Sakit rasanya ketika aku menyadari bahwa aku hanyalah pelarianmu. Cinta, perhatian, kasih sayang yang aku beri setulus mungkin ternyata tak ada artinya bagimu. Kucoba tetap bertahan mengingat perlakuan baikmu selama ini. Tapi untuk apa semua itu jika tak ada cinta untukku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zheya87, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 17
Aku pulang agak sore sebelum magrib, rumah agak sepi. Tak ada mama, mungkin mama masih di rumahnya kak Arini. Mobil Roy pun belum terlihat di garasi.
Aku masuk rumah dengan lesu, kecewa karena hingga jam segini Roy belum pulang. Apa dia masih bersama Rina? Kemana ? Aku ingin membuka sosial media. Biasanya Rina selalu membagikan moment mereka di sana.
Namun kuurungkan niatku. Hanya akan menambah sakit hati. Kuletakkan kembali HP ke atas nakas, lalu aku meraih handuk dan masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Azan Magrib berkumandang ketika aku keluar kamar mandi. Segera kukenakan pakaian dan mukena. Kulaksanakan Sholat Magrib dengan khusyuk.
Tak bisa kubendung tangisku dalam setiap sujud. Tak mampu berucap, hanya air mata yang terus mengalir. Biarlah Tuhan tak mendengar apa permintaanku, tapi aku yakin Tuhan tau apa yang kutangisi apa yang kurasa.
Aku bahkan tak berani meminta apapun kepada Tuhan, akupun tak mengeluh dengan apa yang kualami saat ini. Biarkan sebentar saja aku ingin bersandar pada sujudku menumpahkan segala gundah dan resah.
Sambil menunggu waktu Isya, aku melanjutkan membaca ayat suci Al Quran untuk mengisi waktu.
Hingga sehabis Isya Roy tak juga pulang. Kemana perginya Roy hingga malam tak juga pulang. Sedikit gelisah, ingin menelpon tapi gengsiku terlalu tinggi untuk menghubungi terlebih dahulu setelah pertengkaran tadi pagi.
Bukankah dia yang salah? bahkan dari pagi tak ada usahanya untuk mengejarku. Atau menghubungiku walau hanya lewat chat.
Tak tahan akhirnya aku meraih ponselku dan membuka sosial media. Aku periksa sosial media milik Rina. Sepertinya dia sedang live, tampak di sebuah rumah mewah berkumpul semua keluarga berlalu lalang di belakang Rina yang sedang duduk menghadap kamera.
Oh jadi hari ini Rina pulang dari rumah sakit, makanya banyak keluarganya yang berkumpul menyambut kepulangannya.
Dilihat dari senyumannya Rina tidak tampak seperti orang yang putus asa , dia tidak tampak seperti orang yang terpuruk. Dia bahkan tersenyum sangat manis.
Bahkan masih sempat-sempatnya dia memakai make up tebal, mungkin untuk kebutuhan live sosmed. Rina adalah seorang selebgram jadi tidak heran jika dia ingin selalu tampil cantik.
" hai guys.... Alhamdulillah hari ini aku bisa pulang rumah. Kangen banget sama rumah. Kangen masakan bibi. Kangen kamar aku juga" celoteh Rina dalam siarannya.
Lalu dia mundur dari kamera dan berdiri, dengan sigap Roy duduk di sofa sampingnya langsung sigap berdiri membantu Rina untuk berdiri tegak. Benarkah kata Roy kemungkinan kaki kamu akan cacat Rina? Ini tidak tampak seperti cedera parah. Bahkan dia tak duduk di kursi roda.
Banyak komentar-komentar para fansnya
" ih Rina biar sakit tetap cantik banget...
" semangat Rina
"Rina banyak keluarga yang sayang ya,
" Semoga cepat membaik Rina cantik
" itu cowok yang disamping Roy bukan sih? Katanya udah putus
" Mantan terindah mah susah move on
" Tanggung jawab banget itu mantannya
" tim yang pengen mereka balikan angkat tangan
Dan masih banyak komentar-komentar menyakitkan lagi.
Aku semakin sakit hati melihat seluruh live Rina. Kumatikan ponselku.
