Mars Reviano, seorang duda yang akan kembali menikah dengan wanita yang di jodohkan oleh orang tuanya. Sayangnya, di hari pernikahannya calon mempelai wanita tak datang. Situasi sungguh kacau, pernikahan tak bisa di batalkan begitu saja.
Hingga tiba-tiba, kedatangan seorang gadis memakai gaun pengantin mencuri perhatiannya. Aurora Naomi, sosok gadis cantik pemilik senyuman indah. Ia tak sengaja masuk ke dalam gedung acara pernikahan Mars karena menghindari kejaran polisi yang ingin menilangnya.
Entah kebetulan atau tidak, Aurora merupakan keponakan dari asisten pribadi kakek Mars. Mengetahui nama Aurora dan calon mempelai wanita sama, kakek Mars langsung meminta asistennya untuk menikahkan keponakannya dengan cucunya.
"Kenapa Tuan Planet mau menikah denganku?"
"Jangan panggil saya planet! Itu sangat mengesalkan!"
Si gadis pecicilan yang bertemu dengan duda dingin? Bagaimana akhirnya? Di tambah, seorang bocah menggemaskan.
"Ibu tili? Woaah! tantiknaa ibu tili Alkaaan!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perhatian yang di impikan
"Sudah panggil Dokter?" Tanpa menjawab pertanyaan Mars, Ansel justru balik bertanya.
"Sudah, baru saja dokter memeriksa keadaan Aurora. Dia hanya demam biasa, dokter juga sudah memberikan obat. Tapi jika demamnya tidak turun juga, baru di bawa ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut." Terang Mars. Ansel mengangguk paham, ia menatap ke sekitar rumah Mars. Ia akui, rumah Mars terbilang besar. Putrinya pasti hidup dengan layak bersama pria di hadapannya saat ini.
"Ayo ayah, aku akan mengantarmu melihat Aurora." Ajak Mars, ia mempersilahkan ayah mertuanya masuk ke dalam rumahnya.
Sesampainya di kamar, Mars membuka pintu kamarnya. Ia masuk lebih dulu ke kamarnya dan melihat Arkan yang justru ikut tidur bersama dengan Aurora. Secepat itu putranya tidur? Padahal ia hanya meninggalkannya sebentar saja.
"Astaga anak ini ... maaf Ayah, seharusnya putra ku sekolah. Tapi karena Aurora sakit jadi dia khawatir dan ingin selalu dekat dengan mommy nya." Ujar Mars dengan ramah. Bagaimana tidak ramah? Ia mengajak mertuanya sendiri berbicara.
"Tidak apa-apa, Ayah boleh duduk sebentar?"
"Tentu, aku ambilkan kursi." Mars mengambil kursi di sudut kamarnya dan membawanya mendekat pada Ansel. Perlahan, Ansel mendudukkan tubuhnya, ia menatap putrinya yang tertidur dengan lelap. Mars turun duduk di tepi ranjang, ia menanti apa yang akan Ansel katakan padanya.
"Kamu ada pembantu?" Tanya Ansel.
"Ada yah, mau di buatkan minum apa?" Sahut Mars.
"Tidak perlu, nanti makan siang tolong minta pembantu di rumah ini buat masak sup ayam. Aurora sangat suka sup ayam, tubuhnya akan jauh lebih enak setelah memakannya." Terang Ansel yang mana membuat Mars sedikit kaget.
"Bagaimana Ayah bisa tahu? Bukankah selama ini ayah jarang memperhatikan Aurora?" Batin Mars yang bingung.
"Jangan berikan kubis pada sup nya, Aurora tidak menyukainya." Ujar Ansel kembali.
Mars tersenyum penuh arti, "Seperti nya ayah tahu banyak tentang Aurora." Ujar pria tampan itu.
Ansel beralih menatap menantunya tersebut, "Paman Herman yang titip pesan."
"Oh, aku kira ayah." Gumam Mars yang kecewa.
