Ara adalah seorang personal asisten Garvi, hubungan mereka cukup unik. Terkadang terlihat layaknya kawan sendiri tapi tak jarang bersikap cukup bossy hingga membuat Ara lelah sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lin_iin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
tujuh belas
💙💙💙💙
"Gimana date-nya kemarin?"
Ara tidak dapat menahan ekspresi kagetnya. Gerakan tangannya yang sedang memakaikan dasi pada pria itu terhenti, sebelah alisnya terangkat heran.
"Siapa yang ngedate, Pak?"
"Kamu sama Dika."
Spontan Ara tertawa. "Apaan sih, Pak? Saya sama Mas Dika cuma nyari jajanan street food kok."
Garvi mengangkat kedua bahunya. "Bukannya anak jaman sekarang kalau ngedate begitu? Muter-muter nggak ada tujuan terus nyari makanan viral?"
"Waduh, saya justru kurang tahu sih, Pak," cengir Ara malu-malu. Ia lupa kapan terakhir ngedate karena terlalu sibuk mengurus Garvi, "tapi ya, Pak, kalau dipikir-pikir saya itu kesibukan ngurus Bapak sampe kisah percintaan saya ngenes banget. Sekarang saya bahkan udah lupa kapan terakhir ngedate."
"Menurut kamu Dika gimana?"
"He is good, Pak."
"Kamu naksir?"
"Pak, nggak semua orang baik langsung saya taksir."
"Tapi bukannya kamu suka oleng-olengan? Iya kan?"
Ara berdecak kesal. "Ya jangan disamain dong, Pak."
"Bedanya apa?"
Sekarang Ara sedikit kebingungan hendak mencari jawaban. Ia kembali berdecak kesal lalu menyuruh Garvi agar segera memakai jasnya.
"Zahra, sebenarnya saya sudah putus sama Arin," ucap Garvi tiba-tiba.
Raut wajahnya terlihat santai, ia kemudian memakai jasnya sambil melirik Ara yang kini sedang memasang wajah kagetnya.
"Tunggu, sebentar, siapa yang mutusin?"
"Arin."
"Jangan bilang pas Pak Garvi random banget minta dibikinin mie instan itu?"
Dengan wajah tenangnya Garvi mengangguk dan mengiyakan. Sedangkan Ara membungkam mulutnya dengan telapak tangan karena kaget.
Pantas saja bosnya random banget waktu itu, ternyata karena patah hati.
Ara melirik Garvi ragu-ragu, wajahnya terlihat sedikit khawatir meski yang dikhawatirkan justru memasang wajah santainya.
"Bapak baik-baik saja?"
Garvi mengangguk yakin. "Untuk sekarang iya. Masa tidak baik-baik saya sudah berlalu, Zahra. Untuk sekarang saya baik-baik saja. Asal kamu tidak pergi, saya rasa saya akan baik-baik saja."
Ara diam. Entah perasaannya atau apa, ia tiba-tiba merasa gugup saat mendengar kalimat pria itu. Padahal Garvi terlalu sering bilang kalau pria itu tidak bisa hidup tanpanya, tapi entah kenapa kali ini terasa berbeda. Ia bahkan merasa seperti salah tingkah.
"Tapi mungkin Mama saya tidak," sambung Garvi tak lama setelahnya.
Hal ini cukup membuat Ara tersadar dari lamunannya. Sebelah alisnya terangkat heran.
Garvi menghela napas. "Saya dan Dika sudah waktunya memberi menantu untuk Mama, tapi kisah percintaan kami sama-sama baru kandas," sambungnya kemudian.
Ara mengangguk paham. Ia mengerti karena ia pun mengalami yang dirasakan sang atasan, kedua orang tuanya pun sudah menginginkan menantu apalagi mengingat dirinya yang seorang anak tunggal. Untuk beberapa alasan ia kesal kenapa dirinya dilahirkan tanpa adik atau seorang kakak.
"It's okay, Pak."
Garvi mengangguk. "Kalau saya, iya, Zahra. Tapi tidak dengan Mama saya."
"Saya mengerti."
Garvi tidak terlalu yakin.
"Karena saya mengalaminya juga, Pak. Kedua orang tua saya demikian, semua orang tua memang begitu kita tidak memaksa mereka agar tidak bersikap demikian. Saya bahkan seorang perempuan dan saya anak tunggal, bisa Bapak bayangkan beban yang saya tanggung?"
Garvi berpikir sebentar, kemudian bertanya, "Lalu kenapa kamu belum menikah?"
Dengusan tidak percaya terdengar keluar dari mulut Ara. "Bapak yakin bertanya soal ini?"
Wajah Garvi seolah sedang bertanya 'memangnya kenapa?'.
"Pak, bagaimana saya bisa berkencan dan menikah kalau selama ini saya terlalu sibuk ngurusin Bapak?"
"Zahra, apa kamu sedang mencoba menyalahkan saya?"
"Astaga, Pak, enggak gitu maksudnya. Cuma ngasih tahu aja, selama ini saya emang sesibuk itu ngurusin Bapak sampai saya lupa ngurusin urusan kisah cinta saya sendiri. Begitu. Sampai sini paham, Pak?"
Garvi tidak langsung menjawab, pria itu terlihat berpikir sebentar sebelum akhirnya bertanya. "Menurut kamu kalau disuruh membandingkan antara saya dan Dika, kira-kira kamu milih siapa?"
"GIMANA, PAK?"
💙💙💙💙