Aku duduk depan meja rias. Melihat penampilanku. Aku sadar Rina lebih cantik, tapi kata Roy aku juga cantik.
Jika dibandingkan dengan Rina, keunggulan Rina adalah bodynya, dia memiliki body goals dan tinggi semampai.
Kalau aku, kecil mungil. Meski kata orang aku cantik dan imut, tapi aku tetap insecure jika dibandingkan dengan Rina.
Ah biarlah, meski begini aku tetap bisa membangkitkan hasrat seorang lelaki seperti Roy hingga membuatku bisa hamil. Hanya Roy saja yang tak pandai bersyukur. Aku menghibur diriku sendiri.
Terdengar mobil Roy masuk ke halaman rumah.
Roy masuk kamar ketika aku sudah berbaring. Aku langsung menutup mata berpura-pura tidur. Roy mendekat dan mencium keningku pelan. Roy masih duduk di ujung ranjang sambil melepas pakaiannya.
Aku berpikir sejenak. Aku harus ngomong dengannya untuk memastikan bagaimana hubungannya dengan Rina. Aku berpura-pura menggeliat ketika dia akan berdiri.
" Roy , kamu udah pulang? " aku bertanya seakan tak ada apa-apa dalam pikiranku.
Roy mendekat dan memperhatikanku
" kamu habis nangis? "
"ga kok, baru bangun ini "
" jangan bohong. Itu matanya sembab dan merah" Roy menangkup kedua pipiku.
" masih marah? Hmmmm.."
" ga kok, aku cuma sedih kamu ga pulang-pulang. Kalo teriak-teriak berarti marah "
Roy tersenyum.
" Tapi tadi pagi kamu pergi begitu aja. Pergi dalam keadaan marah ga baik. Lain kali jangan begitu. "
" kamu juga ga jelas "
" oke, maaf ya. Maafin aku udah bikin kamu marah tadi pagi. Sekarang kita fokus ke hidup kita bersama. Yang tadi aku janji untuk yang terakhir kalinya aku ketemu Rina. "
Aku diam, belum terlalu yakin.
" Dara, percaya sama aku. Kita akan memulai hidup bersama. Aku udah ngomong ke mamanya Rina dan kakaknya, bahwa aku ga bisa terus-terusan bersama Rina. Aku udah punya kehidupan sendiri. Sudah berkeluarga. dan sepertinya mama papanya Rina mengerti. "
" benarkah?"
" iya benar sayang. Aku janji. "
Deg. Jantungku berdetak mendengar Roy menyebut sayang untukku. Akupun tersenyum. Roy meraih tubuhku dan memelukku. Aku pun membalas memeluknya erat.
Segampang ini aku memafkanmu Roy, semoga kamu tak menyia-nyiakan kesempatan yang aku beri.
Aku beranjak berdiri, menuju nakas samping ranjang. Kuambil amplop putih berisikan hasil USG. Mungkin ini saatnya Roy kuberi tahu. Haknya sebagai ayah dari anakku
Roy mengernyitkan kening saat aku menyerahkan amplop itu.
" Apa ini ?"
" Bukalah"
Roy membuka amplop. Di dalam terdapat foto USG dan alat tespek.
" Kamu hamil ?" Roy bertanya, dan aku mengangguk.
" Alhamdulillah, makasih sayang. Oh ya apakah ini artinya kabar baik yang ingin mama sampaikan itu? "
Aku mengangguk.
" Dara, maafin aku ya. Aku ga tau kamu hamil. Aku malah sibuk di luar sana "
" ga papa Roy, aku juga minta maaf ya. Akhir-akhir ini aku sering emosi sama kamu. Kata dokter ini bawaan hamil aja kok, aku sangat sensitif. Mudah marah, mudah menangis."
" sayang, maafin papa ya, papa ga menyadari kehadiranmu " kata Roy sambil mengusap perutku yang masih rata.
Kembali Roy memelukku mencium seluruh wajahku.
" Dara, bolehkan aku menjenguknya malam ini? " bisik Roy ditelingaku.
" ih kamu ini " aku memukul pelan bahu Roy dengan malu-malu.
Namun aku pun luluh juga setelah Roy merayu dan mencumbuku dengan sangat lembut.
Malam semakin larut. Kami melewati malam hangat yang panjang.