menganggukkan kepalanya saja.
"Maaf Mas, kita pamit dulu karena masih ada urusan."
Pamit Kasih ke Akmal dan beranjak dari tempat duduknya sambil menarik tangan Septi.
"Kasih, tunggu sebentar."
Akmal mencegahnya dan membuat Kasih menatap Akmal tapi langsung mengalihkan pandangannya.
"Boleh saya minta nomor ponsel kamu."
"Buat apa Mas.?"
Kasih menarik tangan Septi ngajakin pergi.
"Saya ingin ngobrol sama kamu."
Ridho memperhatikan Akmal saja yang dibuat kikuk sama Kasih.
"Maaf Mas, saya permisi."
Kasih berjalan menuju ke sepeda motor Septi dan segera mengenakan helmnya.
"Saya mau kenal kamu Kasih."
Kasih diam saja dan menunggu Septi memutar motornya.
"Maaf Mas."
Kasih naik ke sepeda motor Septi dan perlahan mulai berjalan.
"Kasih.."
Akmal niat mau mengejar tapi dia pikir bakalan membuat Kasih tambah malas dengannya.
"Ha ha ha.."
Tawa Ridho, yang puas menertawakan Akmal.
"Apa Lo tertawa."
Akmal kesal sendiri.
"Ha ha ha.. Baru kali ini Kamu dikacangin sama cewek."
Akmal kesal diledek Ridho dan masuk ke dalam mobil.
"Lihat saja aku bakalan mendapatkan dia."
Ridho masih menahan tawanya dan mulai menjalankan mobilnya.
"Minta ponselnya saja nggak dapat kamu."
"Tenang masih ada waktu lain, aku pasti dapat nomor ponselnya."
"Semoga ya, dia kelihatan cewek yang berpendirian kuat dan pastinya tidak mudah tergoda dengan rayuan laki-laki."
"Justru itu tantangannya."
Akmal sebenarnya juga kesal minta nomor saja susah banget tapi, dia memilih berpikir yang positif mungkin caranya yang salah.
"Kamu yakin cinta sama dia.?, bukan kasihan kan.?"
Ridho memperjelas maksudnya karena dia takut kalau perasaan Akmal kali ini hanya kasihan kepada kasih dan bukan Cinta.
Akmal menatap tajam ke arah Ridho yang menyetir.
"Aku beneran cinta sama Dia Dho, jangan apa tanyakan perasaanku lagi sama Kasih. Memang penampilan dia biasa saja gadis lugu dan sederhana tapi entah kenapa setiap aku menatapnya adem rasanya hati ini."
"Mal maksud aku, iya kamu bisa mendapatkan dia tapi apa keluarga kamu bisa menerima. Secara kamu anak muda kasihan dari Mama dan Papa kamu, belum lagi Mama kamu itu pasti pengen kamu mendapatkan pasangan yang sepadan dalam arti kondisi keluarga lah."
Akmal terdiam, dia memang belum tahu bagaimana keluarga kasih. Tapi, melihat kebiasaan Kasih yang setiap hari menitipkan kue di warung sudah bisa dibaca keluarganya pasti dari kalangan biasa saja.
"Kamu pikirkan lagi lah, maksud ku pikirkan juga bagaimana nanti perasaan Kasih jika sampai Mama kamu menolak sedangkan dia sudah ikut jatuh cinta sama kamu."
Akmal menatap Ridho, dia aja belum sampai kepikiran kesana.
"Salah ya aku jatuh cinta.?"
Akmal mempertanyakan itu.
"Cinta nggak salah bro, tapi cinta juga harus menggunakan logika bukan cuma ngikuti perasaan."
Akmal menatap ke arah luar jendela mobil pikirannya masih tertuju ke Kasih.
🌹🌹🌹🌹
Di kampus.
Kasih dan Septi kembali lagi ke kampus untuk mengumpulkan bukti jika mereka sudah diterima oleh perusahaan.
"Kasih."
Kasih menatap ke arah Septi, kini mereka duduk di taman setelah mengumpulkan bukti itu.
"Akmal sepertinya jatuh cinta sama kamu."
Ucap Septi dan Kasih hanya tersenyum kecut.
"Mimpi Sep."
Kasih membuka ponselnya untuk melihat jam karena belum mengambil tempat kue di warung Bude.
"Dia minta nomor HP kamu, buat apa coba kalau tidak ingin mendekati kamu."
Septi tersenyum saja.
"Ya mungkin mau buat apa gitu tapi, aku nggak kasih kan tadi."
"Dia mau kejar kita tadi lho."
"Sep, kamu lihat penampilan dia bagaimana kan.?, Dia beda sama kita dan kamu tau cowok seperti itu banyak yang suka kenapa harus mengejar aku yang butiran debu seperti ini."
"Kasih, cinta tidak mengenal seperti itu."
"Sep, aku nggak mau halu. Aku duluan ya udah sore ini nanti takut warung Bude tutup mau ambil tempat kue."
Septi tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
"Kasih, lihat ya nanti dia akan mengejar kamu."
Septi masih mencoba menggoda Kasih yang tersenyum saja berjalan ke arah parkiran.
Sepeda motor mulai dia jalankan menuju ke jalanan untuk segera sampai di warung Bude.
Sepanjang jalan Kasih masih teringat dengan sosok Akmal yang tadi meminta nomor ponselnya.
"Buat apa coba. Ah.. Kasih lakukan, lupakan.."
Ucapnya sambil menjalankan sepeda motornya dijalanan yang lumayan ramai sudah mendekati waktu pulang kantor.
Sesampainya di warung, Bude sudah beberes karena akan tutup sudah sore.
"Assalamualaikum Bude."
"Waalaikumsalam, Kasih. Kirain nggak jadi kesini sebentar lagi Bude tutup mau pulang."
"He he he.. Maaf ya Bude, tadi ke perusahaan dulu ngurus magang."
"Ya udah, ini uangnya hari ini ya. Laris kue ibu kamu coba aja jumlahnya ditambahi kan lumayan bisa buat tambah uang saku kamu."
Kasih tersenyum, Dia bersyukur sekali jualan ibunya laris.
Memang sudah sejak Kasih masuk kuliah, Ibunya ini sudah menitipkan kue itu di warung lumayan bisa bantu suami mencukupi kebutuhan rumah.
"Nanti Kasih sampaikan ke Ibu, Bude."
"Baiklah, kamu mau makan nggak masih ada lauk."
"Makasih Bude, kasih pamit ya. Assalamualaikum."
"Sebentar kasih ini bawa pulang bisa buat lauk."
Bude memberikan masih ada lauk pauk yang sisa untuk Kasih.
"makasih Bude, Kasih pulang. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam..."
😉😉😉😉