Mars beranjak berdiri, ia berpamitan pada Ansel akan ke dapur untuk menyiapkan apa yang Ansel pesankan tadi. Sepeninggalan Mars, Ansel kembali menatap wajah putrinya yang terlihat pucat. Tatapan pria itu beralih menatap kotak kayu yang ia berikan ada di atas nakas. Dia hanya diam memandangnya tanpa ekspresi apapun.
"Eum ..." Aurora terbangun, ia mengerjapkan matanya. Matanya menyipit pelan saat melihat sosok pria paruh baya yang tengah menatapnya. Saat pandangannya jelas, Aurora terkejut mendapati sang ayah duduk di hadapannya. Ia langsung berdiri, Sampai-sampai meny3ngg0l Arkan yang tertidur.
"Ngapain disini?!" Seru Aurora dengan tatapan tajam. Ansel tak menjawab, pria paruh baya itu hanya dian menatap putrinya tanpa ekspresi.
Aurora mengalihkan pandangannya, ia enggan menatap sang ayah yang ada di hadapannya. Dalam lubuk hatinya, ia sangat merindukan ayahnya itu. Ayah yang selama ini ia tunggu kepulangannya. Tapi sekarang, rasanya ia sudah sangat-sangat kecewa pada ayahnya itu.
"Suamimu minta ayah kesini untuk menjenguk mu yang sakit."
"Aku tidak perlu di jenguk dengan ayah, pulang lah. Aku tidak butuh ayah disini," ujar Aurora tanpa menatap ke arah Ansel.
Ansel menundukkan kepalanya, perkataan Aurora bagai sebuah pisau yang menggores hatinya Namun, ia pandai menutupi apa yang ia rasakan. Raut wajahnya tetap datar sedari tadi, hanya saja tatapan matanya terlihat berbeda.
"Baik, ayah akan pulang. Istirahat yang cukup, jangan makan sembarangan. Jangan repotkan suamimu, jadilah istri yang baik." Pesan Ansel sebelum beranjak berdiri. Saat dirinya akan melangkah pergi, pria itu mengulurkan tangannya dan mengelus kepala Aurora.
Merasakan elusan di kepalanya, Aurora terkesiap. Ia langsung menoleh menatap Ansel yang sudah melangkah pergi, dirinya sampai mematung sejenak karena perlakuan pria paruh baya itu padanya. Untuk pertama kalinya, Ansel mengelus kepalanya.
"Ayah mau kemana?" Tanya Mars ketika berpapasan dengan ayah mertuanya di ujung tangga.
"Ayah mau pulang, istrimu sudah bangun. Nanti jangan lupa, jaga dia baik-baik." Ujar Ansel sebelum menuruni tangga.
"Ayah sebentar, ayah baru saja datang!" Mars menghalangi Ansel yang akan pulang. Ia menatap pria bertubuh kurus itu dengan tatapan heran.
"Ayah mau pulang saja, ada pekerjaan yang sedang ayah kerjakan. Yang penting, ayah kesini dan dia sudah melihat ayah. Sudah, kembali ke kamar dan temani istrimu. Ayah akan pulang dengan taksi." Ansel kembali melangkah menuruni tangga, sedangkan Mars tetap diam memandang punggung mertuanya yang semakin menjauh.
Mars tidak tahu, apakah ini perasaannya atau tidak. Sepertinya kondisi mertuanya itu tidak baik-baik saja, wajahnya terlihat pucat, kantung matanya terlihat jelas. Apa mungkin, karena tubuhnya yang terlihat kurus? Mars lalu mengejar Ansel, ia melupakan sesuatu.
"Ayah sebentar!" Seru Mars.
Ansel menoleh, "Apa lagi? Sudah, kembali temani Aurora." Pinta Ansel.
"Jangan pulang dengan taksi, nanti supirku yang antar Ayah. Kali ini, jangan menolak. Sebagai tanda terima kasih ku karena ayah sudah mau menjenguk istriku." Ujar Mars dan memberi isyarat pada bodyguard nya untuk menyiapkan mobilnya.
Kali ini, Ansel tak menolak. Ia masuk ke dalam mobil sedan hitam milik Mars dan akan mengantarnya ke rumahnya. Setelah mobil itu pergi, Mars kembali ke kamarnya. Di liat, istrinya sedang duduk sembari bersandar pada kepala ranjang.
Aurora tak menyadari kedatangan suaminya, ia justru melamun sembari menatap ke jendela kamar mereka. Sementara Arkan, bocah itu masih saja terlelap dalam tidurnya. Mungkin, sebenarnya ia bukan mau menemani Aurora. Tapi, pria kecil itu masih mengantuk.
"Apa yang kamu dan ayah bicarakan tadi hm?" Tanya Mars dengan lembut, pria itu mendudukkan tubuhnya di tepi ranjang dan mengelus lembut kepala istrinya.
"Jangan lagi minta ayah kesini." Ujar Aurora tanpa mengalihkan pandangannya.
"Tadi kamu terus memanggil ayah, aku pikir kamu merindukan ayah. Jadi, aku meminta ayah kesini." Terang Mars.
Aurora beralih menatap suaminya, matanya terlihat berkaca-kaca bersiap menumpahkan air matanya. Melihat istrinya yang akan menangis, Mars tentu panik. Ia segera menarik istrinya dalam pelukannya. Benar saja, tak lama tangis Aurora lecah. Tak ada ucapan apapun yang keluar dari mulut gadis itu, ia hanya menangis menumpahkan segala tangisannya. Selang beberapa saat, barulah Aurora tenang dan Mars mencoba berbicara padanya.
"Apa ada perkataan ayah yang menyakitimu hm? Ayah bilang apa tadi?" Tanya Mars dengan lembut.
Aurora menatap Mars yang tengah menangkup pipinya dan mengelusnya dengan lembut. Air matanya kembali berlinang, ibu jari Mars dengan sigap langsung menghapusnya. Bibir Aurora juga mencebik ke bawah, d4d4nya benar-benar terasa sesak.
"Bibi sedang membuatkannmu sup ayam tanpa kubis, apa kamu sudah lapar?" Tanya Mars.
Aurora menghentikan tangisnya, walau ia masih sesenggukan. Matanya langsung menatap ke arah mata Mars dengan tatapan bingung. "Bagaimana kamu tahu aku tidak suka kubis?" Herannya.
Mars tersenyum, "Ayah yang bilang padaku untuk membuatkanmu sup ayam tanpa kubis karena kamu tidak menyukai sayuran yang satu itu."
Deghh!
"Bagaimana ayah bisa tahu aku tidak menyukainya." Gumam Aurora yang bingung.
"Ayah sepertinya sedang tidak sehat tapi dia memaksa kesini untuk menjengukmu. Aku seperti merasa ada sesuatu yang salah dari ayah," ujar Mars membuat Aurora jadi memikirkannya. Ia kembali teringat akan kehadiran Ansel tadi. Benar, ayahnya terlihat tidak baik-baik saja. Anehnya, pria paruh baya itu justru mau menjenguknya.
"Pasti paman yang memaksa Ayah, aku tahu bagaimana ayah." Ujar Aurora dan melepaskan pelukannya dari Mars.
"Tapi tadi Paman bilang Ayah tidak bisa kesini karena ada urusan, menurutmu ... apa ayah kesini karena paman Herman atau ... karena nalurinya sebagai seorang ayah?
Degh!!
___
Kawan, kalau komen susah selama n t oo n eror gak papa lewatin aja. Nanti kalau udah normal lagi bari komen lagi😆 kalau greget mau komen gak papa banget malah, malah lop sekebon atas kesabarannya😭
densel n mars gak boleh egois bagaimanapun densel bpk kndungnya meski mars yg merawat dr kecil.
aerora bijak bisa ambil jln kluarnya.
dr kecil arkan uda sm kel mars gak bisa lsg hdp densel. hrs ada pendekatan dulu biar arkan terbiasa. densel bisa ke rmh mars klo kangen arkan.